"Berhenti deket-deket gue! Tinggalin gue sendiri, kehadiran lo cuma buat gue lebih repot!" ~ Lengkara
"Aku gak akan berhenti buat janji yang aku miliki, sekuat apapun kamu ngehindar dan ngusir aku, aku tau kalo itu cara kamu buat lindungi aku!"
###
Alexandria Shada Jazlyn ditarik kerumah Brawijaya dan bertemu dengan sosok pmuda introvert bernama Lengkara Kafka Brawijaya.
Kehadiran Alexandria yang memiliki sikap riang pada akhirnya membuat hidup Lengkara dipenuhi warna.
Kendati Lengkara kerap menampik kehadiran Alexandria, namun pada kenyataanya Lengkara membutuhkan sosok Alexandria.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon story_Mawarmerah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7. Ada Apa Dengan Lengkara?
Shada duduk di tepian ranjang, mencoba berfikir jernih dengan keanehan yang Lengkara tunjukan padanya. Bohong jika Shada tidak merasa teracuhkan oleh Lengkara sekarang. Bahkan saat perjalanan pulang pun Lengkara memilih kendaraan terpisah dengannya dengan dalih ia ingin pergi dahulu kesuatu tempat.
“Apa aku yang kelebihan berfikir?” cicit Shada dalam lamunannya, ia pun lekas bangkit “Gak bisa di biarin! Aku harus cari jawabannya”
Shada beranjak keluar kamar, ia menatap kamar Lengkara yang berada lima meter lebih depan dari kamarnya.
Tok Tok Tok…
“Lengkaraa….” ucap Shada seperti biasa dengan nada mengajak bermain, lantas tanpa aba-aba apapun dari Lengkara Shada pun membuka pintu kamar Lengkara dan masuk ke dalam.
Lengkara yang tengah menata barang pribadinya menoleh pada Shada, gadis itu tersenyum begitu lebar seperti biasa dirinya.
“Kamu lagi apa?” tanya Shada memulai seraya berjalan mendekati Lengkara. “Lagi beres-beres yah?” katanya lagi saat Lengkara tidak sedikit pun menjawab pertanyaan Shada.
“Kenapa gak panggil aku?” Shada menatap Lengkara yang masih sibuk merapikan barang-barangnya.
Meskipun di rumah ini banyak pelayan, tapi Lengkara tidak pernah membiarkan sembarang orang bisa menyentuh barang-barang keramat miliknya, pelayan hanya di izinkan Lengkara untuk membersihkan kebersihan kamar semata. Adapun yang di izinkan menyentuh itu hanya Shada dulu.
Masih tak ada jawaban Shada pun mengambil manekin mainan pemberian orang tua Lengkara “Sini biar aku bantuin_”
“Gak perlu!” Lengkara menyela. Membuat Shada sedikit tersentak karena selaan dan tekanan nada bicara yang dilakukan Lengkara. “Gue bisa sendiri, maksud gue karena gue mau posisi yang tepat!”
“Ok” Shada pun menyimpan kembali manekin yang sontak Lengkara rapikan.
Hening untuk beberapa saat, Lengkara sibuk merapikan barangnya dengan Shada yang diam menatapi pemuda itu ditengah fikiran Shada yang berkecamuk menerka.
Jika Lengkara semakin menunjukan perubahan padanya.
“Lo ada perlu apa?”
Shada tersenyum karena pada akhirnya Lengkara bersuara juga, mau dikata apa Lengkara memang seperti ini.
“Sebenernya ada yang pengen aku bicarain sama kamu!”
“Bicara aja!” ucap Lengkara seraya kembali membereskan barang-barangnya.
“Gak ah.. nanti aja kalo kamu udah selesein beres-beresnya, kamu juga kalo sambil beresin gitu jadi gak enak, jadi aneh kesannya!”
Seketika tangan Lengkara berhenti membereskan barang-barang di meja, Lengkara lalu menatap Shada. Perempuan itu kembali tersenyum begitu lebar membuat Lengkara melempar irisnya “Sekarang aja atau gak sama sekali!”
“Loh kok gitu?”
