Di masa depan, dunia telah hancur akibat ledakan bom nuklir yang menyebabkan musim dingin global. Gelombang radiasi elektromagnetik yang dahsyat melumpuhkan seluruh teknologi modern, membuat manusia kembali ke zaman kegelapan.
Akibat kekacauan ini, Pulau Bali yang dulunya damai menjadi terjerumus dalam perang saudara. Dalam kehidupan tanpa hukum ini, Indra memimpin kelompok Monasphatika untuk bertahan hidup bersama di tanah kelahiran mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon indrakoi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 26
Di atas aspal yang dingin, Aryandra tergeletak tak berdaya, seolah hidupnya sedang berada di ujung tanduk. Tubuhnya terlempar beberapa detik di udara, sebelum akhirnya membentur tanah dengan keras sebagai akibat dari tendangan Ashura yang dahsyat. Meski kesadarannya perlahan memudar, semangat dan keinginannya untuk menang tetap membara di dasar hatinya. Ia berusaha untuk mengatur napasnya yang tersengal, sambil memfokuskan pandangan buramnya ke arah Alex yang sedang bertarung habis-habisan dengan Ashura.
Dua raksasa itu terlihat saling menyerang tanpa ampun. Ashura, dengan tawa menggelegar seperti orang gila, terus memojokka Alex hingga ke ujung kemampuannya. ia menikmati setiap sensasi pertarungan brutal ini, seolah semuanya adalah sebuah permainan yang menyenangkan.
"Bagus! Keluarkan terus kemampuanmu, Alex!" Teriak Ashura sambil melayangkan pukulan keras ke arah Alex.
"Bajingan!" Alex menggeram ketika berhasil menangkap pukulan Ashura dengan susah payah. Tanpa jeda, ia langsung membalas dengan sebuah tinju yang mendarat tepat di wajah Ashura dengan keras. Tapi, seperti biasa, Ashura hanya tertawa terbahak-bahak, seakan pukulan Alex terasa seperti gelitikan. Ia kemudian menyerang dengan brutal, seolah tidak sabar untuk mencabut nyawa Alex dari raganya.
Tangan Alex mulai terasa pegal seiring berjalannya pertarungan. Setiap pukulan yang ia lancarkan seolah tidak mampu untuk memberikan impact yang signifikan kepada Ashura. "Bangsat, kapan kau akan tumbang, hah?!" Alex menggerutu sambil melancarkan pukulan uppercut ke dagu Ashura.
Ashura sempat terhuyung sejenak, namun ia segera membalas dengan tendangan memutar yang menghantam sisi kiri kepala Alex. "Mana mungkin aku bisa tumbang dengan pukulanmu yang lemah itu, tolol!" Ejek Ashura dengan suara penuh kemenangan.
Pandangan Alex berkunang-kunang hingga membuatnya sempoyongan. Ia berusaha menjaga keseimbangan, sambil melangkah mundur untuk menjaga jarak dengan Ashura yang semakin menggila.
Ashura mulai memutar-mutar rantainya yang berat, seolah tidak sabar untuk menyerang lawannya lagi. Jantung Alex menjadi semakin berdebar kencang. Ia tahu bahwa satu serangan cepat dari rantai itu bisa membuatnya berada dalam kondisi yang fatal.
Ashura berjalan perlahan mendekati Alex, seperti seekor predator yang sedang bermain dengan mangsanya. "Ada apa? Kau terlihat sedikit takut, hahaha!" Ejeknya sambil bergelak tawa.
"Cih... Tunggu sebentar lagi. Aku... akan pastikan kau tewas di tanganku, keparat!" Balas Alex dengan napas terengah-engah. Meski wajahnya terlihat semakin pucat, namun semangat di matanya masih menyala-nyala.
Ashura tertawa lebar, seolah menikmati momen saat Alex mulai terlihat tak berdaya. Ia terus melangkah perlahan dengan rantai besi yang berputar cepat di tangannya. Tatapannya menusuk tajam dan penuh intimidasi. "Begitukah? Kalau begitu, cepatlah bangun dan hadapi—" "Boom!"
