Tidak pernah Alana menyangka, pria yang sengaja dihindari selama lima tahun ternyata adalah atasannya.
Karena rasa benci jika pria tersebut menikah lima tahun yang lalu membuat Alana merasa kecewa dan berniat pergi. Tapi, semua itu sia-sia karena Silas menjadi Atasannya.
Silas yang memang masih mencari Alana karena rasa cinta tentu saja suka melihat wanita itu berada disekitarnya. Tanpa sengaja mereka melakukan malam panas bersama disaat Alana sedang dikuasai oleh pengaruh alkohol.
Lalu, bagaimana dengan kisah mereka selanjutnya? apakah Alana akan tetap bekerja di bawah Silas atau malah tetap menjadi simpanan pria yang sudah menikah lagi itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Madumanis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2
Semua pertanyaan itu hanya bisa Silas pendam agar tidak membuat Alana tertekan lalu malah pergi lebih jauh lagi. Silas hanya bisa diam dengan pertanyaan yang terus berputar dalam benaknya itu. Mungkin sikap tidak adil yang selama ini Alana lakukan membuat takdir pertemuan lagi untuk mereka.
Tok.. Tok.. Tok..
Suara itu mengejutkan Silas yang tengah melamun, ia langsung berbalik badan menantikan Alana yang masuk. Pandangan mata pria itu terus tertuju pada Alana yang berjalan perlahan menuju kearahnya. Wanita itu terus menunduk tidak ada menatap Silas sama sekali, sementara Silas terus saja menatap Alana tanpa kedip sedikitpun.
"Apa kabarmu, Alana?" Tanya Silas langsung saja pada intinya, meskipun banyak pertanyaan yang lebih membutuhkan jawaban dari pada jawaban yang ia lontarkan.
Mendengar pertanyaan Silas membuat jantung Alana semakin berdebar kencang saja, ia mencoba memberanikan diri menatap ke arah Silas.
"Baik, Tuan."Jawabnya sangat singkat, sebenarnya Alana sedang menjaga jarak diantara dirinya dengan Silas.
Tangan Silas bersedekap didada sembari menatap Alana yang sudah menatapnya. "Aku lega jika selama lima tahun ini kau baik-baik saja, tidak seperti aku. Selama lima tahun kehidupanku kacau.." Silas mengatakan itu murni sesuai apa yang ia rasakan.
Alana hanya diam menatap Silas saja, pandangan mata Alana menyelidiki sosok Silas. Pria tampan yang sempat ia cintai lima tahun yang lalu, akibat Silas pernah mengambil keputusan untuk menikah dengan Nadia membuat rasa ilfil ada pada diri Alana untuk sosok Silas.
"Sesuai perjanjian kerja, Tuan. Aku adalah sekretaris pribadimu. Mari hanya membahas pekerjaan saja bukan hal lain, kita harus profesional bukan?"
Apa yang dikatakan Alana seolah enggan membahas perbuatannya kepada Silas. Apakah Alana memang sekejam itu akan sebuah perasaan seseorang, apa Alana tidak tahu seperti apa rasanya selama lima tahun ini hidup dengan rasa penasaran dan kekhawatiran.
"Baiklah, tetap profesional." Silas mencoba mengikuti saja apa yang Alana pikirkan, karena Silas tidak mau Alana pergi jauh lagi.
Pandangan mata Alana terus tertuju pada Silas yang tengah menumpuk berbagai dokumen. Jari yang mana melingkar di jari manis cincin pernikahan, hal itu yang membuat Alana semakin yakin jika sebenarnya Silas memang tidak pernah mencintainya. Alana mencoba mengalihkan pandangannya ke arah lain, tidak mau berpikiran hal seperti sakit hati ataupun lainnya.
"Periksa semua dokumen ini, kau harus mempelajari segera. Malam ini aku akan membawamu untuk bertemu dengan para kolega disalah satu Klub." Ucap Silas, nada suaranya terdengar dingin dan datar sekali.
Alana mengambil semua dokumen tersebut di meja, ia tersenyum kepada Silas lalu menunduk hormat. Alana tidak ada mengatakan apapun meskipun semua dokumen ini akan membingungkan dirinya nanti. Disaat Alana mulai berbalik badan dan melangkah pergi malah Silas menghentikannya.
