NovelToon NovelToon
LOVE ISN'T LIKE A JOKE

LOVE ISN'T LIKE A JOKE

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Office Romance / Slice of Life
Popularitas:965
Nilai: 5
Nama Author: Yhunie Arthi

Ayuni dan kedua temannya berhasil masuk ke sebuah perusahaan majalah besar dan bekerja di sana. Di perusahaan itu Ayuni bertemu dengan pria bernama Juna yang merupakan Manager di sana. Sayangnya atasannya tersebut begitu dingin dan tak ada belas kasihan kepada Ayuni sejak pertama kali gadis itu bekerja.

Namun siapa sangka Juna tiba-tiba berubah menjadi perhatian kepada Ayuni. Dan sejak perubahan itu juga Ayuni mulai mendapatkan teror yang makin hari makin parah.

Sampai ketika Ayuni jatuh hati pada Juna karena sikap baiknya, sebuah kebenaran akan sikap Juna dan juga teror tersebut akhirnya membawa Ayuni dalam masalah yang tak pernah ia sangka.

Kisah drama mengenai cinta, keluarga, teman, dan cara mengikhlaskan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yhunie Arthi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 4. ANEH

...“Saat matahari tergelincir turun,...

...atau ketika rembesan dingin sang angin mengusik....

...Delusi mana yang memilihku,...

...ucapan berupa racun nan mematikan,...

...atau madu yang memabukkan?”...

Detikan jam di dinding—yang entah dinding sebelah mana—membuat suasana semakin sunyi. Tidak ada lagi orang yang terlihat dalam ruangan, hanya tinggal aku dengan tumpukan artikel yang sudah nyaris kuselesaikan. Kulihat di desktop komputerku menunjukan kalau waktu sudah menginjak jam delapan malam.

Cahaya dari lampu baca di mejaku dalam remangnya ruangan akibat penerangan yang tak seluruhnya dihidupkan, membuatku bahkan bisa mendengar detak jantungku sendiri.

Menyeramkan, sedikit. Tapi mau bagaimana lagi, aku harus menyelesaikan pekerjaan hari ini juga, tidak ingin Bos Juna semakin marah dan memberiku tumpukan tugas baru. Hari pertama yang benar-benar berat. Aku menyuruh Dini dan Rini untuk pulang terlebih dahulu, tidak ingin mereka menungguku sedangkan aku tidak yakin kapan aku menyelesaikan semua pekerjaan ini. Tapi, aku menyesalinya sekarang. Sendirian di ruangan besar di malam hari seperti ini benar-benar menakutkan.

Entah sudah berapa kali aku menguap, merasa lelah akibat seharian tidak beranjak dari tempatku duduk. Membaca setiap huruf yang sekarang berhasil membuatku gelisah, berpikir kapan pekerjaanku ini akan selesai.

Aku tidak tahu apakah perasaanku saja atau aku merasa ada seseorang yang berjalan. Langkahnya pelan, namun jelas sekali kalau langkah itu terdengar mondar-mandir. Beberapa kali aku mencari asal suara, berusaha untuk tidak bersikap paranoid akan hal-hal seram. Masalahnya, bagaimana aku tidak merasa takut karena aku satu-satunya orang yang ada di ruangan ini. Mbak Dewi yang terakhir pulang setelah menyelesaikan pekerjaannya. Andre bahkan sudah pergi sejak dua jam lalu, merasa bosan berada di ruangan ini berlama-lama.

Kuteguk ludah saat beberapa suara tertangkap telingaku, membuatku semakin yakin kalau ada seseorang—entah dimana.

Cepat-cepat aku merapikan seluruh kertas di mejaku. Berpikir untuk membawa sisa pekerjaan pulang ke rumah saja. Tak masalah jika pekerjaanku akan bertambah dibandingkan mengalami hal tidak menyenangkan, mengingat aku orang baru di sini, terlalu awam untuk mengatakan tempat ini aman. Bodoh, seharusnya aku melakukan ini dari tadi. Kenapa tidak terpikir untuk membawa pekerjaan pulang ke rumah dan menyelesaikannya di rumah. Aku merutuk diriku sendiri karena kebodohanku ini.

Setelah kumatikan komputer, buru-buru aku beranjak keluar ruangan. Pikiranku sudah melayang kemana-mana, mencoba menenangkan jantungku yang semakin lama semakin berpacu kencang. Deru napasku terdengar tidak teratur saat aku melangkah di lorong tempatku bersandiwara dengan Bos Juna. Rasanya entah kenapa jarak menuju pintu keluar begitu jauh, bahkan untuk ke lift saja seakan berada seratus meter di depan sana.

Nyawaku seakan melompat ke luar dari raga saat sebuah tangan memegang pundakku. Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak berteriak, merasakan tenggorokanku tercekat karena suara yang tidak sepenuhnya mampu keluar dari mulutku.

“Hei, kamu nggak apa-apa?”

Sebuah suara dengan nada berat dan kukenal memenuhi pendengaranku, berhasil secara tidak langsung membuat rasa lega merayapiku.

