Kanaya Nadhira.Perempuan berparas cantik berusia 28 tahun.Menikah dengan pria pilihannya,Bayu Bagaskara.Namun pernikahannya harus berakhir,karena hadirnya orang ketiga yang tak lain adalah sekretaris sang suami diperusahaan.Dan mengejutkannya lagi,perempuan tersebut sedang mengandung benihnya.Bayu menceraikannya karena ia belum bisa memberikan keturunan.Namun Bayu melupakan satu hal yang membuatnya harus kehilangan semua asetnya.Bagaimanakah kelanjutan kisah Bayu dan Kanaya?Yuk ikuti terus ceritanya..
Dikarenakan ini karya pertamaku , mohon bimbingannya ya😍
Terima Kasih🍒
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diandra Deanova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPS 34
Setelah kejadian malam yang penuh tragedi—dimana mertua mereka menari dengan bule dan hampir menjodohkan diri sendiri—Alex dan Kanaya akhirnya berhasil kabur sejenak. Mereka duduk di dermaga, kaki mereka menggantung di atas air laut yang tenang.
Angin malam bertiup lembut, membelai rambut Kanaya yang sedikit berantakan karena dikejar ibunya sendiri tadi pagi.
Alex menatapnya sambil terkekeh. “Kita baru nikah seminggu… tapi aku merasa sudah menikah dua puluh tahun dengan tambahan tanggung jawab tiga orang tua.”
Kanaya mendesah panjang. “Aku mulai curiga kita yang nemenin bulan madu mereka… bukan mereka yang nemenin kita.”
Mereka saling menatap sebelum akhirnya tertawa kecil.
Kanaya menyandarkan kepalanya ke bahu Alex, sesuatu yang jarang ia lakukan tanpa alasan.
Alex menoleh sedikit, merasa jantungnya berdetak aneh. “Kamu capek, ya?”Kanaya mengangguk kecil. “Capek fisik, iya. Tapi… lebih capek hati.”
Alex terdiam. Ia menunggu Kanaya bicara lebih jauh.
“Dulu aku pikir… pernikahan itu cuma tentang dua orang. Tapi sekarang aku sadar, menikahi kamu berarti menikahi semua yang ada dalam hidupmu,” ujar Kanaya, suaranya pelan.
Alex tersenyum. “Kalau gitu, aku juga menikahi semua yang ada dalam hidupmu.”
Kanaya mendesah, lalu mengangkat wajahnya dan menatap Alex. “Aku suka ibumu. Dia menyenangkan. Tapi aku juga takut…”
“Takut apa?” Alex mengernyit.
Kanaya menelan ludah. “Takut gak bisa jadi menantu yang cukup baik buat dia. Aku tahu Ibumu sudah kehilangan banyak dalam hidupnya… aku cuma gak mau dia merasa kehilangan lagi karena aku gak cukup baik.”
Alex terdiam. Ia tidak pernah berpikir kalau Kanaya akan merasa seperti itu.
Ia mengulurkan tangannya, menggenggam tangan istrinya dengan hangat. “Dengar, ya…”
Kanaya menatapnya.
“Ibu itu mungkin keliatan suka bermain dan gak peduli, tapi dia sayang banget sama aku. Dan sekarang, dia juga sayang banget sama kamu,” kata Alex lembut. “Kamu gak harus jadi ‘cukup baik’. Kamu cukup jadi Kanaya.”
Kanaya menatap mata suaminya yang serius. Untuk pertama kalinya sejak menikah, ia merasa benar-benar dihargai sebagai dirinya sendiri.
Lalu, tentu saja… momen romantis ini hancur begitu saja.
Tiba-tiba terdengar suara “ALEX! KANAYA! LAGI NGAPAIN DI SINI?!”
Mereka sontak menoleh dan melihat Ibu Alex dan Mama Kanaya berdiri di ujung dermaga dengan wajah penuh kecurigaan.
Kanaya langsung mencengkram tangan Alex. “Alex, aku gak kuat lagi. Aku serius… aku mau kabur sekarang juga.”
Alex menatap istrinya dengan ekspresi yang sama. “Aku juga, Naya… aku juga.”
Ibu Alex berjalan mendekat, tangannya di pinggang. “Duduk berduaan gini pasti lagi ngomongin Ibu, ya?”
Mama Kanaya menambahkan, “Jangan-jangan mereka mau rencana aneh lagi.”
Kanaya mengangkat tangan. “Demi Tuhan, Mama, aku cuma lagi menikmati ketenangan hidup. Bulan madu aku berubah jadi reality show, aku cuma butuh napas!”
Ibu Alex dan Mama Kanaya saling berpandangan.
Lalu mereka tertawa.
Alex dan Kanaya tertegun.
“Ternyata lucu juga, ya,” kata Ibu Alex. “Lihat anak-anak kita stress gegara kita.”
Mama Kanaya mengangguk. “Dulu kita juga kayak gitu. Dikejar-kejar keluarga, diminta ini itu… akhirnya kita malah kayak mereka.”
Kanaya dan Alex hanya bisa melongo.
“Tunggu…” Alex mengangkat tangan. “Jadi ini balas dendam generasi?”
Ibu Alex tertawa. “Bukan balas dendam, Nak. Ini… tradisi.”
Kanaya memandang suaminya dengan pasrah. “Alex… kita gak akan menang.”
Alex mengangguk. “Kita sudah kalah sejak awal.”
Tapi anehnya, saat itu juga, Kanaya merasa lebih tenang.
Mungkin bulan madu ini memang kacau, mungkin mereka belum bisa benar-benar menikmati waktu berdua…
Tapi ia tahu satu hal.
Ia menikah dengan Alex bukan karena kesempurnaan, bukan karena kisah dongeng… tapi karena kenyataan.
Dan dalam kenyataan itu, ada keluarga mereka. Ada tawa, ada drama, ada kekacauan, ada cinta.
Dan ada seseorang yang menggenggam tangannya erat, seolah berkata, “Aku akan selalu ada di sini.”
Jadi, mungkin… ini bukan bulan madu terbaik.Tapi ini adalah bulan madu yang paling berkesan.