"Tunggu, Alana Jegger.."
Spontan langkah Alana terhenti, tapi wanita itu tidak berbalik badan sedikitpun. "Kau adalah sekretaris pribadiku, harus lebih dekat denganku lagi. Itulah tugas seorang sekretaris pribadi bukan?"
Sadar, ya Alana sadar akan fakta itu tapi kenapa harus diingatkan lagi oleh Silas. Alana menganggukkan kepala saja lalu melangkah pergi, tidak mau lebih lama lagi dengan Silas. Alasannya karena Alana sudah tidak tahan melihat wajah tampan itu terus menatapnya.
"Huh, Astaga!" Alana meletakkan dokumen itu dimeja, ia terus menghela napas panjang dengan semua hal yang terjadi. Alana tidak pernah menyangka jika akan mengalami hal selucu ini dalam hidup.
"Dia memang selalu seperti itu, merasa terpaksa menikahi seseorang.. padahal faktanya tidak seperti itu. Kalau terpaksa kenapa cincin pernikahan itu masih dipakai?" Alana menatap tidak suka kepada pintu ruangan Silas, lebih tepatnya Alana terus mengumpat Silas yang banyak bicara menurutnya.
Lain dengan Silas yang masih berharap jika Alana masuk lagi kedalam ruangannya, menjelaskan semua ulahnya selama ini. Apakah Alana akan membiarkan Silas terus hidup dalam rasa penasaran seperti ini? Alana memang tidak adil akan perasaan yang dimiliki Silas.
"Bahkan selama lima tahun, perasaan ini tidak kunjung hilang, Alana. Aku masih sangat mencintaimu..."
•
•
Dan kini Alana serta Silas berada didalam satu mobil yang sama, keduanya hanya saling diam saja sedari tadi. Sesekali Alana melihat kearah Silas yang tengah sibuk dengan ponselnya, ntah apa yang dilakukan pria tersebut.
"Mungkin sedang berkirim pesan dengan istriku.." Gumam Alana didalam hati, ia menghela napas berat sembari menyandarkan kepalanya di jendela mobil.
Karena helaan napas berat Alana membuat fokus Silas menjadi teralihkan pada wanita cantik yang duduk di sampingnya. Langsung Silas mematikan ponselnya untuk bicara dengan Alana, mungkin wanita itu bosan terus diam sedari tadi.
"Nanti jangan meminum yang ada disana, mengerti?"
"Kenapa?" Alana bertanya karena bingung, kalau sudah membahas suatu masalah pekerjaan di Klub pasti tidak jauh jauh dari hal berbau alkohol.
"Nanti kau mabuk, karena kau masih terlalu kecil untuk minum anggur."
"Ck, kecil katanya?" Alana tidak terima tentunya, ia menatap tidak suka Silas yang masih saja menatapnya. "Aku sudah besar, Tuan. Bahkan sudah berumur 26 tahun, tidak Alana bocah lima tahun yang lalu yang sangat mudah kau tipu." Ntah kenapa Alana berani mengatakan hal itu.
Alana membuang wajahnya kearah jendela mobil dengan kedua tangan bersedekap didada. Tanpa ia tahu jika Silas tengah tersenyum tipis akan apa yang ia katakan barusan.
"Bagiku kau tetaplah Alana lima tahun yang lalu, tidak perduli meskipun waktu sudah berlalu selama itu. Tetap saja, kau adalah Alana bocah menggemaskan yang menyukai aku." Balas Silas, ia menaikan kedua alisnya membuat Alana semakin kesal saja.
"Buang pikiran itu jauh-jauh, Tuan Silas. Tidak ada perasaan bodoh itu lagi padaku untukmu!"
"Perasaan bodoh?" Silas tidak suka perasaan Alana yang ada pada dirinya dikatai perasaan bodoh. "Dengar, Alana.."
"Profesional, Tuan. Profesional... ingatlah." Alana langsung lebih dekat dengan pintu mobil, ia tidak mau mendengar apa yang dikatakan Silas lagi. Cincin pernikahan itu seakan menjadi bukti akan semuanya, jika selama ini memang Silas mempermainkan hatinya.
Silas tidak bisa berkata apapun, ia hanya diam menatap ke arah jendela mobil juga.