Suara ledakan dahsyat tiba-tiba membuat semua orang terkejut. Ledakan itu berasal dari arah timur laut kota Amlapura, dimana gudang senjata serta barak prajurit berada. Ashura menoleh dengan cepat, lalu mengarahkan pandangannya pada api yang menjulang tinggi di kejauhan. Asap hitam tebal terlihat menjilat langit, seolah menandai awal kehancuran Kota Amlapura.
"Mereka membakar gudang senjataku..." Gumam Ashura dengan mata yang melotot penuh keterkejutan.
Melihat Ashura yang sedang lengah, Alex langsung bergerak dengan cepat untuk memanfaatkan kesempatan ini. Dengan sisa tenaganya, ia melesat ke depan sambil mengayunkan kapak besarnya dengan sekuat tenaga. Brakkk! Bagian belakang kapak Alex berhasil menghantam rusuk kiri Ashura hingga membuatnya meringkuk kesakitan.
"Argh!" Ashura mengerang dengan cipratan darah yang keluar dari mulutnya.
Alex tersenyum lebar ketika mendengar rintihan Ashura yang kesakitan. Tanpa membuang waktu lagi, Ia langsung mengumpulkan seluruh tenaganya sekali lagi untuk mendaratkan pukulan terkuatnya ke arah wajah Ashura. Buakkk! Tubuh Ashura terlempar jauh ke belakang, hingga akhirnya membentur aspal dengan keras.
Melihat Ashura sudah terkapar lemas, Alex segera berlari untuk memeriksa Aryandra yang berada dalam kondisi setengah sadar. "Aryandra!" Teriaknya pecah dengan suara yang penuh harap.
...***...
Alex berlutut di samping Aryandra dengan tangan yang gemetaran saat memeriksa keadaan sahabatnya. Aryandra bernapas tipis, seolah kesadarannya mengambang di antara dunia dan akhirat. Wajahnya terlihat pucat, tapi terdapat keteguhan yang tersisa di balik kelopak matanya yang setengah terbuka.
Dengan sigap, Alex merogoh tas pinggang yang tersembunyi di balik mantel musim dinginnya. Ia mengeluarkan adrenalin injeksi, sebuah suntikan kecil yang bisa menyelamatkan nyawa sahabatnya. Tanpa ragu, ia langsung menyuntikkannya ke paha Aryandra. Cairan suntikan itu mengalir dengan cepat, seketika membangkitkan denyut kehidupan yang hampir padam.
Perlahan-lahan, mata Aryandra kembali menunjukkan binarnya. Ia mengerang pelan sambil mencoba untuk duduk dengan hati-hati. Meski tubuhnya masih lemah, tapi tekadnya sudah kembali menyala.
"Syukurlah kau masih bisa diselamatkan." Ujar Alex dengan suara penuh rasa lega.
Aryandra mengangguk lemah, sambil meraba bagian tubuhnya yang terasa sakit. "Iya, tendangannya tadi sepertinya tidak maksimal. Meskipun begitu, ia berhasil membuatku hampir kehilangan kesadaran." Jawabnya dengan suara parau.
Alex menatap Aryandra dengan serius. Matanya seolah menyiratkan suatu kegelisahan yang ingin segera ia sampaikan. "Aryandra, sepertinya aku tahu kelemahan Ashura." Ungkapnya dengan nada rendah yang penuh keyakinan.
Aryandra tersenyum tipis, sebelum turut mengutarakan pendapatnya. "Sepertinya, aku juga tahu kelemahannya. Ashura terlalu banyak mengeluarkan tenaga pada setiap serangannya. Karena itu, serangannya jadi semakin melemah seiring berjalannya waktu, bukan?"
Mata Alex terbelalak. Ia tak menyangka Aryandra sudah menyadari hal itu. "Bagaimana kau bisa tahu?" Tanyanya penasaran.
Aryandra menarik napas dalam, lalu menjelaskan argumennya dengan tenang. "Mudah saja. Seperti yang kita ketahui, Ashura bisa membunuh seseorang hanya dalam satu kali serang. Tapi, setelah bertarung sengit denganmu, pernyataan itu menjadi tidak benar karena aku tidak terbunuh dalam satu kali serang." Jelasnya dengan suara yang mantap.
