NovelToon NovelToon
Dokter Bar-Bar Kesayangan Mafia Tampan

Dokter Bar-Bar Kesayangan Mafia Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Mafia / Crazy Rich/Konglomerat / Dokter Genius / Beda Usia / Roman-Angst Mafia
Popularitas:17.8k
Nilai: 5
Nama Author: Seraphine E

Dibesarkan oleh kakeknya yang seorang dokter, Luna tumbuh dengan mimpi besar: menjadi dokter bedah jantung. Namun, hidupnya berubah pada malam hujan deras ketika seorang pria misterius muncul di ambang pintu klinik mereka, terluka parah. Meski pria itu menghilang tanpa jejak, kehadirannya meninggalkan bekas mendalam bagi Luna.

Kehilangan kakeknya karena serangan jantung, membuat Luna memilih untuk tinggal bersama pamannya daripada tinggal bersama ayah kandungnya sendiri yang dingin dan penuh intrik. Dianggap beban oleh ayah dan ibu tirinya, tak ada yang tahu bahwa Luna adalah seorang jenius yang telah mempelajari ilmu medis sejak kecil.

Saat Luna membuktikan dirinya dengan masuk ke universitas kedokteran terbaik, pria misterius itu kembali. Kehadirannya membawa rahasia gelap yang dapat menghancurkan atau menyelamatkan Luna. Dalam dunia penuh pengkhianatan dan mimpi, Luna harus memilih: bertahan dengan kekuatannya sendiri, atau percaya pada pria yang tak pernah ia lupakan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seraphine E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 27

Seperti lembar kisah yang baru dibuka, pagi itu menyajikan babak awal penuh ketegangan. Para siswa Imperial Highschool, yang baru saja melangkah keluar dari kehidupan sekolah menengah mereka, kini berdiri di depan gedung auditorium Imperial University. Gedung itu menjulang dengan keanggunan dingin, seolah hendak menelan gelombang emosi yang meluap dari mereka—rasa gugup, cemas, dan harapan bercampur menjadi satu. Ujian masuk ke universitas ini tidak hanya menentukan masa depan mereka, tetapi juga status mereka dalam lingkaran sosial dan keluarga.

Di tengah kerumunan, Luna berdiri bersama Dominic, Theresa, dan Freya. Ketiganya tampak lebih santai dibandingkan para siswa lainnya, yang jelas-jelas dihantui oleh bayangan kegagalan. Sementara Dominic dan Freya berbincang santai, Theresa mengamati sekeliling dengan tajam. Luna, di sisi lain, memandang gedung itu dengan ekspresi datar yang sulit diartikan. Dia lebih memikirkan apakah ruangan ujian akan memiliki ventilasi yang cukup, ketimbang mengkhawatirkan soal ujian.

“Luna,” panggil Theresa, melirik ke arah kerumunan. “Lihat siapa yang datang.”

Dari sudut pandangnya, Luna melihat Jackie, Clara, Elsa, dan seorang gadis lain yang bahkan tak layak diingat namanya, melangkah mendekat dengan senyum yang tampak dipaksakan. Clara, adik tirinya, memimpin kelompok itu seperti seekor burung merak yang tengah memamerkan bulu-bulu cantiknya. Senyumnya manis seperti gula, tapi Luna tahu betul kepalsuan yang melapisinya.

“Kak,” Clara memulai dengan suara yang dibuat-buat hangat, “semoga ujianmu lancar. Kalau kita sama-sama lulus dan masuk Imperial University, aku harap kita bisa menjadi... lebih akrab.”

Luna, dengan wajah datarnya, menatap Clara sekilas dan mengangkat bahu kecil. “Yah, kalaupun aku lulus, aku tak tertarik berteman denganmu.”

Freya menahan tawa di belakang Luna, sementara Dominic menyeringai tipis. Clara, yang tidak terbiasa mendapat perlakuan dingin dari siapa pun, mengerjapkan matanya, tertegun. Sebelum dia sempat membalas, Jackie maju, menuding Luna dengan penuh amarah.

