"Pergi dari sini...aku tidak ingin melihat wajahmu di rumah ini!!! aku tidak sudi hidup bersama penipu sepertimu." Bentakan yang menggema hingga ke langit-langit kamar mampu membuat hati serta tubuh Thalia bergetar. sekuat tenaga gadis itu menahan air mata yang sudah tergenang di pelupuk mata.
Jika suami pada umumnya akan bahagia saat mendapati istrinya masih suci, berbeda dengan Rasya Putra Sanjaya, pria itu justru merasa tertipu. Ya, pernikahan mereka terjadi akibat kepergok tidur bersama dikamar hotel dan saat itu situasi dan kondisi seakan menggiring siapapun akan berpikir jika telah terjadi sesuatu pada Thalia hingga mau tak mau Rasya harus bersedia menikahi mantan kekasih dari abangnya tersebut, namun setelah beberapa bulan menikah dan mereka melakukan hubungan suami-istri saat itu Rasya mengetahui bahwa ternyata sang istri masih suci. Rasya yang paling benci dengan kebohongan tentu saja tidak terima, dan mengusir istrinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebesaran Hati Thalia.
Di belahan kota yang berbeda, ibu angkat Thalia mulai gelisah setelah menerima telepon dari seseorang.
"Bagaimana kalau papa sampai tahu tentang masalah ini!!!." mama Miske mondar-mandir bak setrikaan sembari menggigit ujung jarinya, suatu kebiasaan yang kerap kali dilakukan oleh wanita itu jika sedang dalam kondisi cemas. "Bagaimana Arfan bisa sampai tahu kalau Thalia adalah putri kandungnya??? Apa mungkin setelah mengetahui kebenaran ini Arfan akan melaporkan aku ke poli_si??? tidak.... tidak....hal ini tidak boleh sampai terjadi, aku tidak mau masuk penjara.... Argh....." wanita itu benar-benar frustasi.
"Apa sebaiknya aku melarikan diri sejauh mungkin???." mama Ike di selimuti kebimbangan. Di satu sisi ia tak ingin meninggalkan suaminya, namun di sisi lain ia juga tidak ingin sampai masuk penjara jika perbuatan di masa lalunya sampai terungkap.
Tanpa membuang waktu, wanita itu mengambil koper besar dari atas lemari kemudian mengemas pakaiannya.
"Aku harus segera pergi dari sini."gumamnya seraya menyeret koper besar miliknya, berlalu meninggalkan rumah yang telah ditinggali selama lebih dari dua puluh tahun bersama sang suami. "Maafkan aku, mas Haris.... setelah tahu siapa aku sebenarnya, aku yakin kamu pun pasti akan menyudahi pernikahan kita, mas." memikirkan hal itu berhasil membuat kedua bola mata mama Ike berkaca-kaca. situasi saat ini mengharuskannya pergi meninggalkan pria yang selama ini menjadi teman hidupnya. dua puluh lima tahun bukanlah waktu yang sebentar, sudah banyak suka duka yang mereka lewati bersama, termasuk kesabaran sang suami menerima kondisi dirinya yang tidak bisa melahirkan seorang anak di dalam pernikahan mereka.
Mama Miske berjalan menyeret kopernya menghampiri taksi online yang telah menunggunya di depan gerbang rumah.
Di tengah perjalanan menuju suatu tempat, wanita itu teringat akan anak angkatnya. "Apa sebaiknya aku menghubungi Thalia????." batin mama Miske. wanita itu mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya kemudian melakukan panggilan telepon ke nomor telepon Thalia.
Dua kali berdering, panggilannya pun tersambung.
*
*
*
"Bagaimana mungkin Miske yang menjadi dalam dibalik penculikan putriku???." gumam dokter Arfan, kini perasaan pria itu bercampur aduk, antara geram dan juga penasaran.
"Jadi, anda mengenal mama Miske????." meskipun reaksi dokter Arfan sudah cukup menjadi bukti jika pria itu mengenal ibu angkat Thalia, namun Rasya masih saja bertanya untuk memastikan.
