ZUA CLAIRE, seorang gadis biasa yang terlahir dari keluarga sederhana.
Suatu hari mamanya meninggal dan dia harus menerima bahwa hidupnya sebatang kara. Siapa yang menyangka kalau gadis itu tiba-tiba menjadi istri seorang pewaris dari keluarga Barasta.
Zua tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam semalam. Tapi menjadi istri Ganra Barasta? Bukannya senang, Zua malah ketakutan. Apalagi pria itu jelas-jelas tidak menyukainya dan menganggapnya sebagai musuh. Belum lagi harus menghadapi anak kedua dari keluarga Barasta yang terkenal kejam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep 29 Mimpi Ganra
Cahaya pagi menembus jendela kamar Zua. Gadis itu masih tertidur pulas setelah semalaman memikirkan kekesalannya kepada Ganra. Saat ia membuka mata perlahan, laki-laki pengganggu itu ternyata sedang duduk manis di tepi ranjang dengan memeluk dada sambil menatapinya.
"Good morning, Claire." suara bas-nya terdengar jelas di telinga Zua.
Zua yang masih ngantuk melek seketika. Ia terlonjak kaget, matanya membelalak lebar saat melihat Ganra yang duduk santai di tepi tempat tidurnya.
"Ganra! Apa yang kau lakukan di kamarku?!" seru Zua dengan nada tinggi, wajahnya merah padam karena marah sekaligus malu.
Ganra hanya tersenyum santai..
"Ini bukan kamarmu Claire, kau lupa kita sedang ada di villa orang?"
Zua tidak peduli. Dia hanya peduli kenapa laki-laki itu bisa ada kamar ini pagi-pagi begini.
"Kenapa kau ada di sini aku tanya?" katanya lagi.
"Aku ingin memastikan kau benar-benar memimpikanku tadi malam, seperti yang aku minta."
Zua menghela napas tajam dan langsung melempar bantal ke arahnya, tapi Ganra dengan mudah menangkapnya. Bahkan pria itu mendorong tubuhnya hingga terlentang di tempat tidur dan menindihnya. Zua yang kaget cepat-cepat ingin mendorong pria itu menjauh darinya namun kedua tangannya di tahan di atas kepala menggunakan sebelah tangan Ganra, membuatnya tak dapat melakukan apa-apa, dia tidak berkutik.
Tangan Ganra yang lain menelusuri lekuk wajah Zua, membelainya dengan lembut hingga Zua merasa geli. Nafasnya naik turun. Pria gila ini, apa yang ingin dia lakukan sebenarnya?
"Kau galak sekali Claire, jangan terlalu galak. Nanti aku bisa membuatmu tidak berkutik." gumam Ganra di telinga Zua. Ucapannya seperti bisikan ancaman yang membuat Zua merinding.
Zua menyadari kalau ada yang berbeda dengan Ganra. Entah kenapa pagi ini laki-laki ini terlihat agak kesal. Entah kesal pada siapa, tapi ingin melampiaskan padanya.
Seperti yang Zua duga, Ganra memang kesal. Sebenarnya dia tidak berhak kesal pada Zua karena kekesalannya itu berasal dari mimpi. Hanya dari mimpi.
Ya, semalam Ganra bermimpi. Dalam mimpinya ia melihat Zua tidur dengan laki-laki lain, yang pasti bukan dirinya. Ganra langsung terbangun dari mimpinya itu dan marah sekali.
Ia tidak tahu kenapa bisa semarah itu tetapi dia tidak dapat menahan diri untuk melihat Zua. Ia pun memutuskan masuk ke dalam kamar tempat gadis itu beristirahat. Ganra sudah duduk di tepi ranjang itu dari jam lima subuh. Sudah hampir dua jam. Sekarang mau jam tujuh.
Ganra hanya duduk di sana sambil menatap Zua lama. Dari gadis itu masih tertidur pulas, sampai terbangun.
Ganra terus menatap Zua yang sekarang terdiam di bawah tubuhnya. Pria itu tidak tahu harus berkata apa lagi. Kekesalannya masih menguasai pikirannya, sementara Zua hanya bisa menatapnya dengan bingung, marah, dan sedikit takut.
