Sinopsis
Caca, adik ipar Dina, merasa sangat benci terhadap kakak iparnya dan berusaha menghancurkan rumah tangga Dina dengan memperkenalkan temannya, Laras.
Hanya karena Caca tidak bisa meminta uang lagi kepada kakaknya sendiri bernama Bayu.
Caca berharap hubungan Bayu dan Laras bisa menggoyahkan pernikahan Dina. Namun, Dina mengetahui niat jahat Caca dan memutuskan untuk balas dendam. Dengan kecerdikan dan keberanian, Dina mengungkap rahasia gelap Caca, menunjukkan bahwa kebencian dan pengkhianatan hanya membawa kehancuran. Dia juga tak segan memberikan madu untuk Caca agar bisa merasakan apa yang dirasakan Dina.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minami Itsuki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB DANU INGIN BERPOLIGAMI
Kata-katanya membuatku benar-benar meledak. Aku berteriak histeris seperti orang kehilangan kendali, air mataku mengalir deras. “Kamu gila, Mbak Dina! Kamu pikir aku nggak cukup menderita? Kamu pikir aku nggak tahu bagaimana sakitnya dikhianati? Tapi aku nggak pernah berniat jahat ke kamu! Aku nggak pernah!”
Dia hanya berdiri di sana, tersenyum sinis, seolah puas melihatku di ambang kehancuran. “Ini belum selesai, Caca. Aku akan pastikan kamu kehilangan semuanya. Suami kamu, keluarga kamu, semuanya. Karena itulah yang kamu lakukan ke aku dulu. Ini balasan yang pantas kamu dapatkan.”
Aku tidak bisa lagi menahan emosiku. “Cukup, Mbak Dina! Aku nggak akan membiarkan kamu menghancurkan hidupku lebih dari ini. Aku memang punya masa lalu, aku punya kesalahan, tapi aku nggak akan menyerah karena kebencianmu!”
Aku melangkah pergi dengan tubuh gemetar, hatiku penuh dengan kemarahan dan rasa sakit. Tapi di balik itu semua, aku bertekad untuk melawan. Aku tidak akan membiarkan dendamnya menghancurkan hidupku lebih jauh. Apa pun yang terjadi, aku akan bertahan.
...****************...
Hari itu menjadi salah satu hari terburuk dalam hidupku. Aku duduk di ruang keluarga bersama Mas Danu, ibu mertuaku, dan beberapa anggota keluarga lainnya. Suasana yang awalnya canggung berubah menjadi lebih mencekam saat Mas Danu akhirnya berbicara.
“Bu, Pak, dan semua keluarga yang ada di sini,” katanya dengan nada serius. “Saya ingin mengutarakan sesuatu yang sudah saya pikirkan matang-matang. Saya ingin menikahi Belinda, mantan kekasih saya.”
Dunia seolah runtuh di sekelilingku. Kata-katanya bergema di telingaku, tapi aku tak bisa memprosesnya dengan jelas. “Apa?” tanyaku dengan suara hampir tak terdengar, meski hatiku berteriak. “Kamu mau menikahi Belinda? Kamu serius, Mas?”
Dia menatapku dengan wajah datar, seolah tak ada rasa bersalah. “Caca, aku sudah mencoba menjaga semuanya tetap seimbang. Tapi aku nggak bisa membohongi diriku sendiri. Aku nyaman dengan Belinda, dan aku ingin membangun hubungan yang lebih serius dengannya.”
Air mataku mulai mengalir, tapi aku mencoba menahan diri. “Mas, apa artinya ini? Kamu mau berpoligami aku? Atau kamu mau menceraikan aku?”
Dia menghela napas berat. “Aku nggak mau menceraikan kamu, Caca. Aku hanya ingin kita semua bisa hidup bersama dengan baik. Aku ingin menikahi Belinda tanpa mengakhiri hubungan kita.”
