Tentang kisah seorang gadis belia yang tiba-tiba hadir di keluarga Chandra. Gadis yang terluka pada masa kecilnya, hingga membuatnya trauma berkepanjangan. Sebagai seorang kakak Chaandra selalu berusaha untuk melindungi adiknya. Selalu siap sedia mendekap tubuh ringkih adiknya yang setiap kali dihantui kelamnya masa lalu .
Benih-benih cinta mulai muncul tanpa disengaja.
Akankah Chandra kelak menikahi adiknya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chinchillasaurus27, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hancur (2)
Sesampainya di depan sekolah...
"By nanti gue jemput." ucap kak Sean.
"Gak usah kak, gue bareng temen aja." aku menolak.
Kak Sean akhirnya mengangguk. Aku lalu berpamitan dengan dia. Kak Sean bilang kalo ada apa-apa langsung telfon aja ke nomer dia. Aku mengiyakan nasehat kak Sean tersebut, lalu pergi menuju ke kelasku.
"GABY!" Aku terlonjak kaget tatkala Lily menabok punggungku dari belakang. Aku belum sampai kelas, lagi-lagi aku bertemu Lily di koridor sekolah.
"Apa sih?" tanyaku pada Lily. Sumpah ya punggungku seketika rasanya panas sekali karena tabokan dia.
Eh si Lily ini cuma ketawa. Aku gak ngerti maksudnya kenapa kalo diajak ngobrol dia tuh selalu ketawa kayak gitu.
Ketiga temennya tiba-tiba dateng dari belakang.
"Ayo Lily, kalo lo gak buruan pergi kita tinggal nih." ucap Jesi.
"Bentar dong gue lagi cari pasukan tauk. Pas banget Gaby ada disini, kita kurang satu orang yakan?" kata Lily.
"Emang nih anak mau?" tanya Jena sambil menatap tidak yakin kepadaku.
Nih Lily and the geng mau ngapain sih kok bawa-bawa aku segala?
"Heh By, lo ikut gue ya. Plisss kali ini aja, gue bakal bayar lo deh." kata Lily sambil memohon-mohon kepadaku.
"Emang mau kemana?"
Lily lalu berbisik di telingaku. Mataku auto membelalak setelah mendengar perkataan Lily barusan.
"Gak. Gue gak mau." ucapku lalu beranjak pergi. Tapi Lily menahan tanganku secara tiba-tiba yang otomatis aku tidak bisa melanjutkan langkah kakiku.
"Lo harus ikut. Gue maksa!"
"Lily tapi gue gak mau. Gue gak mau kena masalah."
"Denger ya ini tuh aman. Yakin deh gak bakalan ada yang tau." ucap Lily.
Temen-temennya Lily cuma natap sinis. Mawar kemudian membuang napas kasar. "Udah ah gausah diajakin. Kelamaan keburu bel masuk anjir!" ucap Mawar.
"Iya deh. Entar biar gue aja yang double." kata Jena. Dia kemudian melepaskan tangan Lily dari tanganku.
"Tapi gak bisa gitu Jen."
"Bisa Li."
"Lo gak bisa Jen."
"Apasih yang gak gue bisa Li."
"Gak bisa goblok!"
"Bisa sat!"
Mereka berdua malah cekcok. Ini kesempatanku buat kabur. Aku langsung lari menuju kelas.
"Woyyy Gaby!!!!" teriak Lily.
Akhirnya aku udah sampek kelas dengan keadaan napas yang masih ngos-ngosan. Syukurlah Lily gak ngejar sampek sini.
Gila tuh anak, masa ngajakin bolos sekolah. Dan yang lebih bikin geleng-geleng kepala, dia nawarin aku buat ikut ke hotel. Woii ngapain tuh ke hotel???
Astaghfirullahaladzim aku bener-bener gak nyangka sama kelakuan mereka itu.
"Lo kenapa By?" tanya Juno.
"Gak kenapa-napa. Eh Jeje belom dateng ya?"
"Belom." jawab Juno.
"Oohhh." ucapku.
"Loh Fran kok lo masuk sekolah sih? Katanya hari ini mau ijin." Aku kaget saat melihat Refran memasuki kelas. Dia kemarin kan ngeluh katanya perutnya sakit.
"Alhamdulilah gak jadi, gue udah sembuh kok." ucap Refran lalu duduk di bangkunya yang ada di belakangku.