"Ganra, lepaskan aku!" seru Zua dengan suara rendah namun tajam. Ia mulai merasa tidak nyaman dengan situasi ini.
Alih-alih menurut, Ganra malah mendekatkan wajahnya ke Zua, hingga jarak mereka hanya beberapa inci.
"Aku punya satu pertanyaan untukmu," katanya dengan nada yang lebih serius dari biasanya.
"Apa?" Zua menelan ludah, jantungnya berdetak lebih kencang.
"Di dalam mimpiku tadi malam, kau bersama pria lain. Kau tidur di sisinya, tertawa, dan tersenyum. Kau terlihat bahagia." Suara Ganra semakin rendah, namun ada nada tajam yang tak bisa diabaikan.
"Kenapa aku harus merasa sangat marah hanya karena mimpi itu?"
Zua mengerutkan dahi. Ia bingung mendengar ucapan Ganra.
"Kenapa bertanya padaku? Itu mimpimu, kenapa juga harus ada aku dalam mimpimu. Lagian itu hanya mimpi, bukan kenyataan."
"Aku tahu," balas Ganra cepat.
"Tapi mimpi itu terasa begitu nyata, dan aku tidak bisa menghilangkannya dari pikiranku. Aku tidak tahu kenapa aku merasa seperti ini, Claire. Tapi aku tahu satu hal."
Ganra menatap Zua dalam-dalam, membuat gadis itu tertegun.
"Aku tidak mau melihatmu dengan pria lain, bahkan di dalam mimpi sekalipun."
Zua terdiam, tidak tahu harus merespons bagaimana. Kata-kata Ganra membuat hatinya berdebar aneh, tapi ia tidak mau menunjukkan itu.
"Ganra, kau gila," katanya akhirnya, berusaha terdengar tegas.
"Mimpi tidak berarti apa-apa! Dan kau tidak berhak mengatur hidupku hanya karena mimpimu sendiri! Lagipula di antara kita berdua tidak ada perasaan apa-apa. Kita akan menikah, aku tahu. Tapi bukan berarti kau bisa mengatur hidupku sesukamu."
Ganra tersenyum tipis, namun senyuman itu tidak sepenuhnya santai.
"Kau benar, aku memang gila. Tapi aku serius, Claire. Kalau aku harus menjagamu bahkan di dunia mimpi, aku akan melakukannya. Dan ... Tidak ada perasaan apa-apa kau bilang? Kita lihat saja nanti setelah menikau."
Kata-kata itu membuat Zua kehilangan kata-kata. Ia hanya bisa menatap Ganra dengan bingung, mencoba memahami apa maksud pria itu. Tapi Ganra akhirnya melepaskan cengkeramannya, memberinya ruang untuk duduk.
Ganra berdiri dari tempat tidur dan menarik napas panjang.
"Maaf kalau aku menakutimu," katanya, nada suaranya terdengar lebih lembut sekarang.
Zua, yang masih duduk di tempat tidur, merasa campur aduk. Ia marah, kesal, tapi juga sedikit tersentuh oleh ucapan maaf Ganra. Masih bisa berkata maaf rupanya.
"Bersiap-siaplah, setelah sarapan kita akan pulang."
Setelah mengatakan itu Ganra berjalan menuju pintu dan membukanya. Ia keluar dari kamar, meninggalkan Zua yang masih duduk diam di tempat tidur.
"Pria itu benar-benar tidak masuk akal," gumam Zua.
Di luar kamar, Ganra menyandarkan dirinya ke dinding, menghela napas panjang. Ia tidak mengerti kenapa ia menjadi seperti ini, tapi ia tahu satu hal pasti, Zua adalah satu-satunya orang yang bisa membuatnya merasa kehilangan kendali. Dan itu menakutkan, tapi juga menguatkan tekadnya.
"Claire, kau hanya milikku seorang. Tidak mungkin kubagi dengan orang lain." gumamnya pelan sebelum akhirnya pergi menuju lantai untuk bergabung dengan Dante dan Leon yang sudah bangun dan tengah menikmati kopi mereka di sana sambil berbincang-bincang.
semoga zua dan calon anak nya gak kenapa² 🥹