Namaku Melody Bimantara, umurku baru dua puluh dua tahun, tapi sudah menjadi Manager sebuah hotel bintang lima milik keluarga.
Yang membuat aku sedih dan hampa adalah tuntutan orang tua yang memaksa aku mencari lelaki yang bisa dinikahi.
Kemana aku harus mencari laki-laki yang baik, setia dan mencintaiku? sedangkan para lelaki akan mundur jika aku bilang mereka harus "nyentana"..
Tolonglah aku apa yang harus aku perbuat??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SAHABAT ADALAH MAUT
Aku menarik nafas kasar, dadaku masih terasa sesak sehabis berantem dengan dua manusia yang tidak tahu diri. Dengan tangan gemetar aku menerima air mineral dari Tumy.
"Terimakasih.." ucapku sambil menghapus sisa air mata.
Ingin sekali aku mel*dakkan Julianti supaya menjadi serpihan kecil dan aku tend4ng manusia itu sejauh mungkin. Aku baru mengerti kenapa dia berani ikut campur dengan masalahku. Dia merasa sudah menjadi pengganti mama.
Pantas dandanannya seperti sosialita, ternyata u4ng papa dipakai untuk tujuan bus*knya. Aku harus menyelidiki lebih jauh kehidupan Julianti ini.
"Syet4n cosplay jadi Julianti, manusia yang tidak tahu diri." geramku.
"Ternyata dia menusukmu dari belakang. Teman apa itu, bi4d4b. Dia pasti datang saat kamu tidak di rumah dan merayu papamu, kurang ajar sekali."
"Kita ke ruangan HRD siapa tau mereka mengetahui perselingkuhan papamu."
"Coba saja, mungkin mereka semua tahu tapi takut cerita padamu. Sepertinya papa mu dikendalikan oleh prempuan itu."
"Terlihat begitu." sahutku kesel.
Kami naik lift turun ke bassement. 0ffice bermarkas disini, setiap devisi punya manager. Aku sendiri manager marketing. Sedangkan Jenderal Manager berada di lantai tiga.
"Aku baru tahu kantornya berada di bawah ternyata ramai dan terang."
"Hampir semua hotel begitu, hanya aku dan papa ruangannya di atas, harusnya manager marketing dibawah, tapi aku ingin berdampingan sama papa." jawabku pelan.
Kami terdiam, aku melanjutkan mencari manager HRD yaitu ibu Fani.
Setelah mengetuk pintu aku langsung masuk. Bu Fani terlihat kaget melihatku dia lalu berdiri.
"Sore bu Fani...."
"Nona Melody, lama sekali tidak bertemu, bagaimana khabarnya?" tanyanya grogi. Mungkin dia berpikir aku datang untuk melabraknya karena tidak menceritakan apa yang terjadi. Dia mengulurkan tangannya kepadaku.
"Kenalkan ini temanku dokter Tumy." ucapku. Mereka berjabatan tangan sambil melempar senyum.
Kami kembali duduk berhadapan berbatas meja. Kentara sekali kalau bu Fani gugup.
"Maaf bu Fani aku mengganggu pekerjaan mu. Aku kesini pasti ada tujuan tertentu." kataku berjeda, aku menarik nafas lelah kemudian melanjutkan lagi.
"Aku tidak baik-baik saja. Mungkin bu Fani sudah tau masalahku di sosial media. Aku heran apa maksudnya mem-blow up serta menyudutkanku. Begitu benci kah mereka padaku? Walau ceritanya tak semuanya benar, tapi aku tidak ingin mengklarifikasi biarkan orang luar menilai ku negatif atau positif, aku tidak peduli."
"Siapa kira-kira yang menyebar luaskan ceritanya sampai sedetail itu?" tanya bu Fani ingin tahu.
"Waktu aku bercerita kepada papa, ada Bryan dan Julianti, waktu pertama kali bertemu di rumahku itu, aku tak mengerti kenapa papa membiarkan kedua orang itu ikut campur membahas masalahku. Tapi aku tidak mau menuduhnya. Aju yakin karma." kataku pelan.
"Kadang kita tidak tahu mana kawan mana lawan. Semoga kedepannya nona baik-baik saja. Bagaimana khabar mama?"
"Jangan menutup mata bu Fani, segala sesuatu yang terjadi di hotel pasti bu Fani tahu, sebagai pribadi atau sebagai Human Resource Development. Aku cuma ingin tahu mulai kapan Julianti jadi selingkuhan papaku?" tanyaku menohok.
Bu Fani seolah kaget, dia menutup mulut dengan tangannya. Aku biarkan dengan tingkahnya.