Dokter Arfan mengangguk, dan mau tak mau pria itu pun mengakui sesuatu dihadapan Rasya. "Miske pernah mengisi hari-hari terindah di dalam hidup saya, tetapi sayangnya pada suatu hari ia pergi meninggalkan saya tanpa meninggalkan pesan apapun." aku dokter Arfan dengan pandangan jauh melayang.
Lelucon apalagi ini??? Mama miske dan dokter Arfan pernah menjalin hubungan dekat di masa lalu, Rasya sampai tak bisa berkomentar setelah mendengar pengakuan pria dihadapannya itu.
"Kenapa kau tega melakukan semua ini padaku, Miske??? tidak puaskan kau pergi meninggalkan aku, sehingga kau masih memisahkan aku dari putriku?????." batin dokter Arfan.
"Apa tindakan anda selanjutnya, pak dokter??? Apa anda akan tetap merahasiakan kebenaran ini dari putri kandung anda????." pertanyaan Rasya sekaligus menyadarkan dokter Arfan dari lamunannya.
"Sepertinya sudah saatnya saya mengungkapkan kebenaran ini dihadapan putri kandung saya. Thalia harus tau bahwa orang tua kandungnya masih hidup dan kami tidak pernah menelantarkannya. hidup kami justru sangat menderita setelah kejadian penculikan itu, hampir setiap hari saya tak bisa tenang menjalani hidup ini, nak Rasya." jika seorang pria telah meneteskan air mata itu artinya hatinya sedang tidak baik-baik saja, dan sepertinya hal itulah yang saat ini dirasakan oleh dokter Arfan.
Rasya mengangguk, setuju dengan keputusan yang akan diambil oleh dokter Arfan, berterus terang dan mengungkapkan kebenaran dihadapan putri kandungnya, Thalia.
*
*
*
"Ada apa ini, mas.... Pak dokter....???." Tanya Thalia saat menyaksikan gurat serius di wajah dokter Arfan dan juga sang suami. ia menatap Rasya dan dokter Arfan secara bergantian, seakan meminta kepada salah satunya untuk menjawab pertanyaannya.
"Sayang.... sebelumnya mas minta padamu untuk tetap tenang, setelah mengetahuinya kebenaran yang ada nantinya!!." pinta Rasya.
"Sebenarnya ada apa ini, mas???." Thalia semakin bingung dengan situasi yang ada, dahinya bahkan sudah terlihat mengeryit.
"Apa lagi ini, mas???." tanya Thalia di saat Rasya menyodorkan sebuah amplop berwarna coklat ke hadapannya.
"Bukalah sayang...!!! tapi sebelum itu, sekali lagi mas minta padamu untuk tetap bersikap tenang!!." jujur, Rasya khawatir istrinya mengalami syok yang mungkin saja akan berpengaruh pada kondisi psikologis ataupun mentalnya, mengingat Thalia baru saja melahirkan putranya beberapa bulan lalu.
Dengan gurat bingung yang menghiasi wajah cantiknya, Thalia perlahan meraih amplop tersebut lalu menatap Rasya dan Dokter Arfan secara bergantian, sebelum sesaat kemudian membuka amplop itu dan membaca isi surat didalamnya.
Buliran bening jatuh membasahi pipi mulus Thalia saat ia mulai membaca setiap kata demi kata yang tercetak pada kertas di genggamannya. Hasil Pemeriksaan DNA yang menunjukkan bahwa DNA miliknya dan dokter Arfan 99,99 persen memiliki kemiripan, dengan begitu bisa di pastikan keduanya memiliki hubungan darah.
"Ini tidak seperti yang kamu pikirkan, nak..." ujar dokter Arfan melihat wajah sedih Thalia. "Demi Tuhan, anakku....kami tidak pernah menelantarkan mu, ada seseorang yang telah menculik mu ketika kamu masih bayi, nak. Dan saat itu pihak yang berwajib pun tidak berhasil menemukan titik terang tentang pelaku penculikan itu." sambung dokter Arfan, yang tidak ingin sampai Thalia berpikir jika mereka telah menelantarkannya saat masih bayi.