Lengkara malah bangkit "Yaudah bicara kalo gitu!” Ia beranjak kesana kemari
“Tapi banyak banget yang mau aku bicarain sama kamu Lengka!”
Shada sendiri mengikuti langkah Lengkara kemanapun pemuda itu berjalan, menuju laci dan lemari pakaian tak pelak Shada ikuti.
"Kenapa belum mulai? Jadi gak jadi bicaranya?”
“Mau-Mau, Cuma masa sambil gini, maksud aku, aku mau bicara cukup serius sama kamu!”
Seketika langkah kaki Lengkara berhenti, membuat Shada yang mengikutinya di belakang pun ikut berhenti, beruntung Shada lekas mengerem kedua kakinya jika tidak kemungkinan besar Shada menabrak punggung Lengkara.
“Waktu lo habis!” kata Lengkara menoleh Shada setelah mendengar ucapan terakhir Shada terkait pembicaraan serius, cukup jelas jika Lengkara mencoba menghindari pembicaraan.
Tapi jangan panggil Shada jika gadis itu akan berhenti begitu saja. Dibalik tanda tanya dikepala Shada gadis itu kembali mengikuti langkah kaki Lengkara menuju pintu, ia sampai tidak sadar jika Lengkara masuk ke dalam kamar mandi setelah mengambil pakaian tadi.
“Pokoknya sampai kapan pun aku bakal tungguin kamu buat bicara?”
Lengkara menoleh sedikit, “Serius?”
“Oh… seribu rius buat kamu!”
“Tapi gue mau mandi, lo masih pengen tungguin gue disini?”
Shada terperajat, ia menatap kesegala arah benar jika ini kamar mandi. Gadis itu menarik kedua sudut bibirnya sedikit kikuk. Lalu Shada melihat Lengkara yang masih menunjukan tatapan datar padanya.
Shada menaikan satu alis. “Uh.. kalo kamu izinin aku buat disini, dengan senang hati aku tungguin disini?”
Lengkara membulatkan kedua matanya mendengar ucapan Shada. Shada memang selalu bisa membuat Lengkara tidak bisa tidak untuknya, tapi kali ini Lengkara tidak menyangka gadis itu akan sefrontal ini. Mungkin karena mereka cukup lama tidak bertemu jadi Lengkara sedikit asing dan butuh penyesuaian kembali.
Lengkara menarik nafasnya sejenak dan mulai mendekat pada Shada “Keluar gak?!”
Shada terkekeh seketika, dengan begitu mudah Lengkara membalikan tubuh gadis itu untuk keluar dari kamar mandi. Pada dasarnya Shada memang hanya bercanda juga untuk membuat Lengkara masuk dalam permaian dirinya.
“Iya, iya,, ok ok aku keluar! U-uuhh… jangan tarik-tarik juga kenapa? Kan udah dibilang kalo sama cewek itu gak boleh kasar-kasar!”
“Sayangnya lo bukan cewek!”
“Lah kok gitu? Aku cewek! Mau bukti?” Shada menarik bajunya seketika.
“Shada!” Lengkara menekan kata, disini Shada mulai melerai diri dengan berhenti bermain-main, gadis itu kembali tersenyum pada Lengkara yang berada di ambang pintu.
“Gue mau mandi, Udah yah!”
Pada akhirnya Shada mengangguk dan mengibas-ngibaskan tangannya. “Iya gih.. yang bersih!”
Berakhir dengan Lengkara yang menutup pintu kamar mandi. Shada pun berbalik menatap pekerjaan Lengkara yang belum semuanya diselesaikan pemuda itu.
Sekitar tiga puluh menit Lengkara menghabiskan waktu di kamar mandi, pemuda itu berdiri disebalik pintu dengan pakaian yang sudah ia gunakan lengkap. Lengkara menarik nafasnya disela menarik knop pintu kamar.
Tanpa disangka kamar Lengkara kosong, Shada tidak ada dan itu membuat hembusan nafas lega di keluarkan Lengkara. Pemuda itu berjalan hingga atensinya terpecah pada meja yang sudah begitu rapi di tata oleh Shada.