Bukannya menjawab aku justru terduduk di lantai dengan tangan menahan tubuhku. Kakiku terasa lemas, seakan aku baru saja lari maraton dalam jarak panjang. Darahku seperti mendesir di seluruh tubuhku, memanas akibat adrenalin yang baru saja menguap. Kubiarkan berkas-berkas yang kubawa tadi berserakan di lantai, berusaha untuk menenangkan diriku terlebih dahulu dari rasa takut dan kaget secara bersamaan.

“Bisa bangun?”

Kudongakan kepala ke arah sosok yang sudah berada di hadapanku. Segera aku bangkit berdiri, berhati-hati agar tidak limbung dan memermalukan diri sendiri.

“Saya nggak apa-apa, Bos. Cuma sedikit kaget aja tadi,” jawabku setengah jujur sambil membungkuk untuk mengumpulkan berkas yang tercecer.

Setahuku Bos Juna sudah tidak ada di ruangannya sejak jam tiga sore, lalu apa yang ia lakukan di sini malam-malam? Kurasa ia pasti memiliki urusan yang tidak seharusnya aku ikut campur, aku tidak ingin ada penambahan pekerjaan karena bersikap baik padanya.

“Kenapa pulang jam segini? Yang lain sudah pulang semua, kan?” tanyanya dengan mata menyipit, sedikit curiga kurasa.

“Saya cuma mau nyelesaiin kerjaan saya aja," jawabku dengan nada setenang mungkin, berusaha menahan kekesalan atas pertanyaan yang jelas jawabannya karena ulahnya sendiri.

“Kerjaan?” Bos Juna pura-pura bodoh atau memang ia bodoh, bukankah ia yang memberikan setumpuk pekerjaan dan mengatakan harus di selesaikan hari ini juga. “Apa jangan-jangan artikel yang saya suruh revisi?” sambungnya.

Aku mengganggukan kepala, dalam hati ingin menghajarnya karena melupakan hal kejam apa yang ia lakukan hingga aku harus berurusan dengan pekerjaan ekstrem itu. “Bos yang nulis di memo kalau hari ini harus selesai.”

“Astaga, kayaknya saya lupa ngasih tahu kamu. Yang harus diselesaiin hari ini berkas yang di tempelin memo itu aja. Kalau yang lain untuk kerjaan kamu besok-besok. Jadi, kamu nyelesaiin semua berkas itu hari ini?” Aku heran kenapa ia justru yang terlihat terkejut.

“Hampir selesai,” jawabku jujur walau rasanya enggan untuk membalas ucapannya. Entah karena ada emosi yang tersulut dalam diriku atau karena hal lain. Ingin marah ia bosnya, diam saja kesalku bertambah. Simalakama.

“Saya yang salah karena nggak ngomong langsung, saya minta maaf.” Bisa terlihat jelas kalau ucapannya bersungguh-sungguh. Bisa kutangkap ada perubahan jelas dari nada suaranya kali ini, melembut tanpa ada ketegasan atau kesan dingin seperti sebelumnya.

“Nggak apa-apa, Bos.” Udah selesai juga kerjaannya, jadi percuma kalau mau marah, lanjutku dalam hati. “Kalau gitu saya pulang duluan ya, Bos. Permisi,” sambungku.

“Jangan!” serunya tiba-tiba.

“Hah?”

“Mak-maksud saya, biar saya antar. Itung-itung ini ucapan maaf saya, sekalian terima kasih untuk yang siang tadi,” katanya yang membuatku terperangah. Serius Beliau mengatakan hal itu barusan? Atasanku ingin mengantarkanku pulang?

Mana Bos Juna yang dikenal dengan sikap dinginnya. Padahal siang tadi, tidak, bahkan sore terakhir ia terlihat di kantor wajahnya masih poker face, dan sekarang justru kebalikannya. Apakah ia sempat jatuh hingga kepalanya terbentur sebelum ini? Padahal sebelumnya ia selalu memandangku dengan tatapan tidak suka, namun sekarang berubah ramah. Membuatku curiga saja.

“Hei, kenapa diem?” Bos Juna mengebaskan tangannya di depan wajahku. “Jangan khawatir, saya nggak akan macem-macem kok, saya cuma pengen antar aja. Lagian karena saya kamu jadi pulang malem, nggak mungkin saya ngebiarin perempuan pulang sendiri malem-malem, kan,” sambungnya.

“Nggak usah, Bos. Saya bisa pulang sendiri kok, lagian belum terlalu malem,” tolakku secara baik-baik.

“Mana bisa kayak gitu, biar saya antar ya. Kalau kamu pulang sendiri malem kayak gini yang ada saya khawatir,” katanya.

Khawatir?

Oke, mungkin karena aku karyawan baru di sini dan juga sudah menjadi tanggung jawab atasan untuk memerhatikan bawahannya.

Jangan berpikir yang tidak-tidak, Ayuni, pikirku.