"Apakah anda masih ingin memenjarakan pelaku penculikan itu, meskipun beliau telah mendedikasikan separuh hidupnya untuk membesarkan putri kandung anda????." Thalia semakin tak sanggup membendung air matanya hingga Rasya tidak tega melihatnya.
Deg
Baik dokter Arfan maupun Rasya sama-sama terkejut, dari pertanyaan Thalia barusan sepertinya ibu satu anak itu sudah tahu siapa pelaku penculikan dirinya puluhan tahun silam.
"Bagaimana kamu bisa bertanya seperti itu, sayang???? Apa kamu sudah tahu_."
Thalia menoleh pada Rasya
"Benar mas...aku sudah tahu karena beberapa saat yang lalu mama meneleponku, Beliau sudah mengakui kesalahannya." sela Thalia.
Flash back On.
"Mama..."
"Iya Thalia, ini mama. Bagaimana keadaanmu, nak???."
"Thalia baik-baik saja, mah. Mamah sendiri apa kabar, Thalia harap mama juga baik-baik saja."
"Thalia... sebenarnya mama ingin mengakui sesuatu padamu, nak. Mama harap kamu bisa memaafkan semua perbuatan mama!!!." dari seberang sana terdengar oleh Thalia suara berat ibu angkatnya.
"Mama tidak perlu minta maaf, Thalia sudah memaafkan mama jauh sebelum mama memintanya." jujur, Thalia merasa ada yang aneh dengan ibu angkatnya itu. Mama yang sering kali mengomel padanya kini justru berbicara dengan nada yang terdengar begitu lembut, serta ada Isak tangis yang juga terdengar lirih.
"Thalia...."
"Iya, mah. Jika mama ingin mengatakan sesuatu, katakan saja mah!!!."
"Sebenarnya.... sebenarnya selama ini mama tidak sebaiknya yang kamu kira, karena sebenarnya mama lah yang telah menculik kamu dari orang tua kandung kamu, nak." suara tangisan terdengar semakin jelas dari seberang sana.
Deg...
Cukup lama Thalia terdiam setelah mendengar pengakuan mengejutkan dari mulut ibu angkatnya itu.
"Jangan becanda, mah...!!!." Thalia masih menolak percaya, meski hatinya yakin jika saat ini ibu angkatnya tersebut tidak sedang bercanda, mengingat suara tangisan mama Ike kian terdengar jelas.
"Mama tidak sedang bercanda Thalia. mama harap suatu hari nanti kamu bisa memaafkan kesalahan mama, nak. berbahagialah bersama suami dan putramu, serta maafkanlah semua kesalahan mama, Thalia. Mungkin selama ini sikap mama padamu terkesan memaksa, tapi percayalah anakku, mama hanya ingin kamu hidup dengan layak hingga anak-anakmu kelak tidak mendapat hinaan dari siapapun sebab memiliki seorang ayah yang mampu melindungi mereka." setelahnya, panggilan telepon tersebut terputus, sepertinya mama Ike memang sengaja mematikan teleponnya.
Flash back Of.
"Awalnya aku memang kecewa dan juga marah setelah mendengar pengakuan mama, tapi setelah mengingat semua pengorbanan mama dalam merawat dan membesarkan aku hingga sedewasa ini. Bagiku memberikan maaf saja rasanya tidak terlalu sulit bagi seseorang yang telah mendedikasikan sebagian dari hidupnya untuk membesarkan aku."
Rasya sampai tidak bisa berkata-kata. terbuat dari apa sebenarnya hati istrinya. Mungkin jika dirinya yang ada di posisi Thalia pasti Rasya pasti sudah melaporkan mama Ike ke pol_isi atas tindakan jahatnya, tapi apa yang dilakukan oleh Thalia justru berbanding terbalik, wanita itu justru tidak ingin sampai ibu angkatnya itu masuk penjara.
gak sabar nunggu Rangga tau kalo bosnya itu suaminya Riri