Semua cintanya sudah habis untuk Leo. Pria tampan yang menjadi pujaan banyak wanita. Bagi Reca tidak ada lagi yang pantas dibanggakan dalam hidupnya kecuali Leo. Namun bagi Leo, Reca terlalu biasa dibanding dengan teman-teman yang ditemui di luar rumah.
"Kamu hoby kan ngumpulin cermin? Ngaca! Tata rambutmu, pakaianmu, sendalmu. Aku malu," ucap Leo yang berhasil membuat Reca menganga beberapa saat.
Leo yang dicintai dan dibanggakan ternyata malu memilikinya. Sejak saat itu, Reca berjanji akan bersikap seperti cermin.
"Akan aku balas semua ucapanmu, Mas." bisik Reca sambil mengepalkan tangannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Rusmiati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mak Comblang
Drama ibu muda yang baru melahirkan dimulai sejak ibu dan mertuanya sudah pulang. Reca melanjutkan rutinitas barunya sendirian. Ah tidak, berdua dengan perempuan paruh baya yang sengaja dibayar Leo untuk membantu istrinya.
Reca adalah perempuan muda yang harus berpikir dewasa karena keadaan. Tidak sama dengan temannya yang masih bisa bebas bermain, dunianya kini berputar di rumah saja. Hanya tentang Wiguna dan Leo.
"Bi minta tolong jagain Guna ya, aku gak enak badan." Reca menyerahkan Wiguna pada Bi Isum.
"Iya Bu. Ibu sakit apa? Biar saya siapkan obat," ucap Bi Isum setelah menggendong Wiguna.
"Gak perlu Bi. Aku cuma butuh istirahat aja," ucap Reca.
Reca pergi ke kamar dan merebahkan tubuhnya. Ia sangat lelah setelah seharian menggendong Wiguna yang sedang rewel. Bi Isum yang membantunya dari pagi sampai sore saja, tidak membuat Reca lepas dari proses begadang. Kepalanya pusing setelah hampir semalaman tidak tidur. Jangan tanya Leo dimana. Leo memang ada di rumah. Tapi tidak bisa membantu Reca menenangkan Wiguna.
"Bu, Bapak sudah pulang. Saya pulang dulu ya!" izin Bi Isum.
"Guna dimana?" tanya Reca lemas.
"Ada sama Bapak Bu," jawab Bi Isum.
"Ya sudah. Terima kasih Bi," ucap Reca.
Kepalanya terasa sangat berat. Reca tidak mampu menghampiri suaminya yang baru saja pulang kerja. Ia justru merasa aman saat Bi Isum memberikan Wiguna pada suaminya. Namun siapa sangka jika hal itu ternyata menjadi masalah baru untuk Reca.
"Kamu ini kenapa sih? Aku pulang gak disambut, Guna juga dibiarin sama aku. Kamu sakit apa?" tanya Leo.
Pertanyaan itu mungkin akan menjadi baik-baik saja jika nada bicara Leo rendah. Sayangnya nada bicara Leo seperti menahan emosi. Ada penekanan di beberapa kata yang membuat Reca sakit.
"Kenapa gak telepon dokter? Jangan biarin kamu sakit gitu. Guna butuh ibu yang sehat yang bisa jagain dia. Aku bayar Bi Isum buat nemenin kamu. Bantuin kamu beresin rumah dan nyiapin kebutuhan kamu. Masa Guna juga dipercayain ke Bi Isum sih?" lanjut Leo.
Bahkan Reca belum sempat menjawab pun Leo sudah menambah ocehannya. Membuat Reca sangat lelah. Berusaha diam bukan hal yang baik baginya. Dengan kepala yang masih berat, Reca duduk di atas ranjang.
"Mas, kepala aku sakit. Semalam aku gak tidur. Sampai tadi siang baru aku bisa tidur. Aku mau coba istirahat dulu biar sehat dan bisa urus Guna lagi. Lagian kalau Guna sama kamu kenapa sih? Dia kan anak kamu juga," ucap Reca membela diri.
"Aku kerja. Kamu tahu kan aku kerja? Semalam juga aku begadang kan nemenin kamu. Aku juga sama gak tidur. Bahkan paginya aku pergi ke kantor. Kerja. Gak tiduran kayak kamu," ucap Leo.
Apa? Reca tidak salah mendengar ucapan suaminya? Sejak kapan Leo berani bicara seperti itu? Meskipun Leo tidak seromantis harapan Reca, namun ia tidak pernah mendapat perlakuan seperti itu sebelumnya. Ingin rasanya Reca berteriak. Mengungkapkan semua rasa kecewanya, namun itu bukan pilihan tepat.
Sekuat tenaga Reca bangkit dari ranjangnya. Menyibakkan selimut putih yang menggulung tubuhnya. Sayangnya, sebelum sampai pada Leo ia sudah ambruk. Pandangannya yang mulai memudar membuat kesadarannya juga menurun.
Perlahan ia hanya mendengar Leo memanggil-manggil namanya sampai akhirnya senyap. Reca tidak mendengar apapun. Saat terbangun, Reca sudah terkapar di sebuah bed dengan selang infusan terpasang di tangan kanannya.
"Sayang, maafin aku ya!" ucap Leo saat Reca sudah membuka matanya.
