Namaku Melody Bimantara, umurku baru dua puluh dua tahun, tapi sudah menjadi Manager sebuah hotel bintang lima milik keluarga.
Yang membuat aku sedih dan hampa adalah tuntutan orang tua yang memaksa aku mencari lelaki yang bisa dinikahi.
Kemana aku harus mencari laki-laki yang baik, setia dan mencintaiku? sedangkan para lelaki akan mundur jika aku bilang mereka harus "nyentana"..
Tolonglah aku apa yang harus aku perbuat??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DITANGKAP POLUDI
Akhirnya aku masuk ke kamar setelah Sri banyak bercerita. Sri yang tidak mengerti masalah aku dan keluarga Arunakha, merasa sedih, dia mengira mertuaku baik dan penyayang.
"Saya tidak tega melihat suami nona babak belur. Saya yakin tuan Bryan yang mem*kulnya, tuan sering memukul orang. Padahal saya sudah filling, saat tuan Bryan datang, maunya saya memberitahu nona, tapi saya pikir tidak ada masalah, karena nona bersama suami. Kenapa dia memukul suami nona, salahnya dimana?"
"Siapa yang pernah dipukul? Aku memang benci padanya. Semoga papa tahu sifat aslinya."
"Saya pernah dengar tuan Bryan berdebat dengan nona Julianti, terus nona Julianti berteriak karena dipukul. Saya tidak berani nguping. Jangan diambil hati nona, itu sudah biasa terjadi."
"Maksudmu, aku tidak mengerti kenapa ....."
"Nona, tolong tuan dijaga kondisinya. Jika ada berita yang sekiranya membuat tuan kaget lebih baik di simpan saja. Jangan terlalu memberatkan pikiran tuan." ucap dokter Arya memotong percakapan ku dengan Sri.
Aku kaget ketika dia berada di belakang. Aku terlihat seperti anak durh4k4 yang tidak menemani papanya diobati. Terus terang aku mu4k dengan Bryan yang sock baik mengurus papa yang sedang sakit.
"Sudah selesai dokter, maaf...saya pasti akan merawat papa." sahutku datar.
"Sekali-kali nona menjadi anak penurut demi umur panjang tuan." duhh...pasti Bryan cerita yang tidak-tidak.
Ucapan dokter membuat aku tersinggung, seolah-olah akulah yang membuat papa sakit, aku arogan, jahat, kaku, padahal aku sudah banyak mengalah, harus mengalah apa lagi?
Aku sudah menjadi anak penurut, nerima anjuran papa yang ingin menjodohkan ku dengan Bryan.
Bagi ku tindakan papa, tidak jauh dari kem*ngkaran yang merongr0ng jiwaku. Tidak tahu kenapa akhir-akhir ini papa sering berbuat begitu padaku. Tingkah lakunya terlihat aneh.
"Baiklah dokter..." jawabku dengan senyum dipaksa.
Dokter pamit pulang, aku menyuruh Sri menyiapkan makan malam. Aku kembali masuk kamar dan melihat papa rebahan di ranjang sambil berbincang-bincang.
Aku melihat Bryan tersenyum sinis padaku. Heran!
"Bagaimana keadaan papa? Sudah agak mendingan?"
"Sudah baik, papa disuruh pasang ring..."
"Itu operasi kecil pa, kalau papa siap kita lakukan."
"Papa tidak berani, jangan dipaksa. Kamu tidak mengerti pikiran papa." Bryan nyolot dan merasa paling tahu.
"Aku bertanya kesiapan papa tidak ada menyuruh harus operasi." sahutku pelan.
Aku berusaha mengendalikan diri dan menahan amarah ku. Biasanya buah jatuhnya tidak jauh dari pohonnya. Pak Alit ayahnya Bryan baik, sederhana dan sopan. Tapi anaknya seperti Ser*gala. Betul-betul bikin mu4kk.
"Papa akan minta di operasi kalau kondisi dan situasi memungkinkan."
"Papa, jangan berpikir tentang biaya. Atau pekerjaan. Di Bali rumah sakitnya sudah canggih. RS Internasional sangat mirip dengan yang di Singapore. Semua biaya rumah sakit aku yang tanggung."
"Bukan masalah biaya sayank, papa keras memikirkanmu. Kamu harus cepat nikah dan memberikan papa cucu."
Mul*tku langsung bungkam. Ingin aku berlari dan berteriak lantang kepada dunia, bahwa kehancuran jiwaku akan mulai disaat aku menikahi Bryan.
Papa pasti tidak mau tahu, dihadapannya Bryan seperti domba yang berbulu lebat.
