Mencari Daddy Sugar? Oh no!
Vina Rijayani, mahasiswi 21 tahun, diperhadapkan pada ekonomi sulit, serba berkekurangan ini dan itu. Selain dirinya, ia harus menafkahi dua adiknya yang masih sangat tanggung.
Bimo, presdir kaya dan tampan, menawarkan segala kenyamanan hidup, asal bersedia menjadi seorang sugar baby baginya.
Akankah Vina menerima tawaran Bimo? Yuk, ikuti kisahnya di SUGAR DATING!
Kisah ini hanya fantasi author semata😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Payang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10. Rumah Sakit.
Setelah mengobati bibirku, dokter wanita itu menyuruhku berbaring di ranjang pasien. Kulihat dia mengeluarkan sesuatu dari tempat peralatan medisnya, dengan sopan meminta izin menyingkap pakaianku, lalu mengoles jel di permukaan perutku.
Seluruh tubuhku meremang, menahan geli yang tidak tertahankan, saat dokter mulai menggulir transduser kesana kemari dipermukaan perutku bagian bawah.
Setelah beberapa saat, akhirnya aku mulai terbiasa, tidak tertawa dan bergerak rusuh lagi.
"Rahim Nona bersih, tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan," ucapnya, aku turut melihat kearah layar yang menggantung, memperlihatkan gambar tiga dimensi dalam perutku. Aku tidak mengerti apa maksudnya dilakukan pemeriksaan ini untukku.
...***...
"Kakak, adek mau makan itu?" Vaniza menunjuk gerobak bakso yang sedang nangkring didepan pagar.
Vino menatap kotak makanan adiknya yang sudah licin. Sudah tidak bersisa nasi, tumis jagung-wortel-kacang merah-buncis, dan dua potong paha ayam kecap yang dibekali oleh bude Romlah tadi pagi.
"Adek masih laper?" Vino beralih pada wajah adiknya yang menatap penuh minat pada gerobak bakso yang diserbu beberapa murid di jam istirahat ini.
"Iya, perut adek belum penuh kak," Vaniza mengusap perutnya.
"Uang jajan yang di kasih Bude belum adek belanjakan kok. Ini," Vaniza mengeluarkan uang pecahan sepuluh ribuan miliknya pada sang kakak.
"Sudah, simpan aja. Anggap kak Vino traktiri adek," Vino beranjak dari kursi bermeja dibawah pohon ketapang, tempat mereka menikmati bekal.
"Terima kasih Kakak," Vaniza kegirangan, kembali menyimpan uang jajannya kedalam saku.
"Sekalian es serut rasa buah naga ya kak Vino!" Teriak Vaniza
"Iya!" Vino balas berteriak dari kejauhan, bocah laki-laki itu tertawa sendiri mendapat tambahan pesanan.
"Pak Lek, bakso semangkok ya, juga es serut rasa buah naganya dua gelas," setelah gilirannya tiba.
"Baik Den, di tunggu ya," sang penjual buru-buru menyiapkan pesanan yang Vino minta, sesekali mengusap keringat dengan handuk kecilnya yang tersampir dileher.
"Ini Den," menyodorkan pesanan.
"Berapa?" Vino menatap sang penjual.
"Sembilan ribu saja Den."
Vino langsung menyodorkan uangnya.
"Ini Den kembaliannya."
Vino segera beranjak membawa semangkok bakso dan dua gelas berbahan plastik es serut ditangannya dengan sangat hati-hati, setelah mengambil kembalian dan mengucapkan terima kasih pada sang penjual.
...***...
"Ngapain aja sih dia didalam, lama banget?" gerutuku yang baru keluar dari pemeriksaan dokter kandungan, sambil memandangi tulisan diatas ruangan tepat didepanku yang bertuliskan,'Spesialis Andrologi, Dr. Jimmy Khairil, Sp. And.'
Karena penasaran aku segera searching.
Aku ternganga, lalu gegas membekap mulutku sendiri setelah tahu apa yang ditangani oleh seorang Dokter Spesialis Andrologi.
Cklek.
Aku buru-buru mematikan layar ponsel baru berwarna pink-ku, lalu menyimpannya didalam tas, saat pintu ruangan pemeriksaan terbuka lebar.
Walau sedikit samar, aku masih dapat mendengar dengan jelas sisa pembahasan mereka, saat dokter Jimmy mengantar tuan Bimo hingga didepan pintu. Wajahku memerah, merasa malu sendiri mendengar bahasan tabu seperti itu.
"Tuan Bimo, apa ini nona Vina yang anda ceritakan tadi?" dokter Jimmy menatap kearahku, terlihat tampan dan jauh lebih muda dari tuan Bimo.
"Iya, tapi maaf, saya tidak mengijinkan dokter berjabat tangan dengannya," tuan Bimo melirik kearahku.
Aku mendengar sang dokter muda itu tergelak, lalu kembali memberi pesan sebelum tuan Bimo membawaku pergi dari sana.
"Tongkat dewanya jangan dulu dipakai sesuai fungsinya ya Tuan, berbahaya, tunggu benar-benar sehat. Usahakan hindari nikotin dan alkohol supaya proses kesembuhannya cepat."
"Sudah cukup, jangan bicara lagi!" tuan Bimo terlihat sangat tidak suka dengan mulut sang dokter yang tidak berhenti berceloteh. Tangannya menarikku menuju kasir, untuk menyelesaikan administrasi.
"Vina? Ngapain disini?"
Pandanganku segera mengedar, mencari sumber suara yang tidak asing ditelingaku.
"Eh, k-kak Heru..." aku tergagap, menemukan presisi kakak tingkatku itu ada didalam ruang kasir, tepat dibelakang kasir yang sedang memproses pembayaran tuan Bimo.
Bingung, tidak tahu harus menjawab apa, bila jujur mengatakan hal yang sebenarnya, tentu saja aku malu pada kak Heru.
"Sebagai pasangan, kami sedang memeriksa alat reproduksi kami, puas? Kamu bisa memastikannya di pembayaran kami, bukankah kamu berkerja disini?" sela pak Bimo memasang wajah garang.
Oh my God, help me!
Aku hampir menangis histeris dibuat tuan Bimo. Bisa-bisanya dia malah memperjelas apa yang aku sembunyikan. Rasanya, inginku cakar-cakar dia dengan kuku-kuku panjangku, grrrrr!
"Ah, iya, saya memang sedang magang disini, menggantikan salah satu accounting yang sedang berhalangan," jelas kak Heru, kulihat dirinya sedikit salah tingkah, wajahnya juga memerah.
Belum sempat aku bicara lebih lanjut pada kak Heru untuk menanggapi ucapannya, tuan Bimo sengaja merangkul pundakku dan membawaku pergi tanpa memperdulikan Heru yang masih memandangi kami dengan tatapan nanar.
Bersambung...✍️
🤣