Ia terdiam sejenak sambil menatap ke arah Ashura yang masih tergeletak tanpa menunjukkan suatu pergerakan. "Selain itu, sesaat sebelum Ashura menendangku, sempat terlihat bahwa pukulannya hampir tidak berkesan apa-apa saat mengenai wajahmu. Itu artinya, serangannya tidak begitu maksimal setelah bertarung cukup lama dengan kita."
"Urghh!" Suara erangan keras tiba-tiba memecah kesunyian. Tubuh besar Ashura perlahan-lahan bangkit dari tanah. Darah terlihat masih menetes dari sudut mulutnya, namun matanya kembali menyala dengan nafsu membunuh yang tak terbendung.
Alex segera berdiri dengan tegak, seolah siap menghadapi ancaman yang sudah kembali bangkit. "Itu artinya, kita hanya perlu bertahan sampai dia kelelahan, kan?" Tanyanya kepada Aryandra dengan penuh tekad.
"Betul sekali." Jawab Aryandra sambil mengangguk. Ia pun ikut berdiri dengan perlahan, meski rasa sakit masih menyelimuti sekujur tubuhnya. Keduanya kini berdiri berdampingan untuk menghadapi Ashura yang sudah bangkit sepenuhnya.
Ashura meregangkan badannya yang besar. Otot-ototnya terlihat berkontraksi di bawah kulit yang penuh sayatan itu. Ia memeriksa tubuhnya dengan cepat, memastikan tidak ada cedera fatal yang bisa menghalanginya. Setelah semuanya aman, ia kemudian menatap kedua musuhnya dengan sorot yang penuh kegelapan. Matanya terlihat seperti jurang yang siap menelan Aryandra dan Alex sepenuhnya.
"Pasukanmu berhasil meledakkan gudang persenjataanku." Ucap Ashura dengan nada rendah yang mengancam. "Itu artinya, pasukanku akan tetap kalah melawan Aliansi, meskipun aku berhasil membunuh kalian di sini." Tambahnya dengan sedikit rasa kepasrahan dibaliknya.
Ia terdiam sejenak, lalu memasang senyuman lebar yang penuh dengan rasa haus darah di wajahnya. "Pertarungan ini tidak akan memberikan manfaat bagiku. Meski begitu..." Suaranya mendadak berubah menjadi lebih liar. "Aku akan tetap membunuh kalian, tak peduli apapun yang terjadi!"
Rantai besi di tangan Ashura berputar cepat, menciptakan suara berdenging yang mengiris telinga. "Hyahahahaha!" Tawa gila Ashura menggema di udara. Dengan langkah berat, ia berlari ke arah Aryandra dan Alex, seperti badai yang siap menghancurkan segalanya.
Alex maju selangkah untuk melindungi Aryandra. Ia mengencangkan otot-ototnya sebagai persiapan untuk menerima serangan pertama yang datang dengan kekuatan besar. "Hati-hati, Alex! Serangan pertamanya adalah serangan yang paling mematikan!" Aryandra berteriak memberi peringatan.
Alex mengangguk tanpa melepaskan pandangannya dari sosok Ashura yang semakin mendekat. "Tenang saja, serahkan semuanya padaku!" Serunya dengan penuh keyakinan, meski jantungnya berdebar kencang.
...***...
Ashura mengibaskan rantainya dengan kecepatan yang mematikan. Ujung rantai itu berhasil mengenai pelipis kanan Alex sebelum ia sempat menghindar. Splattt! Suara keras terdengar saat rantai itu menyentuh kulit. Ashura segera melompat untuk melancarkan tinju ke arah lawannya, sementara Alex masih terhuyung sambil menahan rasa sakit yang menggerogoti kepalanya.