"Terus kata dokternya apa? Kenapa bisa sampek sakit perut ha?" tanyaku.
"Emm gue gak jadi ke dokter kemarin, karena ujan. Akhirnya sama mama dibikinin jamu aja deh di rumah." jawab dia.
"Tapi sekarang udah aman kan?" tanya Juno yang duduk disebelahnya.
"Udah." ucap Refran.
Tapi tiba-tiba Refran berdiri. Refran meringis sambil memegangi perutnya.
"Kenapa lo? Mules lagi?" Juno curiga.
Refran pun mengangguk. Padahal belum ada 5 menit dari perbincangan kita tadi.
"Keluar woyy, sana di kamar mandi jangan disini. Cepet!" usir Juno.
Refran lalu menarik tanganku. Aku disuruh nganter dia ke kamar mandi. Yaudah deh daripada keluar di dalem kelas kan bau.
Kita berdua lalu lari ke kamar mandi cowok.
"Jangan lama-lama Fran." suruhku pada Refran yang sudah menghilang masuk ke salah satu pintu.
Aku menunggu Refran hingga selesai.
10 menit kemudian...
Jam pertama mau dimulai, tapi Refran tak kunjung selesai. Kenapa lama banget sih, jadi keinget Hafi dulu yang katanya diprank eek.
Aku kemudian menuju ke pintu dimana Refran berada. Aku gedor-gedor pintunya.
"Fran buruan!"
"Kalo gak keluar yaudah lo aja yang keluar. Ntar kalo mules lagi gue anterin lagi deh!"
"Ayo balik! Bentar lagi bel masuk!" seruku dari luar.
"Iya iyaa." respon Refran dari balik pintu. Terdengar suara siraman dari sana. Kayaknya Refran lagi cebok sekarang.
Aku lalu jalan ke depan lagi, soalnya gak tahan. Disana tadi bau banget gesss.
Belum sampek depan tiba-tiba aku lihat Jevin yang lagi jalan dari kejauhan. Tasnya masih berada di punggungnya. Kayaknya dia baru aja dateng dan mau menuju kelas.
Aku lalu sembunyi di balik tanaman besar yang berada di sebuah pot, aku mau kagetin dia kalo udah sampek depan kamar mandi cowok. Moodku lagi bagus nih, gak kayak kemarin.
Stttt! Jangan berisik biar gak ketahuan.
1 menit, 2 menit, hingga 5 menit sosok Jevin belum nongol juga. Padahal gak perlu waktu selama itu buat jalan ngelewatin kamar mandi cowok ini.
Kenapa lama banget?
Karena penasaran aku lalu mendongak keluar.
Set.
Seketika mulutku auto menganga. Aku kaget banget sama pemandangan di hadapanku.
Jantungku rasanya berhenti berdetak seketika. Aku bener-bener tidak percaya sama apa yang aku lihat sendiri.
Astaghfirullahaladzim.
Jevin lagi berciuman dengan seseorang.
Aku hanya bisa mematung di tempat, menyaksikan pacarku melakukan hal yang tidak senonoh di depan mata kepalaku sendiri.
Sakit banget.
Tidak jelas siapa lawannya itu karena tertutup tubuh Jevin dan terhalang tanaman yang ada di pot di hadapanku. Aku hanya lihat tangannya menarik tengkuk Jevin.
Jevin terlihat begitu menikmati ciumannya. Kepalanya bergerak naik turun. Suara lenguhan keluar dari aktifitas mereka membuat hatiku semakin sakit.
Memang benar dugaanku sejak kemarin, Jevin itu berselingkuh. Ini semua salahku. Aku seharusnya gak pacaran sama orang yang belum aku tahu seluk beluknya.
Aku bodoh. Aku sangat bodoh mau menerima Jevin hanya karena dia baik kepadaku. Dan sekarang liat, setelah sifat aslinya terbongkar....
Aku sungguh sangat menyesal.
Sangat, sangat menyesal.
Cup.
Jevin melepaskan ciumannya. Setelah itu mereka berbincang. Aku tidak tahu apa yang mereka perbincangkan, suara mereka sangatlah pelan hingga tidak terdengar di telingaku.
Mataku masih memandang ke arah Jevin, aku masih berusaha melihat siapa sosok di baliknya itu. Siapa cewek itu sebenarnya.
Deg
Mataku membelalak sempurna. Aku sangat syok mengetahui siapa sosok yang berciuman dengan Jevin.
