— Lanna Xevellyn, gadis berusia 17 tahun itu harus mengalami kecelakaan maut yang membuat nyawanya melayang ketika menolong seorang anak kecil di jalanan.
Tetapi apakah memang Lanna benar-benar sudah tewas atau ternyata gadis itu masih hidup? Atau bagaimana tentang dirinya yang ternyata menjalani kehidupan keduanya untuk menggantikan peran orang lain yang sudah mati?
Ya, itulah yang di rasakan oleh Lanna. Gadis itu terbangun di dalam tubuh milik orang lain di semesta lain. Di mulai dari tubuh barunya itu, Lanna menjalani babak baru kehidupan keduanya dengan alur kehidupan berbeda yang tidak pernah terpikirkan sekalipun olehnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NAYTHAN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 25 :
"Bagaimana dengan keadaannya?" Tanya Xavier.
Dia baru saja datang, masih berseragam sekolah celestial dan menutup pintu ruangan kamar inap rawatnya Lanna dengan membawa sebuket bunga mawar merah serta makanan ringan. Sehabis pulang dari misi bersama guru Han ke daerah lain. Walaupun sekolah tengah di liburkan sementara tetapi misi bagi anak itu tetaplah berjalan. Bukan karena paksaan tetapi memang Xavier yang menawarkan diri untuk ikut bersama Guru Han terkadang dia juga akan turun ke lapangan untuk membantu menumbangkan snomster-snomster yang semakin merajalela di kota Ravoria bersama yang lainnya.
"Belum sadar juga?" Tanya Xavier lagi. Anak lelaki itu kemudian menaruh kantong plastik makanan ringan di atas meja sofa lalu beralih ke arah nakas bangsal, berniat mengganti bunga mawar merah yang sebenarnya sama sekali belum layu.
Ya, Xavier selama hampir dua mingguan itu pula dia selalu membawa sebuket bunga mawar merah yang di belinya ketika akan ke rumah sakit untuk menjenguk Lanna. Setiap harinya ketika Xavier datang menjenguk, dia akan mengganti bunga di vas bunga tersebut. Xavier tidak tahu bunga kesukaan Lanna apa tetapi dia hanya berpikir bunga mawar merah itu akan cocok untuk Lanna.
Sebuah sikap yang bahkan asisten Rosie pun akhirnya merasa terheran tetapi dia juga paham akan sesuatu dan pada Xavier namun memilih untuk diam.
"Belum," jawab asisten Rosie, wanita itu duduk di sofa tengah membaca sebuah buku entah apa.
"Lama juga," sahut Xavier, dia beralih menatap Lanna yang nampak tidak berdaya di atas bangsal rumah sakit.
"Bagaimana dengan penjagaan di luar rumah sakit?" Tanya balik asisten Rosie.
"Aman. Guru Han pada akhirnya memagar permanen di luar rumah sakit agar tidak dapat di serang oleh snomster. Beberapa penyihir muda serta senior juga berjaga di sana," jawab Xavier.
Ruangan yang di tempati oleh Lanna adalah ruangan vip dan itu atas permintaan kepala sekolah langsung. Sudah seminggu Lanna belum sadarkan sejak kericuhan yang terjadi di kantin hari itu. Xavier juga seringkali bolak-balik untuk menjenguk Lanna dan assiten Rosie yang selalu siap berjaga terkadang bergantian dengannya. Orang tua Serena—Lanna pun sudah beberapa kali menjenguknya, mereka begitu mengkhawatirkan putri semata wayangnya itu. Dan kini orang tuanya sedang mengobrol bersama guru Han di luar ruangan, masih membicarakan hal yang sama terkait tentang nasib Lanna sebagai penyihir muda di kota Ravoria.
Sempat Xavier mendengar orang tua Serena yang saling berdebat tentang keputusan mereka kepada guru Han yang menginginkan anaknya untuk keluar saja dari sekolah Celestial, berhenti menjadi seorang penyihir muda dan menjalani kehidupan normal seperti perempuan pada umumnya. Itu juga bertepatan dengan keinginan Lanna yang ingin berhenti dan keluar dari sekolah celestial, ketika dirinya hendak masuk ke ruangan kamar inap Lanna.