Alex berhasil menangkap pukulan itu dengan tangan yang gemetar, seolah tak kuat menahan kekuatan Ashura yang masif. Sesaat kemudian, Aryandra masuk ke tengah pertempuran untuk menebas paha kanan Ashura dengan manuver yang sangat cepat. Slashh! Darah menyembur keluar, tapi Ashura tak bergeming sama sekali. Rantainya melesat ke arah Aryandra, sehingga memaksanya untuk melompat mundur demi menjaga jarak.
Tak mau kehilangan momentum, Alex langsung melancarkan pukulan keras ke wajah Ashura. Buakk! Pukulan itu membuat Ashura terhuyung dengan hidung yang mengucurkan darah.
"RAHHH!" Ashura meraung, seolah melepaskan kemarahannya yang sudah mencapai puncak. Dengan segenap kekuatan yang tersisa, ia menghantam wajah Alex hingga membuatnya terlempar jauh ke belakang.
Tubuh Alex sempat terpelanting berkali-kali, sebelum akhirnya terkapar tak sadarkan diri. "Alex!" Teriak Aryandra pecah dengan suara yang penuh amarah. Matanya menjadi lebih membara ketika melihat sahabatnya tergeletak dengan nahas di aspal jalanan.
Aryandra kemudian bermanuver dengan cepat untuk melancarkan tebasannya pada Ashura. Kemarahan Aryandra menjadi semakin membara, hingga membuat serangan menjadi lebih cepat dari sebelumnya. Dalam sekejap, tubuh Ashura sudah dipenuhi dengan berbagai luka sayatan sebelum ia dapat bereaksi.
Meski darah merembes melalui luka-lukanya, Ashura masih berdiri dengan ekspresi wajah yang menyeramkan. "Mati kau!" Teriak Ashura geram, sambil mengibaskan rantainya dengan liar seperti angin topan.
Manuver cepat Aryandra terpaksa harus berhenti karena kibasan rantai Ashura tak memberinya celah untuk menyerang. Ia kemudian menggunakan pedangnya untuk menangkis setiap serangan yang dilancarkan oleh Ashura.
Namun, sayangnya, pranggg! Pedang Aryandra tiba-tiba patah menjadi dua karena tidak mampu menahan serangan rantai Ashura lebih lama lagi. Aryandra melompat ke belakang dengan cepat untuk menjaga jarak di antara mereka berdua. Ia tak memiliki senjata lagi, selain tekad yang berkobar di lubuk hatinya.
Ashura terus mendekati Aryandra sambil mengibaskan rantainya dengan buas. Mantel musim dingin Aryandra yang berwarna navy sampai dibuat compang-camping oleh setiap pecutan rantainya. Wajah Aryandra dipenuhi dengan darah, sementara luka di badannya menjadi terlihat lebih jelas.
"RAHHHH!" Ashura meraung lagi sambil mengayunkan rantainya dengan kekuatan penuh. Aryandra mengencangkan semua ototnya untuk menerima serangan itu, tapi usahanya sia-sia saja. Rantai itu menghantam tubuhnya dengan keras, hingga membuatnya jatuh berlutut. Ia kemudian mencoba untuk melindungi kepalanya dari serangan rantai yang datang tanpa henti itu.
Meski dalam keadaan terpojok, Aryandra tetap menolak untuk menyerah. Ia tahu bahwa pertarungan ini hanya akan berakhir dengan dua kemungkinan: antara dirinya yang tewas atau Ashura yang tumbang karena kelelahan. Itulah mengapa ia tetap bertahan, meski tubuhnya sudah dibombardir dengan rasa sakit yang tak tertahankan.
Tiba-tiba, serangan Ashura berhenti. Aryandra yang tertegun langsung mengangkat kepalanya untuk melihat keadaan musuhnya. Ashura berdiri tegak di depannya dengan napas terengah-engah. Dengan sisa tenaganya, ia mengangkat rantainya tinggi-tinggi untuk memberikan serangan terakhir yang mampu memecahkan tengkorak Aryandra.
"Matilah... Aryandra." Ucap Ashura dengan suara lirih yang penuh ancaman.
Aryandra menatap lawannya dengan penuh keteguhan. Walaupun ini adalah akhir bagi hidupnya, tapi Aryandra tetap menolak untuk menyerah. Api semangat masih membara di dasar hatinya, meski tubuhnya sudah tak mampu bertahan lagi.