Max?
Seketika kakiku lemas. Air mataku langsung menetes membasahi pipi. Rasanya perasaanku lebih sakit berkali-lali lipat sekarang juga.
Jevin berciuman dengan Max?
Aku bener-bener gak nyangka. Aku gak percaya sama apa yang sudah aku lihat. Tolong siapapun bangunkanku dari mimpi buruk ini.
Ke-kenapa harus Max?
Dia cowok yang keluar dari semak-semak bersama Jena waktu itu kan. Dan sekarang cowok itu baru saja berciuman dengan pacarku, Jeje.
Dadaku sangat sesak mengetahui kenyataan itu.
Aku pergi meninggalkan tempat ini. Berlari sangat jauh. Hingga akhirnya aku berhenti di dekat tumpukan barang-barang bekas. Aku telah berada di belakang sekolah.
Kakiku benar-benar lemas, tidak kuat menopang badanku lagi. Aku mendudukkan diriku di tanah. Kepalaku pusing, aku masih tidak habis pikir sama apa yang baru saja aku lihat.
Kenapa kejadian-kejadian tak terduga terus terjadi?? Semalam Kak Silvy dan sekarang Jevin.
Mataku panas. Aku menutup wajahku dengan kedua tangan. Tangisku kembali pecah.
Aku pengen pulang. Aku pengen ketemu kakakku di rumah. Aku gak kuat disini.
"Gaby..."
Aku mendongakkan kepala ketika namaku dipanggil. Sembari memegangi dadaku yang masih amat sesak, aku akhirnya bersuara. "Krista?"
"Lo udah tau? Gue minta maaf ya By."
"Lo tau kelakuan temen lo kayak gitu, tapi kenapa lo gak ngasih tau gue dari awal? Lo jahat Ta."
Krista menghampiriku, lalu memberikan sebuah pelukan ke tubuhku.
"Udah jangan nangis By. Dengerin penjelasan gue dulu By. Gue seneng banget ketika dia ngasih tau gue kalo dia pacaran sama lo. Gue pikir dia sekarang udah normal kayak yang lainnya berkat lo By." ucap Krista.
"Jadi selama ini lo manfaatin gue?"
"Enggak gitu By. Gue cuma pengen temen gue sembuh. Cuma lo yang bisa bantu dia. Gue tau kalo lo syok, tapi gue mohon jangan putus. Jangan nyerah ya By. "
Aku menggeleng.
"By please." ucap Krista memohon.
"Gue gak bakalan bisa bikin dia sembuh Ta." ucapku lalu melepas kalung yang diberikan Jevin dari leherku.
"Tolong bilang ke Jevin, kita selesai."
Aku memberikan kalung ini ke Krista, lalu pergi.
...***...
Jam udah menunjukkan pukul setengah 3, bentar lagi bel pulang sekolah. Aku gak ikut pelajaran dari jam pertama. Aku memilih berdiam diri di UKS, aku gak mau balik ke kelas.
"Kamu belum balik dek?" tanya Petugas UKS.
Aku lantas menggeleng.
"Apa ada nomer keluarga yang bisa dihubungi?" tanya dia lagi.
Aku menggeleng lagi. Ponselku masih berada di dalam kelas.
"Apa saya antarkan pulang aja. Rumah kamu dimana dek?"
"Enggak bu, makasih. Saya nungguin kakak saya aja bentar lagi jemput kok." jawabku.
Kakak?
Gimana kabar dia?
Chandra di rumah lagi apa ya?
"Astaghfirullahalladzim Gaby! Ternyata lo disini ya. Kita cariin kemana-mana, gue pikir lo ilang digondol jurig penunggu kamar mandi." ucap Refran yang tiba-tiba masuk ke ruang UKS.
Gak cuma Refran aja, ada Juno, Hafi, Jiko, Chris dan juga.... Jevin.
Hafi lalu duduk di tepi ranjangku. Dia menyentuh dahiku menggunakan punggung tangannya.
"Lo sakit ya?" tanya Hafi.
"Pusing dikit." jawabku.
"Kalo tau lo ada disini, gue mending ikut kesini dari tadi." ucap Jiko yang kini merebahkan tubuhnya di ranjang yang kosong.
"Gue juga." timpal Chris.