Tentang Lilly Swan, gadis berambut keriting itu sudah di makamkan dengan layak walaupun tubuhnya sudah tidak berbentuk lagi. Di tempat pemakaman khusus para penyihir namun naasnya, orang tua dari Lilly Swan di nyatakan meninggal dunia akibat serangan snomster di hari itu juga, hari di mana Lanna sudah membunuh gadis tersebut di kantin.
"Ya, kepala sekolah? Lanna belum tersadar juga hingga hari ini. Iya-iya," ucap guru Han sedang menjawab telepon dari kepala sekolah seraya membuka pintu kamar ruang inap yang terbuat dari kaca. "Iya, baiklah," tutupnya.
Kemudian guru Han beralih mengobrol dengan asisten Rosie.
Sedangkan Xavier mulai terhanyut dalam pikirannya sendiri. Tentang kejadian di kantin itu, Xavier menyadari sesuatu hal. Ada yang terasa janggal baginya. Ada semacam bayangan putih yang keluar dari tubuh Lanna jatuh pingsan. Bukan, bukan bayangan biasa. Bayangan itu bentuknya seperti manusia. Membuat pikirannya selama hampir dua mingguan ini di landa teka-teki penuh tanda tanya. Bagaimana dengan guru Han? Apa dia juga peka terhadap apa Xavier lihat? Itulah yang ingin di katakannya saat itu hanya dia ragu.
Setelah selesai, Xavier pun memutuskan duduk di sofa bersama guru Han dan asisten Rosie.
"Yo! Tumben kau bersikap romantis begitu, Xavier?" Ledek guru Han.
"Berisik," sahut Xavier melirik guru Han kesal.
Sementara asisten Rosie hanya tersenyum kecil melirik ke arah Xavier.
"Guru, apa kau melihat adanya sesuatu di dalam tubuh Lanna kemarin?" Xavier mendadak mengganti topik.
...----------------...
Kepala sekolah mendatangi serta memeriksa ruangan kantin yang sedang di renovasi oleh banyak pekerja akibat kejadian sekitar hampir dua mingguan yang lalu, bersama para pengejar lainnya sekitar dua orang berdiri di samping kanan dan kiri kepala sekolah.
"Ya ampun, baru sadar jika rusak separah ini ternyata," ucap salah satu pengajar, memperhatikan banyaknya kerusakan seraya menggelengkan kepala.
"Itu benar," sahut pengajar lainnya.
"Bagaimana dengan keadaan anak itu? Lanna Xevellyn," tanya kepala sekolah.
"Han bilang belum sadarkan diri," jawab salah satu pengajar tersebut.
"Ini pertama dalam sejarah seseorang bisa memiliki inti sihir lebih dari satu," celoteh satu pengajar di sebelah tiba-tiba.
"Hm, Ini benar-benar di luar kendali. Belum ada yang seperti ini sebelumnya. Inti sihirnya kembali karena jiwa sang pemilik tubuh kembali dan untuk yang satunya itu, seperti yang kita ketahui inti sihir bumi yang bertambah masuk ke dalam jiwanya, semuanya di luar kendali dan di luar perkiraan," timpal kepala sekolah lalu memejamkan matanya.
Dampak dari kericuhan kala itu mengakibatkan siswa-siswi mengalami luka ringan, sebagian lainnya mengalami luka berat dan mereka langsung di bawa ke rumah sakit khusus para penyihir sama seperti Lanna. Apalagi mereka sedang berjaga-jaga mengenai anak yang bernama Ttheo Tinson itu yang kedatangannya tidak dapat di prediksi. Sudah pasti bukan Ttheo Tinson yang seperti biasanya. Kepala sekolah celestial juga meminta di kirimkan beberapa anggota para penyihir muda dari kota lain untuk datang ke kota Ravoria membantu para penyihir di kota Ravoria menangani para snomster yang semakin merajalela belakangan ini.
"Kirim beberapa para penyihir lagi untuk menangani para snomster di jalanan raya kota. Kau ikutlah bersama mereka," titah kepala sekolah kepada salah satu pengajar.
"Baik," sahut pengajar tersebut lalu pergi meninggalkan tempat.
