Seorang gadis yang terpaksa menikah dengan ayah dari sahabatnya sendiri karena sebuah kesalahpahaman. Apakah dirinya dapat menjalani kehidupannya seperti biasanya atau malah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AgviRa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa yang telah terjadi?
Pov Azalea
Suara HP berbunyi nyaring menandakan bahwa alarm telah menyala. Yah, semalam sebelum Azalea tidur dia menyalakan alarm. Jam menunjukkan pukul 05.00 WIB. Azalea merasa matanya begitu berat, susah payah dia membuka matanya. Tangannya meraba kesamping dimana HP dia letakkan. Akhirnya dia pun mendapatkan HPnya lalu mematikan alarmnya. Dia melirik kesamping tempat tidur dimana Dina berada, Dina yang merasa lelah dan juga mengantuk pun tak terganggu dengan suara alarm Azalea, bahkan Dina masih terlihat pulas sekali. Namun, karena harus melaksanakan kewajibannya, mau tidak mau Azalea membangunkan Dina dengan pelan.
"Din, Dina, ayo bangun, kita salat subuh bareng." Aku mencoba membangunkan Dina dengan menepuk-nepuk tangan Dina.
"Emmhhh.... apa Zaa? Jam berapa sih ini? Aku masih ngantuk banget? hoooaaamm,,," Dina menguap dan masih terlihat ngantuk berat.
"Udah jam 5 pagi Din, ayok keburu terang ini."
Akhirnya aku dan Dina beranjak dari tempat tidur dan menunaikan ibadah shalat subuh.
Setelah itu aku dan Dina bersih-bersih mandi dan berniat membantu nenek Dina, karena tidak ada pembantu maka semua pekerjaan dilakukan sendiri. Kini aku dan Dina membantu nek Arum (nama nenek Dina) di dapur untuk masak. Karena ini di kampung, maka sarapan di sini makannya makanan berat tapi, aku yang memang doyan apa aja mah hayuk bae, asal tidak beracun mah aku gak nolak. Setelah makanan sudah matang kita menatanya di meja makan. Kita sarapan dengan khidmat.
Aku senang memiliki sahabat seperti Dina. Hanya dialah satu-satunya sahabatku. Kita sudah seperti saudara kandung. Dina anaknya kalem dan manis, dia selalu sabar menghadapi aku yang agak sedikit gak waras. Dina anak satu-satunya Om Damian, sedang Ibunya sudah lama meninggal disaat dimana Dina dilahirkan. Betapa beratnya menjadi Dina. Tapi meskipun begitu dia selalu ceria, karena buat Dina, jika meratapi kesedihan karena ditinggal sang ibu hanya akan menambah beban ibunya di akhirat sana, maka dari itu Dina memilih untuk mengikhlaskan dan mendoakannya. Lagian Om Damian tidak pernah kurang-kurang dalam memperhatikan dan menyayangi Dina. Jadi, dari sini kalian sudah tahu kan status Om Damian? Duren Tajir.
Om Damian juga teman Ayah dalam bisnis. Kekayaannya juga tak kalah dengan Ayah. Tapi, entah kenapa sampai sekarang Om Damian belum juga menikah lagi, mungkin belum ada yang cocok atau Dina yang belum cocok. Entah lah ya.
Setelah sarapan kakek dan nenek Dina pamit ingin pergi ke sawah. Sedang aku dan Dina berencana mau keluar untuk jalan-jalan di sekitar rumah dan mengajak Om Damian. Harusnya sih hari ini sudah ada jadwal mau ke Bukit Bintang, tapi karena cuacanya mendung jadinya dipending dulu. Kita bertiga berjalan kaki sambil mengobrol. Di sini begitu asri, udaranya pun sejuk, begitu damai. Sawah-sawah terlihat hijau subur. Sesekali kita berpapasan dengan tetangga nek Arum. Mereka menganggukkan kepala sopan dan menyapa, benar-benar ramah. Saat ini kita berada diarea persawahan. Karena cuaca sedikit mendung jadinya kita tak kepanasan.
Ditengah asiknya perjalanan, aku melirik gerak gerik Dina, dia membungkuk dan seperti mengelus-elus perutnya.
"Kamu kenapa Din?" Aku yang penasaran dengan kelakuan Dina.
"Kamu kenapa sayang?" Om Damian juga ikut bertanya pada Dina
"Sepertinya perutku mules nih Pa, Zaa."
"Gimana kalau kita balik aja sayang, jalan-jalannya bisa dilanjut nanti atau besok lagi."
"Iya Din, daripada kamu nahan." Aku yang juga setuju dengan Om Damian.
"Gak Pa, aku gak papa, tanggung kan? Kalian lanjut aja jalan-jalannya, aku pulang dulu sebentar nanti aku susul balik kesini lagi, kasihan Zaazaa kan, Pa. Masak baru juga jalan udah balik." Jawab Dina yang dibalas dengan anggukan oleh Om Damian.
"Baiklah, kamu hati-hati ya sayang." Ucap Om Damian.
Aku kaget kenapa Om Damian malah menyetujuinya.