"Sumpah ya By, pelajaran matematika bikin otak gue mendidih. Mana tadi kelas kita bau busuk banget. Udah matematika bikin pusing ditambah kekurangan oksigen juga. Gara-gara kentutnya ini si kutu kupret!" Hafi menyentil jidat Refran. Seketika Refran mengaduh kesakitan.
Anak-anak pada tertawa, terkecuali aku dan... Jevin.
Aku masih sangat kesal. Aku malas melihat wajah Jevin.
Aku memilih memandang ke arah lain.
"Hei hei! Sintia wa gue nih katanya gurunya udah balik ke kelas." ucap Juno yang sedang melihat ke arah layar ponselnya.
"Yuk yuk balik yuk!" ajak Hafi pada anak-anak.
"Lo gak ikut balik By?" tanya Refran.
Aku menggeleng sebagai jawaban.
"Yaudah nanti kalo pulang gue bawain tas lo kesini ya."
Aku mengangguki ucapan Refran.
Anak-anak lalu keluar dari ruangan UKS. Tapi ada satu anak yang ketinggalan. Bukan ketinggalan tapi sengaja meninggalkan dirinya disini.
"Gaby." panggilnya.
Aku cuma diem, mencoba tak manghiraukan panggilan dia.
"Sayang."
"Cukup! Kita udah selesai Je!" tegasku.
Jevin lalu mendekat. Dia mencoba memegang tanganku, tapi langsung aku tepis.
Tiba-tiba Jevin berlutut di bawah ranjangku.
"Gaby gue mohon tolong jangan putusin gue. Gue cinta sama lo By."
"Je, berdiri." suruhku.
"Beri gue kesempatan dulu, gue janji gue bakalan berubah By."
Jevin sekarang menangis. Dia memohon-mohon kepadaku. Tapi aku gak bisa, aku gak mau.
Aku sudah terlanjur jijik dengannya.
"Gaby gue cuma pengen sembuh..."
Ucapan Jevin sontak membuatku mematung. Dia sebenarnya sadar atas apa yang dia lakukan itu salah. Aku tau gak mudah berada di posisi Jevin. Tapi aku bisa apa, aku gak bisa bantu apa-apa. Apa dengan pacaran denganku dia bisa sembuh? Enggak ada jaminan juga....
Aku turun dari ranjang UKS. Bukan mau membantu Jevin berdiri, tidak. Aku mau keluar dari ruangan ini. Aku mau balik ke kelas.
Meninggalkan dia.
Tapi...
"Lepasin." Tiba-tiba tanganku ditahan olehnya.
"Kasih gue kesempatan By. Lo masih cinta kan sama gue, iyakan? Lo gak bisa bo'ong." ucap dia.
Aku menghempaskan tangan Jevin itu lalu berlari pergi meninggalkannya.
...***...
"Turun dimana neng?" tanya pak sopir angkot berhasil membuyarkan lamunanku tentang kejadian tadi disekolah.
"Emm... depan sana pak." jawabku.
Angkot akhirnya berhenti di depan komplek. Aku lalu turun dan berjalan pulang ke rumah.
Hari ini benar-benar hari yang bikin aku sakit kepala. Tapi aku tidak ingin berlarut-larut gara-gara kejadian tadi. Tapi di satu sisi aku juga tidak akan bisa lupa gitu aja. Rasanya sudah nancep ke memoriku. Bakalan sulit buat lupa.
Aku udah sampek di depan gerbang rumah. Oke, aku gak boleh kelihatan sedih gini di depan Chandra.
"Assalamualaikum. Gaby pulang." ucapku ketika melangkahkan kaki ke dalam rumah.
Salamku tak kunjung mendapat jawaban. Hmm apa Chandra masih belum baikan juga?
"Waalaikumsalam."
Deg....
"Eh itu kakakku!"
Dia dari tersenyum ke arahku.
Aku langsung berlari memeluknya.
Kini Chandra udah baikan. Dia terlihat segar dan ceria gak kayak semalam. Alhamdulilah.
Melihat Chandra yang seperti ini seketika rasa sedihku lenyap begitu saja. Sakit di hatiku gara-gara kejadian tadi langsung terobati.
Aku beralih mengamatinya dari atas sampek bawah. Dahiku seketika mengernyit.
"Kok rapi banget?"
"Kamu lupa ya kan kita mau ke Solo dek." ucap dia.
Senyum langsung terukir di wajahku. Aku sangat bahagia banget, ternyata Chandra menepati janjinya.
~tbc...