"Kalian berdua ikut denganku, kita akan pergi ke area hutan paling dalam di celestial," titah kepala sekolah.
" Baik kepala sekolah," sahut mereka bersamaan.
...----------------...
"Oh, itu?" Guru Han meletakan minuman kalengnya di atas meja. "Iya," jawabnya.
"Bayangan putih itu guru benar melihatnya?" Ucap Xavier cepat.
"Tentu saja," sahut guru Han. "Itu Serena. Gadis itu sudah merasuki tubuhnya sendiri, tubuh yang sudah di isi oleh jiwa Lanna,"
"Apa?" Kata Xavier terkejut. "Tetapi bagaimana bisa? Ini sangat tidak masuk akal,"
"Ini di luar kendali dan perkiraan, Xavier. Aku pun juga melihat apa yang kau lihat," ucap asisten Rosie.
"Kalau kau menyuruhku untuk menjelaskan kenapa hal itu bisa terjadi, aku pun juga tidak tahu. Ini pertama dalam sejarah dan sulit untuk di jelaskan dan jika kau bicara ini tidak masuk akal. Kau benar," kata guru Han.
"Lalu bagaimana dengan inti sihirnya? Apa itu karena Serena? Dan bagaimana tentang penyeimbang sihirnya? Apa itu karena Serena juga? Dan bagaimana tentang inti sihir barunya yang terlahir? Bukankah Serena tidak memiliki inti sihir yang satu itu?" Ucap Xavier bertubi-tubi. Dia masih tidak menyangka.
Guru Han mengerti dengan apa yang di maksud anak muridnya itu.
"Sayangnya aku pun juga tidak dapat menjelaskannya," jawab guru Han. "Itu terjadi secara alami. Aku sudah membahasnya di ruangan kepala sekolah, hanya kami berdua,"
Mendengar penuturan guru Han, Xavier pun akhirnya hanya bisa terdiam. Kemudian teringat dengan kejadian di makam Serena saat itu. Origami buatan Lanna yang menghilang serta ledakan cahaya biru di atas makam Serena. Pikirannya mulai berkecamuk.
Apa kedatangan serena ada kaitannya dengan inti sihirnya yang tiba-tiba muncul kembali itu? Pikirnya.
Xavier menggelengkan kepalanya kecil sesekali nampak berpikir keras.
Bagaimana dengan kemunculan inti sihir baru yang satunya itu? Bahkan semua orang tidak dapat menjelaskannya, pikirnya lagi.
Xavier menatap Lanna yang masih berbaring di bangsal dengan selang infus serta ventilator. Dia khawatir untuk kesekian kalinya sekaligus takut gadis di hadapannya yang tengah berbaring lemah tak berdaya itu tidak pernah bangun lagi. Asisten Rosie menyentuh bahu Xavier dengan senyuman menghiburnya.
"Tapi besar kemungkinan dia akan di keluarkan dari sekolah sesuai aturan celestial. Sebab apa yang terjadi benar-benar fatal," ucap guru Han.
Itu pasti, Xavier tahu itu pasti. Lanna pasti akan di keluarkan dari sekolah. Dia juga mengerti hari itu benar-benar kacau, tidak akan ada toleransi untuk Lanna di tambah jika gadis itu tetap berada di sana semua murid-murid pasti juga akan memandangnya jelek. Dia juga takut Lanna stres akan semuanya. Dan bagaimana jika mereka menyebut Lanna sebagai gadis pembunuh? Lalu dia juga teringat dengan perkataan gadis itu yang memang sudah ada niat untuk keluar dari Celestial. Xavier merasakan bagaimana kepalanya yang pening dan terasa berdenyut itu karena memikirkan segalanya.
Televisi di ruangan rawat inap tersebut memberitakan tentang banyaknya orang hilang tanpa jejak secara misterius serta snomster yang semakin lama semakin menyerang para kaum manusia dan semakin menjadi-jadi belakangan ini. Yang para penyihir yakini semua ini sudah pasti ulahnya Ttheo Tinson.
Melihat pemberitaan itu akhirnya asisten Rosie buka suara.
