9
Pernikahan adalah cita-cita semua orang, termasuk Dokter Zonya. Namun apakah pernikahan masih akan menjadi cita-cita saat pernikahan itu sendiri terjadi karena sebuah permintaan. Ya, Dokter Zonya terpaksa menikah dengan laki-laki yang merupakan mantan Kakak Iparnya atas permintaan keluarganya, hanya agar keponakannya tidak kekurangan kasih sayang seorang Ibu. Alasan lain keluarganya memintanya untuk menggantikan posisi sang Kakak adalah karena tidak ingin cucu mereka diasuh oleh orang asing, selain keluarga.
Lalu bagaimana kehidupan Dokter Zonya selanjutnya. Ia yang sebelumnya belum pernah menikah dan memiliki anak, justru dituntut untuk mengurus seorang bayi yang merupakan keponakannya sendiri. Akankah Dokter Zonya sanggup mengasuh keponakannya tersebut dan hidup bersama mantan Kakak Iparnya yang kini malah berganti status menjadi suaminya? Ikuti kisahnya
Ig : Ratu_Jagad_02
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratu jagad 02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
Oek... Oek... Oek...
Sean terus menerus melihat kearah pintu ruangan. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan pada Naina. Sebab, bayi itu terus menangis sedari tadi. Untuk menggendongnya 'pun, Sean tidak mengerti bagaimana caranya
Ia membuka pintu ruangan, memastikan Mbok Ijah dan Zonya yang mungkin saja akan menuju ruangan mereka. Namun nihil, tidak terlihat siapapun didepan ruangan perawatan Naina. Membuat Sean kembali masuk dan menatap bingung pada Naina yang masih terus menangis tanpa henti. Barusaja ia akan mencoba untuk menggendong Naina. Suara pintu dibuka membuatnya mengurungkan niat
"Non Nai" Mbok Ijah segera mendekati ranjang dan langsung membawa Naina untuk ia tenangkan "Husttt... Non Nai cantik, Princess-nya Aunty cantik jangan menangis ya" hibur Mbok Ijah
Oek... Oek...
Naina masih tetap menangis, tapi tidak lagi histeris seperti tadi. Anak itu sudah mulai tenang saat merasakan kehadiran seseorang yang ia kenali. Berbeda dengan saat bersama Sean tadi, meskipun Sean berstatus Ayah kandungnya. Namun ia sama sekali tidak merasa tenang. Beberapa saat berlalu, tangis Naina benar-benar berhenti. Ia sudah mulai berceloteh pada Mbok Ijah, seakan mengatakan unek-unek dalam hatinya karena Mbok Ijah dan Zonya meninggalkannya sendiri
"Tututu... Wle... Mama..." celoteh Naina
"Naina marah dengan Mama?" tebak Mbok Ijah
"Mama... Tututu... Mama..." celoteh Naina lagi. Jika saja anak itu sudah mampu berbicara lebih, mungkin ia akan memaki Mbok Ijah karena meninggalkannya
"Mbok" panggil Sean
"Ya Tuan?"
"Di mana Zoe?"
"Astaga" terlalu panik saat mendengar tangisan Naina. Membuat Mbok Ijah lupa untuk mengabari Tuannya tentang keadaan Zonya "Nyonya, dia di ruang melati no.3, Tuan" ucap Mbok Ijah
"Ruang melati? Apa ada yang berkonsultasi padanya. Seharusnya dia bisa melupakan tugasnya sebagai dokter untuk sementara. Kenapa malah mementingkan pasien lain sementara Naina menangis sedari tadi di sini" ucap Sean emosi
"Tidak Tuan, Nyonya tidak sedang menangani pasien. Justru Nyonya sedang dirawat di sana"
"Apa?"
*
Sean membuka pintu ruang melati yang ditunjuk Mbok Ijah. Sedangkan Mbok Ijah sendiri turut masuk kedalam sana bersama Naina yang berada dalam pelukannya. Begitu masuk, terlihat Zonya yang sedang diperiksa oleh Dokter. Sedangkan tak jauh dari Zonya, terlihat keberadaan seorang laki-laki yang tidak Sean kenal siapa
"Bagaimana keadaannya, Dok?" tanya laki-laki itu
"Maaf, apakah Tuan keluarga dari Dokter Zonya?" tanya Dokter, sebab ia tidak mengenal laki-laki itu sebelumnya
"Saya suami Dokter Zonya, Dok" sahut Sean dari balik tubuh Dokter tersebut. Membuat laki-laki yang tadi menolong Zonya menatap pada Sean
"Tuan Sean" Dokter itu mengangguk ramah
"Bagaimana keadaannya?" tanya Sean
"Dokter Zonya hanya kelelahan, Tuan. Tidak ada hal yang mengkhawatirkan tentang keadaannya. Nanti saya akan resepkan obat untuk Dokter Zonya dan Tuan hanya perlu menebusnya saja di apotek"
"Baiklah"
"Kalau begitu, saya permisi Tuan"
"Silahkan"
Setelah kepergian Dokter tersebut. Sean kembali menatap laki-laki yang tampaknya juga tengah menatapnya itu. Untuk beberapa saat, kedua laki-laki itu saling tatap dengan tatapan datar. Hingga beberapa saat setelahnya, celotehan kecil Naina bersama Mbok Ijah membuat keduanya melepas tatapan mereka