Aku menggeleng dengan tegas. “Aku nggak rela, Mas. Aku nggak mau dipoligami. Kamu pikir aku bisa terima hidup seperti itu? Apa kamu nggak pikirin perasaanku?”
Mertuaku yang sejak tadi diam tiba-tiba angkat bicara. “Caca, kamu harusnya bisa melihat kenyataan. Kalau Danu sudah bilang dia nyaman sama Belinda, kenapa kamu harus ngotot menolak? Kamu itu cuma menghabiskan uang dia, nggak pernah bantu apa-apa. Sekarang biarkan dia memilih yang terbaik buat dirinya.”
Aku terkejut mendengar kata-kata itu. “Bu, apa Ibu serius? Ibu mendukung anak Ibu untuk menikahi perempuan lain sementara dia masih menikah dengan saya? Apa saya ini nggak ada artinya sama sekali di mata keluarga ini?”
Mertuaku mengangkat bahu, seolah aku tak penting. “Caca, kita cuma ingin Danu bahagia. Kalau dia bahagia dengan Belinda, kenapa tidak? Kamu seharusnya mendukung dia, bukan malah melarang-larang.”
Aku menatap Mas Danu dengan mata yang penuh air mata. “Mas, apa ini artinya cinta kita sudah nggak ada lagi? Apa aku nggak cukup buat kamu?”
Dia menatapku dengan dingin. “Ini bukan soal cukup atau nggak, Caca. Aku cuma ingin hidupku lebih lengkap. Aku ingin kebahagiaan itu kembali.”
Aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Suara-suara di sekitarku terdengar seperti desingan angin, tak jelas. Rasanya semua perjuanganku mempertahankan rumah tangga ini sia-sia. Aku tahu, sekuat apa pun aku berusaha, takdir berkata lain.
Akhirnya, aku hanya bisa diam, menerima kenyataan pahit ini meski hatiku hancur berkeping-keping. Dalam hati, aku bertanya-tanya, apa lagi yang harus aku lakukan? Apa aku harus terus bertahan, atau justru melepaskan semuanya?
...****************...
Aku tak lagi mampu memendam semuanya sendiri. Luka di hatiku semakin dalam, dan aku butuh seseorang untuk berbicara. Dengan berat hati, aku mendatangi rumah Mas Bayu, kakak iparku. Setelah berbasa-basi singkat, aku akhirnya tak tahan lagi.
“Mas, aku nggak tahu harus gimana lagi,” ucapku, suara serak menahan tangis.
Mas Bayu menatapku dengan prihatin. “Ada apa, Caca? Kamu kelihatan benar-benar tertekan. Cerita sama Mas.”
Aku menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. “Mas Danu... dia bilang dia mau menikahi Belinda, mantan kekasihnya. Dan ternyata semua ini... rencana Mbak Dina.”
Mata Mas Bayu langsung membulat. “Apa? Dina? Dina ikut campur dalam masalah rumah tangga kalian?”
Aku mengangguk, air mata mulai mengalir. “Iya, Mas. Mbak Dina yang kasih foto-foto masa laluku ke Ibu mertua. Dia juga terus memanas-manasi keluarga Mas Danu untuk mendukung hubungan Mas Danu sama Belinda. Aku nggak ngerti lagi kenapa dia begitu benci sama aku.”
Mas Bayu mengepalkan tangan, wajahnya berubah tegang. “Dia sudah keterlaluan, Caca. Dina nggak punya hak untuk ikut campur, apalagi sampai menghancurkan rumah tangga kalian. Apa dia nggak cukup puas dengan hidupnya sekarang?”
Aku menggeleng, suaraku hampir hilang. “Aku nggak tahu, Mas. Dia bilang ini balasan buat aku. Katanya aku pernah menyakitinya di masa lalu, dan dia cuma ingin aku merasakan apa yang dia rasakan. Tapi ini... terlalu kejam.”