"Selain itu, angka kematian juga di perkirakan semakin tinggi bahkan setara dengan angka banyaknya orang hilang. Para medis sudah mengerahkan seluruh tenaga mereka, para polisi juga selalu berjaga untuk menertibkan kota yang nampak kacau karena serangan para snomster yang membabi-buta, tim sar pun berusaha untuk mencari keberadaan orang-orang yang hilang walaupun hingga kini belum di temukan satupun,"
"Dan banyaknya para penyihir yang berguguran karena melindungi mereka yang lemah," timpal Xavier.
Guru Han menghela napas beratnya. Sebenarnya di balik sikap tenangnya selama ini menghadapai apa yang terjadi kepalanya terasa begitu pening. Namun meskipun begitu mengeluh bukanlah hal yang patut dia lakukan sebagai guru. Dan membicarakan tentang kematian, suatu saat dia juga akan jadi salah satu di antara mereka yang berguguran.
Ambisi anak itu benar-benar, batin guru Han.
Guru Han mendesis seraya memejamkan matanya, menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa. "Aku benar-benar tidak menyangka anak itu akan jadi begini. Jika memang seperti ini jadinya, mau tidak mau segel peta kuno itu harus di buka,"
Xavier dan asisten Rosie terheran mendengar kalimat gurunya.
"Maaf guru sebelumnya, Ttheo Tinson mengincar benda itu untuk mendapatkan pedang langit tapi kenapa guru malah membiarkan segel itu di buka? Bukannya itu akan mempermudah dia untuk mengincar apa yang dia inginkan selama ini?" Komentar Xavier.
"Itu benar, kak Han," asisten Rosie menyetujui perkataan Xavier. "Apa kau merencanakan sesuatu untuk semua kekacauan ini? Kenapa kau memutuskan hal tersebut" Tanyanya.
"Aku tahu aku tahu, kalian akan meresponnya seperti itu. Dan sebenarnya aku sudah membicarakan tentang ini dengan kepala sekolah walaupun pak tua tua itu belum mengatakan setuju dengan saranku. Maka dari itu..." guru Han tiba-tiba bangkit dari sofa. "Aku ingin kita mengadakan rapat siang besok," guru Han beralih menatap assiten Rosie.
...----------------...
Kepala sekolah berserta kedua pengajar, mereka sudah sampai di depan mulut gua. Gua itu terdapat di dalam hutan yang paling jauh dari area celestial. kedua pengajar laki-laki yang berjalan mengikuti langkah kepala sekolah di belakang di ambilnya dua obor yang tertempel pada dinding mulut gua. Mereka bertiga mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam gua menyusuri lorong gua yang ukuran lorongnya tidak sempit namun gelap, lembab serta terdapat banyaknya sarang laba-laba dan banyaknya kelelawar yang menggantung pada atap gua. Bersamaan obor di tangan mereka langsung menyala dengan cahaya api yang berpendar menyinari setiap langkah mereka.
Langkah mereka sudah semakin masuk ke dalam dan semakin jauh kemudian. Lalu mereka sampai di depan pintu lorong gua selanjutnya, penampakannya jauh lebih gelap dan terdapat sebuah anak tangga. Kedua pengajar laki-laki tersebut menaruh obor di mulut lorong gua dan sontak saja lorong gua yang terdapat anak tangga itu terang, obor-obor yang berbasis di dinding gua menyala. Mereka mulai melangkahkan kakinya kembali menuruni anak tangga, terus dan terus berjalan hingga mereka menemukan pintu lorong selanjutnya di depan, pintu lorong yang penampakkannya seperti layar hitam dan mereka pun masuk ke dalamnya.
Di dalam ruangan yang ukurannya tidak terlalu luas itu, saat mereka masuk ke dalam di suguhkan dengan pemandangan, ya, itu dia. Salah satu benda dari satu benda lainnya yang di incar oleh Ttheo Tinson. Sebuah peta kuno yang menggulung terpampang di hadapan mereka, melayang di atas udara lalu terdapat kitab penyegelan dengan jilid tebal dan masih tertutup berada di atas meja seperti sebuah podium terkuat dari bongkahan batu besar yang nampak kokoh tanpa cahaya apapun.
Kedua benda-benda tersebut dapat bersinar hanya kepada jiwa yang cocok dan secara otomatis segel akan terbuka.
...****************...