Seperginya Dina, aku merasa sedikit canggung. Aku hanya diam sembari mengikuti dimana kaki Om Damian melangkah, ternyata Om Damian menuju ke sawah yang kini terlihat sangat subur dan hijau. Baru juga aku ingin mengabadikan suasanya persawahan dengan HPku, aku merasakan dingin menerpa kulitku. Ku lihat langit tiba-tiba gelap dan angin kencang datang. Tak lama air hujan pun jatuh dari langit dengan derasnya. Om Damian mengajakku untuk berteduh di dalam rumah kecil karena mau balik pulang pun pasti akan basah kuyup. Rumah ini satu-satunya tempat berteduh di sini dan sepertinya sudah lama kosong. Kita berdua tadinya berteduh di teras depan, tapi karena angin kencang membuat embunan air bisa menjangkau kita. Akhirnya Om Damian mengajakku untuk masuk kedalam agar aman dan tidak basah terkena air hujan. Di dalam terdapat satu kursi panjang dan kita berdua duduk di kursi itu. Tiba-tiba terdengar suara petir menyambar dengan kerasnya, karena aku kaget aku reflek memeluk Om Damian. Bertepatan dengan itu ada tiga orang masuk ke dalam juga ingin berteduh, sepertinya mereka dari sawah. Karena kini posisiku yang masih memeluk Om Damian dan anehnya juga ternyata Om Damian membalas pelukanku. Sontak aku tersadar dan melepaskan pelukanku. Warga yang melihat kami menjadi berpikiran yang tidak-tidak.
"Hei, kalian mau berbuat mesum ya di sini?" Tanya salah seorang warga.
"Tidak Pak, kalian hanya salah paham." Bantahku karena kenyataannya memang tak seperti dengan apa yang mereka pikirkan.
"Benar, kalian hanya salah paham, kami tidak mungkin melakukan hal kotor di sini, memiliki niat pun sama sekali tak ada." Om Damian yang ikut menimpali.
"Ah mana ada kalian mengaku, apalagi kalian jelas-jelas ketahuan sedang berpelukan. Mau mengelak apa lagi?"
"Kalian mau kita laporkan ke RT dan arak keliling kampung atau kami nikahkan?"
Jeduaarrr!!
Pilihan macam apa itu?
"Benar, kita tidak mau di kampung ini dijadikan tempat berzina. Pasti nanti juga akan berakibat pada nama baik kampung kita." Ucap salah satu warga.
Aku pun merasa lemas, gak tau lagi mau bagaimana, mereka tak mau mendengarkan penjelasanku maupun Om Damian. Aku sudah tidak bisa berpikir dengan jernih lagi. Aku sendiri sudah tak begitu fokus mendengarkan apa yang mereka bicarakan. Kejadian ini begitu membuatku kosong dan bengong. Sungguh tidak masuk akal bukan?
Kini aku sudah berada di rumah nek Arum. Om Damian sedari tadi juga hanya diam saja. Di rumah kini sudah ada Pak RT dan banyak warga.
"Bagaimana ini Kung Darman? Para warga kekeh ingin menikahkan mereka berdua." Tanya Pak RT kepada Kakek Dina.
"Mau bagaimana lagi Pak RT. Kami di sini tidak dapat mengelak lagi meskipun saya percaya mereka berdua tak mungkin berbuat hal kotor seperti yang para warga tuduhkan." Pasrah kung Darman.
Mau berdebat yang bagaimanapun di sini posisiku benar-benar salah dan tak bisa disangkal lagi. Aku merasa malu sekali. Juga merasa bersalah sama Om Damian dan keluarga besarnya. Gara-gara aku masalah ini terjadi dan membuat nama keluarga sahabatku jelek. "Ya Allah, apa yang harus aku lakukan? Bagaimana dengan Dina? Ya Allah kenapa aku baru ingat dengan sahabatku ini, pasti dia sangat kecewa sekali denganku. Bagaimana dengan ayah bunda? pasti mereka juga kecewa denganku." semua ini hanya bisa kuucapkan dalam hati. Pasti Om Damian dan keluarganya akan membenciku setelah ini.
"Zaa, Zaazaa, kamu baik-baik saja nak? Kakung dari tadi memanggilmu tapi kamu diam saja ternyata sedang melamun. Apa yang kamu pikirkan nak? Sedih pasti tapi, tidak perlu merasa bersalah. Kakung paham sekali pasti kalian tidaklah melakukan hal itu. Lebih baik kamu sekarang segera mengabari kedua orang tuamu dan bilang untuk segera datang kesini. Semua sudah tidak bisa dihindari lagi. Tadi para warga kekeh untuk segera menikahkan kamu dengan papa Dina. Malam ini juga kalian akan dinikahkan. Nanti kakung yang akan menjelaskan semuanya kepada ayah bundamu." Ucap Kek Darman ku balas dengan anggukan, aku nurut saja, toh benar kata kek Darman, semua sudah tak bisa dihindari lagi. Segera aku menelpon ayah. Tadinya ayah kaget, namun mencoba mengerti.
"Zaa, yang sabar ya, aku tau kok kamu gak salah, aku lebih percaya sama kamu dan papa. Walaupun tadi aku sempat kaget, namun semua sudah terjadi Zaa, di sini masih ada aku, Zaa. Kita akan selalu bersama dan menjadi sahabat." Seru Dina yang tiba-tiba datang masuk ke kamar, pikiranku kosong sehingga tak menyadari kedatangannya. Kita berpelukan saling menguatkan. Aku tahu pasti Dina juga merasa sedih karena hal ini.
......................
Mansion Keluarga Atmadja
"Bun, bersiaplah sebentar lagi kita akan ke Jogja untuk menyusul Zaazaa." Ucap Leo pada Wulan untuk segera bersiap-siap.
"Ada apa yah? Kenapa mendadak sekali?" Tanya Wulan yang penasaran kenapa suaminya mendadak mengajaknya menyusul anaknya.
"Sebaiknya simpan dulu pertanyaan bunda, kita harus segera berangkat, ayah sudah pesan tiket pesawat. Putri kita akan menikah malam ini."
Jelas Leo membuat Wulan memiliki segudang pertanyaan didalam pikirannya.
*Apa yang telah terjadi?* Batin Wulan.