Semua cintanya sudah habis untuk Leo. Pria tampan yang menjadi pujaan banyak wanita. Bagi Reca tidak ada lagi yang pantas dibanggakan dalam hidupnya kecuali Leo. Namun bagi Leo, Reca terlalu biasa dibanding dengan teman-teman yang ditemui di luar rumah.
"Kamu hoby kan ngumpulin cermin? Ngaca! Tata rambutmu, pakaianmu, sendalmu. Aku malu," ucap Leo yang berhasil membuat Reca menganga beberapa saat.
Leo yang dicintai dan dibanggakan ternyata malu memilikinya. Sejak saat itu, Reca berjanji akan bersikap seperti cermin.
"Akan aku balas semua ucapanmu, Mas." bisik Reca sambil mengepalkan tangannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Rusmiati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Orang Iseng
Leo mengecek cctv parkiran. Matanya menyipit saat tidak asa satupun orang di sana. Hari ini memang Leo berangkat lebih siang. Parkiran sudah penuh, dan Leo harus parkir di barisan belakang. Tapi foto itu diambil dari belakang. Artinya Leo harus mengamati bagian belakang sejak ia turun dari mobil hingga memasuki kantor.
Tidak ada orang di sana. Tidak mungkin orang itu ada di dalam mobil. Lalu foto itu diambil dari mana? Siapa yang bisa mengambil fotoku dengan Mba Ara?
Setelah kecewa karena tidak ada jawaban atas tuduhannya, Leo kembali ke ruangan. Ah, memikirkan hal itu hanya akan membuatnya abai terhadap tugas kantor. Sejenak Leo menyingkirkan rasa penasarannya karena hari ini akan ada kunjungan dari Pak Haris, penanam saham terbesar di perusahaan itu.
"Pak Alam masih di rumah sakit?" tanya Pak. Haris.
Leo gelagapan mendengar pertanyaan itu. Mba Ara segera menjawab pertanyaan Pak Haris. Jawaban Mba Ara membuat Leo terkejut. Pak Alam di rumah sakit? Setahu Leo, Pak Alam memang sakit. Tapi ia tidak tahu jika atasannya itu sampai dirawat di rumah sakit.
Setelah Pak Haris selesai dari kunjungannya, Leo izin untuk menemui Pak Alam ke rumah sakit. Karena buru-buru, Leo bahkan melupakan ponselnya tergeletak di atas meja. Leo yang tidak sempat mengabari Reca, membuat Reca berkali-kali menghubunginya.
"Mas, kok kamu gak ngasih tahu aku sih Pak Alam di rumah sakit?" tanya Reca.
Pertanyaan Reca membuat mata Leo terbelalak. Bagaimana mungkin Reca ada di sana padahal ia lupa mengabarinya. Ya, masalah rumah tangganya sudah membuat Leo tidak fokus. Tidak tahu Pak Alam dirawat, tidak ingat ponselnya ditinggal di atas meja. Ah, masih ada beberapa keteledoran Leo yang lain.
Belum sempat Leo menjawab pertanyaan Reca, ia kembali dibuat bingung dengan foto yang ditunjukkan Reca. Foto dirinya dengan seorang perempuan yang sama sekali tidak dikenalnya. Mereka baru bertemu pertama kalinya. Obrolan pun hanya basa basi sebatas bertanya siapa yang sakit dan saling mendoakan.
"Kita pulang ya!" ajak Leo.
Reca memaksa ingin bertemu dengan Pak Alam. Namun dengan kondisi emosi Reca yang tidak stabil, ia takut jika tiba-tiba Reca bercerita pada Pak Alam. Hal itu mungkin saja terjadi karena Reca sudah menganggap Pak Alam adalah ayahnya sendiri.
"Mas, kenapa sih kamu jadi begini?" tanya Reca disela isak tangisnya.
"Sayang, Mas gak ngapa-ngapain. Mas kerja. Itu aja," jawab Leo.
Selama di perjalanan menuju kantor, Leo dan Reca terus menerus berdebat. Leo juga sudah mengingatkan Reca agar tidak terlalu percaya pada informasi apapun tanpa konfirmasi darinya. Sesampainya di kantor, Leo menunjukkan ponselnya. Ia menunjukkan isi chat yang masuk. Memberikan bukti kalau tidak ada perselingkuhan dalam rumah tangganya.
"Maafin aku ya Mas," ucap Reca.