Seketika langkah kaki Lengkara berbelok mendekati meja. Ia melihat dengan teliti dan seksama bagaimana barang-barangnya begitu rapi di susun Shada dan itu sesaui dengan keinginan dirinya. Maksudnya karena barang-barang itu cukup berarti dan selalu Lengkara bawa kemana pun, jadi sepertinya Shada cukup faham juga arti dari semua barang itu untuk Lengkara.
Ini menunjukan seberapa dekatnya mereka dahulu!
Lengkara menghembuskan nafas dalam-dalam dan memejam. Kendati tidak di ucapkan jika dirinya baik-baik saja, tapi setiap helaan nafas dan pejaman matanya cukup menandakan seberapa besar hal yang tengah Lengkara pendam dalam diam.
Ada apa dengan Lengkara?
********
Seperti biasa jika keluarga Brawijaya memiliki habbit cukup baik yang selalu dilakukan mereka, salah satunya berkumpul pada meja makan diwaktu sarapan dan makan malam adalah jadwal utama bagi penghuni inti.
Malam ini menjadi malam yang kembali ramai tatkala kursi kiri disamping Merian kembali di isi Lengkara setelah kekosongan cukup lama.
“Jadi Shada masuk fakultas ekonomi?” ini Liliana yang bertanya.
“Iya bun!” Shada tersenyum sedikit kecut menimpali ucapan Liliana. Padahal Liliana sangat tau jika Shada begitu tertarik dengan psikolog dan sudah mendaftar psikolog saat ia memilih kampus Lotus.
Tapi semua itu sirna karena Merian mendaftarkan Shada di Hamahera bersama Lengkara. Untuk menemani sang cucuk tercinta.
“Tapi Shada sempat bilang mau sekolah di jurusan Psikolog__”
“Liliana!” Panggil Merian menyela ucapan Liliana. “Kapan Manuel pulang?”
Liliana menatap sang ibu seketika, jelas jika Ibunya ini mencoba mengalihkan pembicaraan terkait Shada. Sebenarnya Liliana dan Merian terkadang cukup berselisih asusmsi mengenai Shada.
Namun apa boleh buat jika kendali sepenuhnya memang ada di tangan Merian!
“Manuel belum bisa pulang dekat-dekat ini Ibu!”
Merian mengangguk tanpa bertanya atau memperpanjang ucapannya kembali.
“Oh jadi beneran masuk ekonomi?” Tanpa disangka Liliana terus membuka pembicaraan bersama Shada.
Shada sempat melihat raut wajah serius Merian lalu menganguk dan tersenyum begitu lebar “Shada suka ekonomi, Bunda gak tau kalo nanti Shada bakalan jadi pebisnis sukses?”
Liliana tersenyum mendengar itu, kiranya Shada memang gadis pintar dan penuh percaya diri. “Bunda yakin Shada bisa!”
“Makasih Bun!”
“Lengka sudah selesai, Lengkara duluan!”
Semuanya sontak menoleh pada Lengkara, Shada sendiri lekas menghabiskan makanannya yang hanya tingal beberapa suap.
“Shada juga sudah yah, Bunda Nenek makasih!”
“Iya sayang, selamat malam, istirahat yang cukup yah!” Liliana tersenyum melihat Shada berlari mengikuti Lengkara untuk menuju kamar mereka.
“Lily tidak bisakah kamu memahami maksud Ibu?” Merian memulai setelah Shada dan Lengkara menghilang dari ruang makan. Cukup terlihat jika Merian menaruh kesal dengan sikap Liliana tadi.
Maksudnya, Lengkara pasti tau jika semua itu adalah ulah sang nenek pada Shada.
Liliana sendiri tanpa gentar menatap sang ibu “Ibu ingin difahami, lalu bagaimana dengan Shada selama ini? Siapa yang mau memahami anak malang itu, ibu?”
Merian memejam, kiranya ucapan Liliana memang cukup berani dan menyentak dirinya. Merian memang memperlakukan Shada baik, tapi itu semua tak lebih dari demi keuntungan dirinya sendiri terkait Lengkara.
Shada yang malang!