"Aku Amir" ucap Amir. Ya, yang tadi menolong Zonya adalah Amir "Aku menemukan istrimu pingsan di lorong rumah sakit dan tanpa pikir panjang, aku segera membawanya ke sini karena aku takut kalau terjadi apa-apa padanya. Maaf kalau aku terlalu lancang"
Sean mengangguk singkat. Sesingkat itu, hingga membuat Amir merasa geram dan ingin menghantam wajah Sean. Sebab, Sean begitu menjengkelkan di matanya
"Karena sudah ada kalian yang menjaga Zoe, aku izin untuk pergi" ucap Amir lagi
"Hm" jawab Sean
"Terima kasih Tuan" ucap Mbok Ijah, saat melihat tidak ada ucapan lebih atau kata terima kasih yang Sean utarakan untuk laki-laki yang sudah menolong Nyonya-nya itu
"Sama-sama Mbok, aku permisi" Amir mengangguk singkat dan langsung keluar dari ruang perawatan Zonya
"Bububu... Mama..." celoteh Naina lagi
"Mau dengan Aunty?" tanya Mbok Ijah
"Mama.. Mama..." ucap Naina
Mbok Ijah langsung mendudukkan Naina di sisi Zonya. Tangan anak itu tidak tinggal diam dan langsung saja menjangkau wajah Zonya, lalu menerkam apa saja yang berhasil ia dapatkan. Hingga akhirnya tangan gembulnya berhasil menjangkau hidung mancung Zonya dan langsung menekannya dengan kuat
"Hahaha.. Mama..." ucapnya saat tangannya merasa geli karena hembusan napas Zonya
"Non, Astaga..." Mbok Ijah segera menjauhkan Naina dari Zonya saat menyadari tingkah Naina yang membuat Zonya mungkin sulit untuk bernapas
"No no, Mama... Mama..." tunjuk Naina pada Zonya
"Iya, jangan menekan hidung Aunty, Non. Nanti Aunty-nya kesulitan bernapas" ucap Mbok Ijah
"No no Mama"
"Iya, iya. Mbok dudukkan disamping Aunty Zoe, tapi Non Nai janji jangan menekan hidung Aunty lagi. Oke?" ucap Mbok Ijah
"Te" jawab Naina antusias
Mbok Ijah tertawa pelan saat melihat tingkah Naina yang begitu ceria. Anak kecil berusia sembilan bulan itu sudah mulai menunjukkan perubahan dalam pertumbuhannya. Ia sudah bisa duduk sendiri, lalu berjalan dengan berpegangan pada tembok, dan sekarang ia sudah bisa berceloteh kecil. Membuat semua orang menjadi gemas melihat tingkahnya. Bahkan Sean yang memperhatikan tingkah lucu Naina bersama Mbok Ijah juga ikut tersenyum tipis
"Mama..." Naina mengusap pelan wajah Zonya. Ia lantas menundukkan tubuhnya dan mencium pucuk hidung Zonya. Membuat Mbok Ijah merasa terharu saat melihatnya
"Nyonya tidak sendiri lagi sekarang, Nya. Ada Non Nai yang pasti akan membuat Nyonya bahagia"
Ya, melihat tingkah Naina yang sudah mulai menunjukkan rasa sayangnya pada Zonya. Membuat Mbok Ijah yakin kalau Zonya tidak akan menangis lagi setiap malam. Apalagi kalau nanti kondisi Naina sudah benar-benar sembuh. Anak itu pasti akan membawa kebahagiaan luar biasa untuk Zonya. Sekaligus, Mbok Ijah juga berharap kalau kesembuhan Naina akan membawa perubahan untuk hubungan antara Sean dan Zonya
"Non Nai!" seru Mbok Ijah saat menyadari apa yang Naina lakukan. Ia segera meraih Naina untuk kembali kedalam gendongannya. Karena tadi, anak itu berusaha mencabut bulu mata lentik milik Zonya
"Non Nai jangan ganggu Aunty ya" nasehat Mbok Ijah
"Wle wle... Huhu haha... Mama... Mama..." Naina melebarkan tangannya seakan apa yang ia bicarakan benar-benar serius
"Iya, tapi jangan buat Aunty cantiknya sakit, oke"
"Te" jawab Naina. Anak itu seakan mendapatkan kosa-kata baru sekarang. Ia sudah bisa menanggapi kata-kata persetujuan dengan kata oke, meski yang keluar hanya kata Te
"Aw..." Zonya sadar, ia memegangi kepalanya sembari meringis kecil
"Nya... Nyonya sudah sadar?"
Sean yang mendengar ucapan Mbok Ijah tentang Zonya yang sudah sadar, akhirnya memilih mendekat "Mbok, langsung berikan minum untuk Zoe" perintah Sean
"Mbok tidak bisa Tuan. Mbok sedang menggendong Non Nai"
Sean melihat Mbok Ijah. Benar saja, Mbok Ijah tengah menggendong Naina yang saat ini sedang aktif-aktifnya. Kalau Mbok Ijah membantu Zonya untuk minum, ia takut Naina akan berulah lagi. Tadi saja ia melihat Naina menekan hidung Zonya, lalu mencabut bulu matanya. Membayangkannya saja sudah membuat Sean meringis. Setelah berpikir panjang, akhirnya Sean sendiri 'lah yang membantu Zonya untuk minum