“Kenapa kau selalu seperti ini pada Clara?” suara Jackie bergetar penuh emosi. “Apa kau takut kalah bersaing dengannya?”

Luna menoleh perlahan, tatapannya seperti pisau tajam yang menusuk Jackie. “Kalah bersaing? Lucu sekali. Aku bahkan tidak pernah sekalipun menganggapnya sebagai pesaing.”

Elsa, yang selalu menjadi bayangan Clara, langsung menyambung dengan nada tajam, “Kau kejam sekali, Luna! Clara sangat baik padamu, tapi kau—Kau selalu menganggapnya sebagai orang luar, padahal dia adalah adikmu”

“Maaf, tapi kau ini siapa ya?” potong Luna, suaranya terdengar lebih rendah, namun terdengar mencemooh. Dia memiringkan kepala sedikit, menatap Elsa seperti seorang ahli biologi yang memeriksa spesimen langka. “Clara memang orang luar bagiku, apa kau pikir aku akan menerima dengan senang hati, anak dari hasil perselingkuhan, Lalu kau siapa?—kau bahkan tidak layak ada di pikiranku.”

"Tapi itu kan bukan kesalahan Clara atas apa yang dilakukan orang tuanya." bantah Jackie, berusaha membela Clara.

"Ya memang, Tidak cocok rasanya dia disalahkan atas perilaku ibunya yang seorang pelakor"

"Tapi, kalau saja dia bisa menjaga sikapnya dan tidak berpura - pura baik didepanku, mungkin aku akan menyambutnya sebagai saudara. Tapi, dia adalah orang paling licik, sama saja dengan ibunya. Lalu kau berharap aku akan menerimanya dengan tangan terbuka?" balas Luna.

"Kau tidak lupa kan siapa yang hampir membuatku mati tenggelam saat aku kecil?" tanya Luna lagi pada Jackie yang langsung terdiam tak mampu berkata - kata.

Dominic tertawa pelan, dan Theresa menyeringai dengan gaya superiornya. “Kalian lucu sekali,” kata Theresa, sambil melirik Clara dari ujung rambut hingga ujung kaki. “Bayangkan saja, Clara, kau bahkan tidak mampu bersaing dengan kuku Luna. Lalu bagaimana kau mau bersaing dengannya?”

Wajah Clara memerah seketika, dan dengan langkah tersentak, dia berjalan menjauh. Namun, nasib buruk menghantamnya—dia menabrak seorang pria tua yang berdiri di tengah keramaian.

“Ugh, Pak Tua!” Clara berseru tanpa basa-basi. “Kenapa kau berdiri di sini? Minggir!”

Pria itu menatap Clara dengan sorot mata tajam, seperti seorang hakim yang mengamati terdakwa. “Nona muda,” katanya dengan suara tegas, “kau yang salah. Kau menabrakku, dan sekarang kau menyalahkan aku? Kau ini benar-benar tidak sopan.”

“Apa pedulimu? Kau seharusnya lihat-lihat kalau jalan, jangan jadi orang tua yang tak tahu diri!” Clara menjawab dengan kasar, lalu berbalik hendak pergi.

Namun, saat itu Luna mendekat, matanya melebar ketika dia mengenali wajah pria tua itu. “Prof. Dr. Adrian Lowell?” gumamnya dengan nada heran.

Mendengar nama itu, Clara membeku di tempatnya. Matanya membesar, wajahnya memucat. “A-apa?” bisiknya, penuh kepanikan.

Luna mengangkat bahu kecil. “Kenapa denganmu? Wajahmu pucat sekali” katanya santai, lalu melirik Clara dengan senyum tipis.

Dr. Adrian tertawa keras, suara tawa yang menggema seperti gelombang yang menerjang pantai. “Ah, Luna,” katanya ceria. “Kita bertemu lagi. Kukira kau sudah melupakan aku.”