"Aku sangat kecewa kepada papa. Dulu dia laki-laki setia sangat sayang kepada mama dan anak-anaknya. Tidak pernah papa memukul aku, atau membentak ku dengan kasar. Tapi tadi dia men4mparku demi membela Julianti." ucapku dengan suara serak.
"Sabar Mel..." ucap Tumy mengelus-elus punggungku.
"Astaga, tidak disangka pengaruh Julianti begitu besar terhadap papamu. Semenjak dia selingkuh sepak terjangnya merajalela membuat karyawan pada mengeluh."
"Aku tidak mengerti fungsi dia di hotel ini, selain nungguin papa apa gunanya berada disini setiap hari."
"Semenjak dia dekat dengan tuan dia tidak di ruangannya lagi. Dulu dia kerja di housekeeping sekarang sekretaris tuan dan satu ruangan. Mulai memata-matai karyawan. Semenjak itu banyak yang dipec4t pokoknya s4dis."
"Sudah lama dia selingkuh, apa sebelum mama sakit." tanyaku.
"Dari sebelum mama nona sakit. Mungkin sudah ada delapan bulan dari sekarang. Mama nona sebelum memergoki suami dan Julianti, masih sering datang kesini. Saya juga heran kenapa nyonya tidak lagi datang setelah kejadian itu. Tidak ada yang tahu nyonya sakit. Makanya kita semua kaget melihat nyonya lumpuh saat ulang tahun nona." tutur bu Fani.
Air mataku bergulir jatuh membayangkan keadaan mama saat memergoki papa dengan Julianti. Betapa sakitnya, pasti hatinya hancur.
"Aku ingin melaporkan mereka atas sakitnya mama." ucapku lirih.
"Nona, memang terasa sakit kalau orang yang kita sayangi dan cintai berkhianat. Tapi pikir baik-baik. Keluarga nona adalah orang terpandang, berkasta tinggi, kaya raya. akan ada mosi tidak percaya. Saham akan anjlok."
Aku terdiam, dalam hati aku mengakui kelemahanku jika melakukan tindakan ceroboh. Harus dipikir lebih matang.
"Lebih baik kamu mencari pengacara, diskusikan dulu. Aku akan menemanimu." ucap Tumy menatap Melody.
"Dokter Tumy benar, cari pengacara yang bisa dipercaya. Untuk menakutinya saja, terutama terhadap Julianti." Ucap bu Fani.
Seperti kata pepatah, menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri. Jika aku melapor ke polisi, papa dengan Julianti akan kena pasal. Bagaimanapun aku menyikapi masalah ini nama keluarga pasti tercoreng.
"Baiklah bu Fani, terimakasih atas waktunya. Aku minta ibu berada ditengah. Kalau nanti ada pertanyaan di fihak papa, katakan aku mau melapor ke polisi."
"Saya juga akan menakut-nakuti Julianti dan mengatakan kalau nona dapat info akurat dari nyonya."
"Baiklah kalau begitu. Aku akan ke rumah sakit untuk menjaga mamah." ucapku lalu berdiri dan mohon diri.
Sepanjang perjalanan kami irit bicara. Pikiranku tidak menentu membuat mood aku berubah.
"Aku baru sadar, kalau kamu belum makan. Maaf Tumy, kita ke Kamadhuk dulu untuk makan. Disini makanannya super enak." ajakku.
"Tidak apa-apa, aku juga mau pulang."
"Aku merasa egois, kalau kamu menolak ajakanku."
"Biasa sajalah, khan sudah minum."
Dokter Tumy tidak bisa menolak ketika tanganku menarik tangannya. Kami akhirnya duduk berdua di pojok. Tidak ada selera makan, aku hanya minum air mineral karena tidak bisa ngopi.
"Isi perutmu sedikit, roti atau nasi jinggo." ucap Tumy memesan nasi ayam betutu.
"Makanlah, aku mau siomay saja."
Kami makan buru-buru karena memikirkan mama. Apalagi sudah sore ntar lagi malam. Banyak hal yang kami diskusikan tentang kesehatan mama.
"Melody, segala sesuatu yang kita punya adalah milik Tuhan dan akan kembali padanya. Belajar ikhlas dan sabar. Saat ini Kamu sudah dua puluh tiga tahun sama denganku. Bedanya aku sudah punya anak satu. Berarti kau sudah dewasa dan bukan anak manja lagi. Jadi apapun yang terjadi kepada papa dan mama mu itu sudah takdir, kamu haru rela." ucap Tumy berbelit-belit.
*****
Mau ngomong apa sih dokter Tumy jadi tidak sabar mendengar kelanjutannya.
sukses selalu ceritamu
tunggu karma mu kalian berdua !!😤