Namun, sebelum Ashura melayangkan serangan terakhirnya, tiba-tiba, dorr! dorr! Suara tembakan menggema dari arah belakang Ashura sebanyak dua kali.
...***...
Mata Ashura membelalak ketika ia merasakan sensasi panas yang membara di punggungnya. Ia kemudian menoleh ke untuk melihat siapa yang berani menembaknya dari belakang.
Betapa terkejutnya Ashura saat melihat sekelompok pasukan bersenjata lengkap yang berdiri di tengah medan perang. Mereka adalah Aliansi pasukan Monasphatika, Badung, dan juga Bangli yang dipimpin oleh Indra dan Aditya.
Aryandra, yang masih berlutut di tanah, terbelalak saat melihat kedua rekannya tiba-tiba muncul di medan perang. "Mereka... datang." Gumamnya pelan penuh kelegaan.
"Bersiaplah untuk mati, Kingpin!" Teriak Indra menggema penuh tantangan. Sebuah senyuman jahat yang sangat ikonik terlihat menyeringai di wajahnya.
Ashura, yang sudah terluka parah, menjadi semakin liar. "Kalian pikir ini akan berakhir dengan mudah, hah?!" Raungnya menggelegar penuh ancaman. Dengan langkah berat, ia berlari ke arah pasukan Aliansi seperti orang gila yang tak kenal takut.
Aditya tentu tidak tinggal diam ketika melihat ancaman sedang menerjang ke arahnya. "Tembak!" Perintahnya tegas kepada pasukan Aliansi.
Dorr! Dorr! Dorr!
Belasan peluru melesat cepat dari senjata pasukan Aliansi. Timah-timah panas itu menembus tubuh Ashura, hingga berhasil membuatnya terhuyung. Darah menyembur deras dari setiap luka tembaknya, namun raksasa itu masih mencoba untuk bertahan. Hingga akhirnya, kedua kakinya sudah tidak mampu untuk menopang tubuh besarnya lagi. Bruggg! Ashura tersungkur ke tanah dengan darah yang menggenang di sekelilingnya.
"Target telah dilumpuhkan!" Seru Indra penuh kemenangan. Ia kemudian mengangkat tangan kanannya, sebagai isyarat kepada pasukannya untuk menghentikan serangan.
Aditya kemudian menambahkan dengan suara yang menggema di seluruh medan perang. "Semuanya, hentikan peperangan! Ashura sudah berhasil dilumpuhkan oleh Aliansi!"
Suasana yang awalnya kacau balau mendadak menjadi hening. Pasukan Karangasem, yang sebelumnya bertarung dengan gigih, kini terdiam mematung. Senjata mereka terjatuh dari tangan, seolah tak percaya bahwa pemimpin mereka yang agung berhasil dikalahkan. Tanpa basa-basi, pasukan Badung dan Monasphatika segera bergerak untuk menangkap dan mengamankan mereka.
Indra kemudian berjalan mendekati Ashura yang tergeletak tak berdaya. Matanya menyipit seolah memeriksa kondisi musuh besar mereka. Sementara itu, Aditya berlari ke arah Aryandra dengan wajah yang penuh kelegaan.
"Untung kami datang di saat yang tepat, ya." Ujar Aditya sambil berlutut di samping Aryandra. Tangannya kemudian bergerak untuk memeriksa luka-luka di tubuh sahabatnya itu.
Aryandra tersenyum lemah dengan tawa kecil yang parau. "Iya, aku pasti sudah mati jika kalian terlambat datang ke sini, hahaha." Ujarnya mencoba menertawakan situasi yang nyaris merenggut nyawanya.
Pandangan Aryandra kemudian beralih ke arah Indra yang masih sibuk memeriksa keadaan Ashura. "Bagaimana kau bisa bertemu dengan Indra?" Tanyanya pada Aditya dengan penuh rasa ingin tahu.
Aditya tersenyum dengan pandangan yang ikut mengarah pada Indra. "Yah, pertemuan kami cukup lucu, sih. Biar aku ceritakan..."