"Tidak semudah itu kamu akan menang, Mas! Kau dan selingkuhanmu akan ku hancurkan sebelum kutinggalkan!"
~Varissa
_____________________
Varissa tak pernah menyangka bahwa suami yang selama ini terlihat begitu mencintainya ternyata mampu mendua dengan perempuan lain. Sakit yang tak tertahankan membawa Varissa melarikan diri usai melihat sang suami bercinta dengan begitu bergairah bersama seorang perempuan yang lebih pantas disebut perempuan jalang. Ditengah rasa sakit hati itu, Varissa akhirnya terlibat dalam sebuah kecelakaan yang membuat dirinya harus koma dirumah sakit.
Dan, begitu wanita itu kembali tersadar, hanya ada satu tekad dalam hatinya yaitu menghancurkan Erik, sang suami beserta seluruh keluarganya.
"Aku tahu kau selingkuh, Mas!" gumam Varissa dalam hati dengan tersenyum sinis.
Pembalasan pun akhirnya dimulai!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Serangan pertama
"Mas, itukan berlian-berlian aku," protes Mauren kesal ketika Erik dengan kalap mulai mengambil semua perhiasan miliknya.
"Semua ini harus aku kasih ke Varissa, Sayang! Dia punya seluruh detail laporan pengeluaran dari kartu kredit aku. Kalau nggak dibalikin ke dia, bisa-bisa dia tahu kalau kita berdua ini selingkuh," jawab Erik panik.
Mauren menampakkan ekspresi wajah marah. Ia dengan cepat merebut perhiasan yang sudah ingin di bawa Erik pergi.
"Nggak. Ini semua punya aku. Aku nggak mau kasih milik aku ke perempuan itu, Mas!"
Erik juga mulai tersulut emosi karena sifat keras kepala Mauren. Di rebutnya kembali dengan paksa perhiasan-perhiasan itu dari tangan Mauren dengan kasar.
"Seharusnya kamu sadar, kamu itu siapa. Jangan berbuat hal yang melampaui batas, Mauren!" peringat Erik dengan tegas.
"Kamu mulai ngancam aku, Mas?" tanya Mauren setengah tak percaya.
Erik memejamkan kedua matanya. Berusaha meredam emosi yang terlanjur menguasai jiwa. Pikirannya yang kalut harus ditenangkan karena ia juga tak mau segala rencana yang sudah ia susun malah hancur berantakan.
"Aku nggak mengancam. Ini hanya sekadar peringatan untuk kamu. Camkan itu!"
Mauren mengepalkan kedua tangannya penuh dendam ketika Erik telah melenggang pergi membawa seluruh perhiasan yang telah Mauren beli. Vas diatas meja menjadi pelampiasan. Benda itu ia hela dengan tangan hingga berakhir menjadi kepingan kecil usai menghantam lantai yang keras.
"Varissa! Ini semua gara-gara kamu!" geramnya penuh amarah.
****
Sudut bibir Varissa terangkat saat melihat jejeran perhiasan yang teronggok tanpa berminat ia sentuh diatas meja riasnya. Semua itu diberikan oleh Erik dengan dalih hadiah penyambutan untuk kepulangan Varissa dari rumah sakit. Padahal, Varissa sudah berbulan-bulan pulang ke rumah. Lantas, kenapa baru sekarang Erik memberikan semua perhiasan itu?
Varissa kembali tertawa kecil. Wine didalam gelas bertangkai panjang ia sesap kembali. Wanita itu menertawai kebodohannya sendiri yang masih saja mempertanyakan maksud Erik memberi perhiasan itu sekarang. Padahal, Varissa sudah tahu pasti jawaban dari pertanyaan itu.
"Singkirkan semua perhiasan ini!" perintah Varissa pada Bi Nunik yang sedari tadi berdiri dibelakangnya.
"Mau disingkirkan kemana, Nyonya?" tanya Bi Nunik kebingungan.
"Terserah Bibi saja. Jual atau dibuang, saya nggak peduli."
Mata Bi Nunik terbelalak kaget. "Nyonya! Ini semua kan perhiasan mahal. Kenapa harus di buang?"
Varissa membalikkan badan. Ia menatap wajah Bi Nunik yang seperti hendak kehabisan napas mendengarkan perintahnya. Ia kemudian tersenyum sinis seraya memandang sinis ke arah perhiasan-perhiasan mewah itu.
"Saya tidak sudi memakai bekas perempuan gundik murahan itu. Bibi jual saja, lalu bagikan hasil penjualannya ke pekerja-pekerja yang lain," ucap Varissa.
"Nyonya yakin?" tanya Bi Nunik memastikan.
"Iya," angguk Varissa.
Bi Nunik lekas membereskan semua perhiasan-perhiasan itu lantas membawanya pergi sesuai perintah majikannya. Sementara itu, Varissa meraih ponselnya dan bergegas menelepon seseorang untuk memulai rencana hebat mereka.