Leo mendekap Reca dengan penuh kasih sayang. Ia tahu kehamilan lah yang sudah mengubah sifat dan sikap Reca menjadi seperti ini. Berkat nasihat dari orang tuanya, Leo berusaha mengerti keadaan Reca. Hormon ibu hamil yang tidak stabil tentu akan membuat Reca tidak nyaman. Jika Leo memberikan respon yang salah, Reca akan semakin tidak nyaman menghadapi kehamilan ini.
"Mas, siapa ya orang yang iseng kirim-kirim foto kamu?" tanya Reca.
Nah, itu pertanyaan yang sama dengan apa yang ada di kepala Leo. Sampai saat ini, Leo tidak tahu siapa yang mengirimkan foto-foto itu. Itu tidak terlalu penting, yang penting saat ini mereka harus mencari cara agar orang itu tidak mengganggunya lagi.
"Untuk sementara, kamu ganti nomor dulu ya! Hindari media sosial. Mas gak mau kamu overthinking terus. Mas khawatir sama kesehatan kamu juga," ucap Leo.
Awalnya Reca menolak. Namun setelah memberi tahu alasannya, Reca menyetujuinya. Leo membolehkan Reca tetap berkomunikasi dengan beberapa orang terdekatnya saja. Dari sana, Leo bisa tahu apakah orang iseng itu ada di sekitar mereka atau tidak.
"Tapi kalau mereka kayaknya gak mungkin deh Mas," ucap Reca.
Mereka yang dimaksud adalah Dini dan Resi. Karena selama ini, hanya mereka berdua yang sering berkomunikasi dengan Reca. Selebihnya orang yang dianggap dekat dengannya hanya kedua orang tua dan mertua, lalu Pak Alam dan Mba Ara. Meskipun Reca sempat mencurigai Mba Ara lah dalang di balik semua ini.
"Mungkin saja kan, Mas. Mba Ara sengaja ingin kita bertengkar. Mba Ara itu ngincer kamu, Mas." Reca mencoba meyakinkan Leo.
"Mungkin saja. Tapi rasanya terlalu jauh. Mba Ara itu bos. Dia bisa dapetin yang jauh lebih bagus dari, Mas. Kamu jangan terlalu percaya diri. Memangnya Mas setampan itu ya sampai-sampai jadi rebutan?" goda Leo.
Reca hanya cemberut mendengar ucapan suaminya. Tapi memang benar. Leo itu laki-laki tampan dan pekerja keras. Perempuan mana yang tidak tertarik dengan Leo. Meskipun Leo bukan bos, namun kedudukannya di kantor tidak main-main. Kemampuan dan loyalitasnya dalam bekerja bisa diadu. Bukan tidak mungkin jika Leo semakin naik daun dan mendapat posisi yang lebih tinggi.
Apalagi, Pak Alam mempunyai anak perempuan yang belum menikah. Pak Alam juga seakan-akan sudah mempercayakan perusahaan pada Leo. Bukankah hal itu bisa saja membuat Leo berpaling darinya? Bukan hal yang mustahil jika pangkat dan jabatan akan membuat Leo lupa statusnya.
Hal itu sebenarnya bukan hanya ketakutannya saja. Sebagai sesama perempuan, Dini juga pernah berpikir hal yang sama. Tentu semua menjadi keyakinan tersendiri bagi Reca. Meskipun sebisa mungkin ia menekan kecurigaan itu.
"Ayo, mikirin apa? Jangan mikir yang jelek-jelek ya. Ingat, sesungguhnya semua tergantung dengan apa yang kita pikirkan. Kalau kita pikir bagus ya bagus, kalau kita pikir jelek ya jelek. Positif thinking ya sayang," ucap Leo.
"Hai Reca," ucap Mba Ara.
Reca dan Leo yang akan pulang mengurungkan niatnya.
"Tunggu di ruanganku aja yuk!" ajak Mba Ara.
Ada benarnya, kasihan kalau Leo harus bolak balik mengantar Reca pulang. Di ruangan Mba Ara, Reca beristirahat. Sengaja Mba Ara mengajak Reca ke ruangannya. Ia ingin berbincang sedikit dengan perempuan yang sudah dianggap sebagai adiknya.
"Aku tahu Leo seperti apa. Dia orang baik. Kamu harus percaya sama dia," ucap Mba Ara.
Beberapa kalimat yang sampai di telinganya, membuat Reca perlahan mengenyahkan perasaan cemburunya pada Mba Ara. Dari cara bicaranya, Mba Ara terlihat tulus pada Reca. Mungkin karena Mba Ara tidak punya siapa-siapa selain Pak Alam dan dirinya.
"Kalau kamu tidak bisa percaya pada suamimu sendiri, siapa yang akan percaya sama dia?" ucap Mba Ara.
maaf ya
semangat