"Guna mana?" tanya Reca.
Leo menunduk. Ia merasa sangat bersalah. Bahkan saat ini, Reca mengabaikan permintaan maafnya. Guna. Hanya bayi laki-laki itulah yang ada di pikiran Reca saat ini.
"Dia sama ibu di luar," jawab Leo.
Malam ini Reca beristirahat di rumah sakit. Menghabiskan waktu satu malam tanpa Wiguna. ASInya sudah cukup banyak karena tidak disusukan pada anaknya. Meskipun malas, Reca meminta tolong pada Leo untuk mengambilkan pompa ASI untuknya.
Hanya menggunakan sebuah ponsel, Leo berhasil membuat seorang pria yang dikenal Reca sampai di sana. Membawakan pompa ASI yang diinginkannya.
"Nih," ucap Reno menyerahkan pompa ASI pada Leo.
Leo menyerahkan pompa ASI pada Reca dan pamit keluar. Tidak lama, Dini datang ke rumah sakit. Ia membawakan nasi dan lauk untuk Reca.
"Din, tahu dari mana aku di sini?" tanya Reca.
"Mas Leo nelepon. Katanya kamu sakit. Makanya aku langsung ke sini," jawab Dini.
Reca tersenyum senang. Sepertinya Leo memang benar-benar menyesal sampai akhirnya mengirim Dini untuk menghiburnya. Bahkan Dini menginap di rumah sakit. Menemaninya agar tidak bosan di rumah sakit.
"Ca, kalau Mas Leo ngomong aneh-aneh, jangan dimasukkan ke hati ya! Dia capek sama kerjaan di kantor. Makanya ngomongnya gak terkontrol. Tapi sebenarnya dia baik kok. Mas Leo itu sayang banget sama kamu," ucap Dini.
"Kamu tahu kita berantem dari mana?" tanya Reca.
"Mas Leo cerita. Intinya nyesel. Dia ngerasa bersalah banget deh," jawab Dini.
Reca senang saat Leo bisa dekat dengan sahabatnya, karena ini adalah salah satu keuntungannya. Ia bisa tahu apa perasaan Leo sebenarnya dari Dini. Karena gengsi kalau Reca harus bertanya dan mengemis perhatian.
Pagi ini Reca menitipkan ASI hasil pompaannya pada Leo. Tiba-tiba Dini buru-buru keluar dari kamar mandi. Ia minta izin pada Reca untuk pulang bareng dengan Leo, karena pagi ini ada jadwal kuliah.
"Sama aku aja. Aku juga mau pulang," ucap Reno yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan.
"Ren," sapa Leo.
"Bro," sapa Reno.
Reno membawakan kue coklat kesukaan Reca dan menyimpannya di samping ranjang. Senyum Reca pun terukir saat melihat kue coklat. Selera makannya yang sempat hilang mungkin bisa kembali dengan kue coklat kesukaannya.
"Mau langsung balik lagi?" tanya Leo.
"Iya. Tadi ada perlu dulu. Sekalian mampir ke sini dulu bawain ini buat Reca," jawab Reno.
"Terima kasih ya Kak," ucap Reca.
"Sama-sama. Ayo pulang sekarang? Nanti kamu kesiangan lagi," ucap Reno.
Dini masih Terdiam. Ia bingung harus menjawab apa.
"Iya. Sama Kak Reno aja Din. Biar sekalian kenalan. Dia bujangan sukses loh," ucap Reca.
"Kamu itu brand ambassador kue coklat ya. Jadi cukup promosi kue aja. Aku gak usah dipromosiin gitu. Kesannya gak laku banget," ucap Reno.
Ucapan itu tentu membuat Reca tertawa. Dini dan Leo hanya terdiam. Mengamati Reca yang sudah jauh lebih ceria setelah kehadiran Reno. Akhirnya Dini dan Reno segera pamit dan meninggalkan ruangan. Tidak lama, Leo juga pamit.
Suasana menjadi hening. Hanya ada Reca yang sedang menunggu visit dokter. Beberapa saat menunggu, akhirnya pintu ruangan terbuka. Alih-alih dokter yang akan memeriksa keadaannya, Reca justru dibuat terkejut. Saat pintu terbuka, muncul sosok Mba Ara. Wajahnya cemberut, terlihat kesal.
"Kamu kenapa sih gak bilang sama aku? Udah gak nganggap aku sebagai kakak kamu lagi?" tanya Mba Ara.
"Aku gak pegang ponsel Mba. Lagian kan Mas Leo udah ngabarin Mba. Maaf ya Mba jadi repot. Pagi-pagi harus ke sini," ucap Reca.
"Mana ada Leo. Kalau bukan karena Reno, aku gak tahu kamu di sini. Apa yang sakit?" tanya Mba Ara khawatir.
"Jadi Mba Ara udah chattingan sama Kak Reno ya? Cieee," goda Reca.
Mba Ara nampak terkejut. Pipinya memerah saat Reca terus-terusan mempromosikan Reno padanya. Seolah Reca tahu betul jika sosok Reno memang sangat dibutuhkan dalam hidup Mba Ara.
"Apaan sih kamu? Lagi sakit juga masih aja jadi Mak Comblang," ucap Mba Ara.