Mas Bayu berdiri dari kursinya, wajahnya penuh amarah. “Dina sudah melampaui batas, Caca. Aku nggak akan tinggal diam. Danu mungkin adik, tapi dia harus tahu siapa yang sebenarnya ada di belakang semua kekacauan ini.”
Aku menatapnya dengan ragu. “Mas, aku nggak mau bikin keributan. Tapi aku juga nggak tahu harus gimana lagi.”
Dia menepuk pundakku dengan lembut. “Caca, kamu sudah cukup sabar. Sekarang biar aku yang berbicara dengan Dina. Dia harus tahu kebenarannya.”
Aku mengikuti langkah Mas Bayu yang semakin cepat, menuju kamar Mbak Dina. Suasana di rumah terasa tegang, seolah semua orang tahu akan ada pertemuan yang penuh amarah. Begitu kami sampai di depan pintu kamar, Mas Bayu berhenti sejenak, menatap pintu dengan ekspresi yang penuh kemarahan.
“Mbak Dina!” suaranya terdengar tegas, namun penuh ketegangan.
Dari dalam kamar terdengar suara gerakan, dan akhirnya pintu terbuka. Mbak Dina muncul dengan ekspresi yang tampak agak terkejut, namun segera diselimuti senyum sinis.
“Mas Bayu, ada apa?” tanya Mbak Dina, berusaha menahan tawanya, meski ada sesuatu yang bisa kurasakan di balik senyumnya.
Mas Bayu tidak memberi kesempatan untuk berbasa-basi. “Aku tahu semua tentang apa yang kamu lakukan, Dina,” katanya dengan suara keras, penuh amarah. “Kamu yang memanipulasi Danu dan Caca, dan kamu yang menghancurkan rumah tangga mereka. Apa yang kamu pikirkan?”
Mbak Dina tersenyum lebar, seolah tidak merasa bersalah. “Oh, Mas Bayu, kamu tahu? Tentu saja. Itu sudah pasti, kan? Aku cuma ingin mereka merasakan apa yang aku rasakan dulu.”
Aku berdiri di belakang Mas Bayu, jantungku berdebar keras. Rasanya seperti beban berat di dada, tidak tahu harus berkata apa lagi. Aku merasa marah, kecewa, dan bahkan takut—takut melihat apa yang akan terjadi setelah ini.
Mas Bayu menatapnya tajam, suaranya berubah semakin dingin. “Kamu nggak punya hak untuk merusak kehidupan orang lain, Dina. Kamu pikir apa yang kamu lakukan itu adil? Apa kamu senang melihat orang lain menderita hanya karena balas dendam?”
Mbak Dina melangkah mendekat, wajahnya berubah lebih dingin. “Mas Bayu, kamu nggak mengerti. Kamu nggak pernah tahu betapa sakitnya dikhianati. Danu dan Caca itu punya hubungan yang rumit, dan aku cuma ingin mereka merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan. Belum lama ini Cava adikmu menghancurkan hidupku, jadi sekarang aku hanya ingin membalas.”
Aku tak bisa menahan amarahku lebih lama. “Kamu nggak punya hak untuk melakukan itu, mbak Dina! Ini bukan tentang balas dendam, ini tentang kehidupan kami! Kamu pikir kamu bisa bermain-main dengan perasaan orang lain begitu saja?”
Mbak Dina melirikku dengan tatapan tajam. “Caca. Kamu nggak mengerti. Ini semua adalah akibat dari apa yang kalian lakukan padaku. Kamu sudah membuat aku hancur, jadi ini adalah cara aku untuk mendapatkan keadilan. Kalau kalian merasa sakit, itu hanya sekedar balasan.”
kadang kasian Ama Caca, tp kenapa dia ngga mikir y gimana perasaan Dina. yg skg dia alami.
apa Caca ngga sadar ini ulahnya.
makin merasa terzolimi padahal dia sendiri pelakunya