Clara mundur selangkah, mengingat perintah ayahnya untuk membuat kesan baik pada Dr. Adrian. Tapi kini, setelah sikap buruknya tadi, dia merasa seperti sedang tenggelam dalam lubang yang dia gali sendiri.

“Kau mengenalnya?” tanya Dominic kepada Luna.

Luna hanya mendengus kecil. “Dia pernah memintaku menjadi muridnya, tapi aku menolak. Aku tidak ingin meninggalkan kakek di desa sendirian.”

Dr. Adrian mengangguk. “Kau satu-satunya orang yang pernah menolakku, Luna. Tapi kali ini, kau tidak bisa menolak lagi. Kau harus menjadi muridku jika lulus ujian ini, dan aku yakin kau pasti lulus”

Luna menghela napas panjang, merasa seperti terperangkap. “Baiklah,” katanya akhirnya. “Kalau aku lulus, aku akan menerimanya.”

Sementara itu, Clara masih berdiri mematung, pikirannya kacau. Bagaimana mungkin Luna, kakak tirinya yang sederhana dan berasal dari desa, mengenal seorang tokoh besar seperti Dr. Adrian Lowell?

“Bagaimana kau mengenalnya?” tanya Clara, suaranya hampir seperti teriakan.

Luna menatap Clara dengan senyum sinis. “Untuk apa aku menjelaskannya padamu?”

Ucapan itu memukul Clara seperti badai. Perasaannya campur aduk—antara kemarahan, rasa malu, dan rasa kecil yang terus membesar.

Tiba-tiba, suara dari pengeras suara menginterupsi suasana. “Perhatian kepada seluruh peserta ujian! Ujian akan segera dimulai. Silakan masuk ke auditorium dan duduk sesuai nomor ujian.”

"Jika kalian tidak mengetahui nomor ujian kalian, bisa segera kalian dapatkan melalui staff yang bertugas"

Semua siswa mulai bergerak ke dalam gedung. Di dalam auditorium, suasana berubah drastis—dari hiruk-pikuk menjadi hening yang penuh ketegangan. Luna mengambil tempat duduknya, sementara Clara duduk jauh di belakangnya, masih memikirkan kejadian tadi.

Dr. Adrian berdiri di depan dengan wibawa yang tak terbantahkan. “Ujian ini akan menentukan apakah kalian pantas menjadi mahasiswa Imperial University,” katanya. “Kecurangan tidak akan ditoleransi. Jika ada yang ketahuan mencontek, kalian akan didiskualifikasi dan dilarang mengikuti ujian masuk universitas mana pun selama dua tahun!”

Ruangan menjadi sunyi. Para siswa menundukkan kepala, mengerjakan soal dengan ekspresi penuh konsentrasi. Tapi di dalam hati mereka, satu hal jelas—ini adalah medan pertempuran tanpa pedang. Dan kemenangan hanya akan datang pada mereka yang paling siap.

Disisi lain, Clara terus memandangi Luna dari kejauhan serta memikirkan bagaimana caranya memperbaiki kesan buruk yang sudah melekat padanya di mata Dr Adrian Lowell.

"Kalau sampai Daddy tahu, aku memberi kesan buruk pada Dr Adrian Lowell. Dia pasti akan menggantungku" batin Clara cemas.

...****************...

1
dheey
apakah othor bagian dri ahli medis? crita seru. bikin dag dig dug
Siska Amelia
mantap
Siska Amelia
thor segera lanjut thor kalo gak aku gak akan kasi hadiah
Siska Amelia
lanjut dong thor plisss
dheey
semakin penasaran.
dheey
rudolf.... elu sama amelia, cucokkkk... wkwkwk
dheey
bagussss luna!!!
Ratna Fika Ajah
Luar biasa
Nurwana
mo tanya thor... emang umur Luna dan Lucius berapa???
Seraphine: Perbedaan usia 8 tahun
Jadi waktu Luna masih SMA dia 18 tahun.
dan si Lucius ini ngempet dulu buat deketin Luna sampai si Luna lulus jadi dokter dulu, karena bab2 awal dia masih abege 🤣✌️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!