Di dunia di mana para dewa pernah berjalan di antara manusia, sebuah pedang yang terlupakan bangun, melepaskan kekuatan yang dapat mengubah dunia. Seorang pemuda, yang ditakdirkan untuk kehebatan, menemukan sebuah rahasia yang akan mengubah nasibnya, tetapi dia harus memilih pihak, pilihan yang akan menentukan nasib dunia. Cinta dan kesetiaan akan diuji ketika dia menjelajahi dunia sihir, petualangan, dan roman, menghadapi ancaman yang dapat menghancurkan jaringan eksistensi. Warisan Para Dewa menunggu... Apakah kamu akan menjawab seruannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pramsia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 26: Cahaya dan Bayangan Aurora
Gemuruh yang mengguncang tanah, suara yang lebih dalam dan lebih ganas daripada getaran energi Aurora yang biasa, membangunkan Jian, Kai, dan Mei dari ketenangan sesaat. Bau ozon tajam menusuk hidung mereka, campuran aroma bunga-bunga surgawi yang biasa kini tergantikan oleh bau logam hangus dan sesuatu yang menyerupai belerang. Sebelum mereka sempat memprosesnya, bayangan-bayangan hitam melesat dari balik bangunan-bangunan kristal, menyerang tanpa ampun. Udara bergetar dengan energi gelap yang dingin dan mengancam.
Serangan itu lebih cepat dan lebih brutal daripada yang mereka bayangkan. Makhluk-makhluk bayangan, berbentuk humanoid dengan kulit gelap yang mengkilap seperti obsidian dan mata merah menyala seperti bara api, menyerbu mereka dengan kecepatan luar biasa. Jian, dengan teriakan perang yang menggema, menghalau serangan pertama dengan pedangnya, suara logam beradu dengan keras, bersama percikan api yang menyambar. Bau logam panas dan bau anyir darah memenuhi udara. Kai, lincah dan gesit seperti kucing hitam, menghindar dengan cekatan, serangan baliknya tepat dan mematikan, suara tulang patah terdengar samar di antara teriakan makhluk-makhluk itu. Mei, dengan napas yang terengah-engah, menciptakan perisai cahaya yang melindungi mereka dari serangan paling ganas, serangan balasannya berupa ledakan energi yang menyilaukan, menciptakan gelombang panas yang membakar makhluk-makhluk bayangan. Ketakutan, kemarahan, dan tekad bercampur aduk dalam dirinya.
Pertempuran berlangsung singkat namun dahsyat. Ketiga sahabat itu berjuang mati-matian, kemampuan mereka diuji hingga batasnya. Bau anyir darah dan logam panas semakin menyengat. Mereka harus mundur.
Jian, dengan instingnya yang tajam, menarik Kai dan Mei ke sebuah gang sempit di antara dua bangunan kristal yang tampak seperti hendak runtuh. Mereka berlari, kaki mereka berkelebat di antara bayangan-bayangan yang mengejar, suara langkah kaki mereka bergema di antara dinding-dinding kristal yang dingin dan terasa rapuh. Bau debu dan batu yang hancur memenuhi udara.
Di ujung gang, mereka menemukan sebuah pintu tersembunyi di balik air mancur yang berkilauan, airnya kini berwarna merah kehitaman. Jian mendorong pintu itu dengan susah payah, mengungkapkan sebuah lorong bawah tanah yang gelap dan lembap, udara dipenuhi aroma tanah, batu basah, dan sesuatu yang kuno dan menyeramkan.
Lorong itu mengarah ke sebuah ruangan besar yang dipenuhi dengan artefak kuno yang tertutup debu tebal. Udara dipenuhi aroma tanah, batu basah, dan sesuatu yang kuno dan menyeramkan, seperti aroma makam kuno. Di tengah ruangan, terletak sebuah meja batu besar dengan peta kuno yang terukir di atasnya, bercahaya dengan cahaya lembut, menunjukkan jalan yang berliku dan rumit. Di sudut ruangan, sebuah buku tua dengan sampul kulit tampak seperti berbisik rahasia, halaman-halamannya tampak rapuh dan kuning.
"Ini dia," bisik Jian, matanya terpaku pada peta, suaranya bergetar karena kelelahan dan ketegangan. "Petunjuk menuju tiga artefak: Batu Cahaya, Pedang Kegelapan, dan Gelang Kehidupan. Kita harus menemukannya sebelum Gerbang Kegelapan sepenuhnya terbuka."
"Tapi apa maksud serangan itu?" tanya Kai, masih terengah-engah, suaranya dipenuhi dengan kekhawatiran dan kemarahan. "Apakah mereka tahu tentang artefak ini? Aku tidak suka ini..."
Mei, dengan intuisinya yang tajam, menunjuk ke arah buku tua itu, suaranya tenang namun tegas. "Mungkin buku ini bisa memberikan jawabannya. Kita harus bertindak cepat." Ketakutan masih terasa di matanya, namun tekadnya tetap kuat.
Saat mereka mulai mempelajari peta dan buku kuno, suara langkah kaki terdengar dari pintu masuk lorong. Bukan langkah kaki makhluk bayangan, tetapi langkah kaki yang lebih berat, lebih kuat, dan lebih teratur. Sebuah bayangan gelap muncul di pintu masuk, mengunci mereka di dalam ruangan rahasia. Bau anyir darah yang kuat tiba-tiba memenuhi ruangan.
"Kalian tidak akan berhasil," suara serak dan dingin terdengar, suara yang penuh dengan kebencian dan kekuatan. "Gerbang Kegelapan akan terbuka, dan kegelapan akan menguasai semuanya."
"Siapa kau?" tanya Jian, pedangnya sudah terhunus, suaranya bergetar karena amarah dan ketegangan.
Sosok itu tertawa, suaranya penuh dengan kekejaman, suara yang menggema di ruangan rahasia itu. "Aku adalah bagian dari kegelapan... dan aku akan memastikan bahwa rencanamu gagal. Kalian tidak akan menghentikan apa yang sudah dimulai."
( Lanjut Chapter 27 )