"Rencana kita dimulai malam ini. Kamu siap?" tanya Varissa pada seseorang di seberang sana.
"Baik. Akan ku siapkan semuanya. Kamu jangan khawatir!"
"Terimakasih."
Tak ada jawaban. Panggilan itu terputus begitu saja dan sontak membuat Varissa sedikit merasa kesal. Dikta jauh lebih kaku dari kanebo kering.
"Dasar cowok sok jaim!" gumamnya ketus.
Malam harinya, Mauren menuju klub malam favoritnya untuk melepaskan beban stres seharian ini. Perkara perhiasan yang direbut paksa serta pertengkaran antara dirinya dan Erik yang masih berlanjut hingga di kantor membuat pikirannya benar-benar kacau. Belum lagi, ia juga sangat malu pada teman-temannya karena tidak jadi membayarkan belanjaan mereka gara-gara dua kartu kredit yang diberikan Erik tak bisa digunakan.
"Hai cantik! Sendirian aja!" Seorang pria mendekati Mauren. Mencolek bahu wanita itu sebelum merangkulnya sok kenal.
"Jangan ganggu aku, br*ngsek!" geram Mauren marah. Wanita itu melepas tangan sang lelaki kasar lalu melangkah terhuyung menuju ke kamar mandi.
Kepalanya terasa pening setelah menenggak sebotol wiski sendirian. Ia mulai kehilangan kesadaran dan segala sesuatu di sekitarnya terasa berguncang. Ia mual. Ia harus mengeluarkan isi perutnya jika ingin merasa sedikit lebih baik.
"Ini semua gara-gara Erik dan perempuan sialan itu," teriaknya kesal usai memuntahkan isi perutnya di closet kamar mandi.
Tanpa diduga Mauren, pria yang tadi menganggunya beserta satu rekannya lagi tiba-tiba masuk dan mengunci pintu depan toilet. Mauren mulai bergidik ngeri. Rasa mabuknya hilang seketika saat menyadari sebuah bahaya besar telah datang menghampirinya.
"Ka-kalian mau apa?" tanya Mauren dengan suara bergetar.
"Mau apa lagi? Tentu saja memuaskan kamu, Cantik!" jawab lelaki yang tadi menggoda Mauren di meja bartender.
"Jangan berani mendekat atau aku akan teriak!" peringat Mauren dengan mata memerah.
Dua lelaki bertubuh kekar itu saling berpandangan kemudian tertawa keras.
"Teriak saja! Kamu pikir, di tempat dengan suara sekeras ini, ada yang bisa mendengarmu, hah? Jangan mimpi!"
Mauren mulai gemetaran. Di raihnya tisu toilet di dekatnya lalu melemparkan benda tersebut ke arah dua lelaki yang semakin mendekat ke arahnya. Rasa takut perlahan mulai menggerogoti tubuh Mauren hingga kepalanya terasa buntu untuk berpikir.
Tiba-tiba, tangan besar itu menangkap tubuh Mauren. Merobek kemeja putihnya hingga memperlihatkan bagian tubuh atasnya yang terekspos menggoda. Mauren semakin panik. Ia menginjak kaki pria yang memeganginya lalu mengambil kesempatan untuk kabur secepat mungkin.
"Tolong aku!" pinta Mauren pada salah seorang pria yang tengah asyik berjoget mengikuti alunan musik DJ yang berdentum keras.
"Minggir, j*lang! Jangan ganggu pacarku!" Seorang perempuan yang bersama lelaki itu mendorong tubuh Mauren menjauh.
Mau tak mau, Mauren kembali berlari menuju pintu keluar. Ia harus segera pergi jika ingin selamat dari dua orang pria yang masih terus mengejarnya. Pandangan orang-orang yang menatapnya heran tak ia pedulikan. Mauren terus berlari sampai kemudian dia merasakan tubuhnya dihantam keras oleh sesuatu dan membuat dirinya mulai kehilangan kesadaran.
"Jauhi Erik jika kau masih ingin hidup!" Peringatan itu terdengar jelas di telinga Mauren sebelum ia benar-benar tak sadarkan diri.
*****
"Mauren, kamu sudah sadar?"
Mauren mengerjapkan kedua matanya. Berusaha menyesuaikan cahaya yang menembus retinanya beberapa kali.
"Erik?" panggilnya dengan nada lemah.
"Gimana keadaan kamu?" tanya Erik dengan perasaan cemas.
Mauren masih berusaha mengingat-ingat kejadian yang baru saja menimpa dirinya. Lalu, tiba-tiba wanita itu terperanjat dengan wajah yang semakin bertambah pias.
"Dimana dua lelaki yang mengejar ku?" tanya Mauren panik.
"Lelaki? Siapa yang kamu maksud?" ujar Erik balik bertanya.
Mauren masih berusaha mengingat apa saja yang terjadi padanya. Dan...
"Istri kamu, Mas! Dia dalang dari semua ini! Dia yang mencelakai aku!"
"Apa?" tanya Erik tak percaya.
awalan yg menarik