Ya Tuhan...apa yang harus aku lakukan, kenapa papa tidak faham penderitaan bathinku.
"Melody kamu jangan acuh, dengarkan omongan papa. Rencananya kita menikah secepatnya supaya papa tenang dan bisa pasang ring untuk jantungnya."
"Bryan, aku belum cerai dengan suamiku. Tadi aku minta cerai, tapi dia mengatakan akan menuntutku kalau nekat menikah." aku bohong.
"Tidak usah dipercaya omongannya. Dia mencoba memanfaatkan kamu, coba saat kamu miskin dia tidak peduli. Laki-laki matre. Apapun yang dia katakan jangan takut. Kalian belum punya akte nikah, cuma catatan dari adat saja, jadi tidak usah ragu. Orang miskin begitu bisa apa." kata Bryan percaya diri.
"Sayank, papa mau konsultasi dengan para Tetua, siapa tahu ada masukan baru. Kamu harus terus terang dengan Tetua tentang suamimu yang dulu." ucap papa berusaha berdiri. Bryan sigap membantu papa bangun.
"Tidak ada yang perlu diceritakan paa, kalau papa sudah memutuskan aku akan menurut." ucapku tersenyum getir.
"Kamu memang anak yang baik, papa mau pergi dulu kerumah para Tetua, jaga diri dan jangan berantem dengan Bryan."
"Baiklah paa, sebaiknya papa makan dulu." ucapku ikut berdiri. Papa mem*luk dan mencium kening ku.
"Aku saja yang ngantar papa ke rumah para Tetua."
Bryan kembali memperlihatkan kebaikan. Belum menikah dia sudah memanggil papa, padahal dulu 0m. Apapun yang dia lakukan di mataku tetap salah. Dulu aku membenci Arunakha, sekarang aku akan membelanya. Dengan begini aku harap Bryan menghilang dari hidupku.
"Sudah ada bapakmu dan paman Suta dan dua orang ibu. Kamu jaga calon istrimu di rumah, papa jalan dulu."
"Baiklah hati-hati di jalan paa.."
Bryan mengantar papa keluar kamar menuju lobby untuk bertemu paman Suta dan orang-orang yang mau di ajak ke Tetua. Aku mengambil hape memeriksa akses cctv di lobby dan garasi.
Tidak ada siapapun di lobby dan di garasi. Mungkin mereka ke ruang tamu, pikirku. Di ruang tamu tidak ada akses cctv, jadi aku tidak bisa melihat dari hape.
Setelah mengunci pintu kamar, aku cepat menuju kamar mandi, rasanya gerah ingin berendam lama di bathtub.
Baru masuk kamar mandi aku mendengar hapeku berdering. Kembali ke nakas dan melihat siapa yang menghubungiku.
Aku kaget setengah mati melihat Bryan di giring ke mobil polisi. Dadaku tiba-tiba sesak. Aku tidak peduli dengan Bryan tapi aku khawatir kepada papa.
Dimana papa kenapa tidak bersama Bryan gegas aku keluar kamar menuju lobby.
"Nona...nona...." teriak Sri. Aku menoleh dan melihat Sri berlari ke arahku.
"Ada apa Sri, dimana papa?"
"Tuan besar pergi bersama pak Alit serta tuan Suta. Saya shock ketika polisi datang menangkap tuan Bryan."
"Kenapa Bryan di tangkap? kamu tadi mendengar pembicaraan mereka?"
"Tidak ada nona, saya tidak berani dekat dengan polisi. Saya melihat tuan Bryan marah, matanya merah, wajahnya merah sungguh menakutkan."
"Kamu melihat papa ku, gimana reaksinya ketika polisi menangkap Bryan?"
"Saya tidak melihat yang itu, mereka ada di ruang tamu. Ketika tuan besar keluar dia terlihat pucat. Pak Alit memapahnya menuju mobilnya tuan Suta."
"Aku khawatir dengan papa tapi aku tidak berani menelponnya. Aku betul-betul khawatir memikirkan papa."
"Tenang nona, jangan berpikiran negatif supaya tidak semua nanti sakit. Nona tunggu khabar selanjutnya."
Aku hanya bisa mengangguk, menunggu khabar selanjutnya. Aku mengambil hape untuk melihat pengirim vidio.
Ternyata nomer pribadi. Aku berpikir keras, tapi tidak menemukan tersangka.
****
onel dapatt dari mana si munarohhh iniii??
aduhhhhh kasiannn itu yang tak bisa tumpah
. tapi udaaa penuhhh di otak