Bukan hanya ucapannya yang membuatku tidak dapat membalas, melainkan karena pandangan matanya yang serius. “Kok diem lagi? Ayo pulang, saya antar. Saya nggak nerima penolakan, oke.”

“Tapi, Bos-”

“Nggak nerima penolakan," tegasnya.

Saat itu juga lift terbuka dan Bos Juna masuk seraya mengambil berkas yang ada di tanganku. Jujur aku tidak bisa mengatakan apapun ketika ia mengalihkan pandangannya seolah tahu kalau aku akan protes dan meminta kembali berkas-berkas itu untuk kubawa sendiri.

Mau tak mau aku mengikuti, toh itu satu-satunya jalan menuju lantai dasar. Aku tidak mau besok harus merasakan kaki sakit jika harus menggunakan tangga darurat demi menghindari sang Bos. Yang bisa kulakukan hanyalah menerima saja apa yang pria itu katakan, anggap ini salah satu rezeki agar aku bisa cepat pulang dan merasakan kenyamanan kasurku setelah bekerja seharian.

Selama perjalanan tidak ada dari kami yang bicara. Aku tidak menyangka kalau pria seperti dirinya sudah memiliki kendaraan mewah, mobil hitam mengkilat dengan deru halus yang membuatku merasa seolah mobil ini sedang melayang.

Canggung.

Tentu saja. Siapa yang tidak canggung jika harus satu mobil dengan orang yang baru saja kutemui belum ada dua puluh empat jam, dan atasanku bekerja pula. Bahkan sekarang tampaknya pemandangan luar lebih menarik dibandingkan dengan sosok yang tengah mengemudi di sampingku. Sejak masuk ke dalam kendaraan megah ini, mataku hanya menatap ke luar kaca jendela di samping, menahan segala kegugupan dan rasa canggung yang amat besar.

Dan tampaknya ia juga tidak berniat membuka pembicaraan, jadilah keheningan menjadi dinding pemisah kami. Tapi, beberapa kali bisa kulihat dari sudut mataku kalau Bos Juna memandangku, seakan memastikan kalau aku masih hidup dan bernapas.

“Makasih udah mau nganterin saya, Bos Juna. Maaf kalau jadi ngerepotin,” kataku ketika laju mobil telah berhenti tepat di depan pagar hitam dari rumah bercat putih cokelat.

Beberapa saat ia melihat ke luar—ke arah rumah tinggalku—seakan ia sedang menilai tempatku menetap apakah layak dihuni atau tidak. Tak lama itu ia kembali melihat ke arahku, tersenyum tipis.

“Nggak masalah," katanya.

Dengan cepat kuraih pegangan pintu dan membukanya, jika berada lebih lama lagi di dalam mobil aku pasti akan lupa bagaimana caranya bernapas.

“Sekali lagi makasih udah nganterin, Bos. Selamat malam.”

“Ayuni?” panggilnya yang membuatku spontan kembali menoleh ke arahnya. “Nggak perlu manggil saya Bos kalau di luar kantor, panggil saja Juna.”

Wow. Aku benar-benar tidak menyangka akan mendengar hal itu sekarang. Mana mungkin aku bisa melakukannya, rasanya aku tidak bisa. Dan yang paling membuatku membeku di tempat adalah, ini pertama kalinya ia memanggilku dengan namaku dalam intonasi nada yang halus dan hangat. Membuatku ingin mendengar lagi ia memanggil namaku untuk memastikan kalau yang kudengar ini tidak salah.

Aku keluar dari mobilnya, berdiri mematung karena tidak menemukan kata untuk diucapkan sebagai respon atas ucapan atasanku itu barusan. Jujur saja otakku masih mencerna hal ini. Kenapa rasanya aneh untuk dipikirkan.

“Kalau gitu selamat malam.” Ia tersenyum kali ini, tidak terlihat kalau ia merasa terganggu akan hal kecil itu dimana aku hanya diam mematung di depan pintu mobilnya yang masih kupegang.

Kututup pintu mobil, dan tak lama mobil atasanku itu sudah melaju dalam remang malam. Meninggalkan suara dari gesekan bannya yang menjadi pengingatku kalau ini bukanlah mimpi. Hari pertamaku bekerja cukup mengejutkan, terutama dengan sikap Bos Juna yang aneh dan tidak bisa kumengerti.

Namun, ada satu yang kusadari sejak tadi ketika aku berdiri mematung di luar mobil seperti orang bodoh.

Ada orang lain yang mengikutiku.

1
aca
lanjut donk
Yhunie Arthi: update jam 8 malam ya kak 🥰
total 1 replies
aca
lanjut
Marwa Cell
lanjut tor semangatt 💪
Lindy Studíøs
Sudah berapa lama nih thor? Aku rindu sama ceritanya
Yhunie Arthi: Baru up dua hari ini kok, up tiap malam nanti ☺️
total 1 replies
vee
Sumpah keren banget, saya udah nungguin update tiap harinya!
zucarita salada 💖
Akhirnya nemu juga cerita indonesianya yang keren kayak gini! 🤘
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!