NovelToon NovelToon
KARMA Sang Pemain Cinta

KARMA Sang Pemain Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Dikelilingi wanita cantik / Pernikahan Kilat / Pelakor jahat / Balas dendam pengganti
Popularitas:26.9k
Nilai: 5
Nama Author: Lintang Lia Taufik

Naura, seorang gadis desa, terjerat cinta pria kaya raya—Bimo Raharja, saat memulai pekerjaan pertama di kota.

Pada suatu hari, ia harus menahan luka karena janji palsu akan dinikahi secara resmi harus kandas di tengah jalan, padahal ke-dua belah pihak keluarga saling mengetahui mereka telah terikat secara pernikahan agama.

"Mas Bimo, tolong jangan seperti ini ...." Naura berbicara dengan tangis tertahan.

"Aku menceraikan kamu, Naura. Maaf, tapi aku telah jatuh cinta pada wanita lain."

Baru saja dinikahi secara agama, tapi tak lama berselang Naura ditinggalkan. Masalah semakin besar ketika orang tua Naura tahu jika Bimo menghamili wanita lainnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lintang Lia Taufik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 27. Aku Tak Mau Berisik

❤️ Jangan lupa love, like, dan vote-nya.

~Happy Reading ....

Pagi itu, cahaya matahari menyelinap melalui celah-celah jendela rumah keluarga Naura. Meski cuaca cerah, suasana di dalam rumah masih suram.

Kesedihan dan kekhawatiran menyelimuti di sana, terutama di kamar Naura.

Gadis itu duduk diam di tepi ranjangnya, memeluk lutut sambil menatap kosong ke arah lantai.

Pikirannya berputar-putar. Bayangan Bimo, kata-katanya, dan rasa sakit yang ia tinggalkan masih menghantuinya.

Di meja kecil di samping tempat tidurnya, ponsel yang tak pernah ia sentuh sejak pesan terakhir dari Bimo masih tergeletak.

Ia bahkan takut melihat layarnya, seolah semua kenangan buruk akan kembali menyerang.

Ketukan lembut di pintu membuyarkan lamunannya. Suara ibunya terdengar dari luar.

“Naura, Kak Raka datang. Ibu tahu kamu nggak mau diganggu, tapi mungkin ada baiknya kamu bicara dengannya. Dia menunggu di ruang tamu.”

Naura menarik napas panjang, berusaha menenangkan dirinya.

“Aku nggak mau, Bu,” jawabnya lemah.

“Naura, sayang ... Ibu tahu kamu sedang nggak ingin bicara sama siapa pun, tapi kamu nggak bisa terus-terusan begini,” suara ibunya terdengar lembut namun penuh harap.

“Mas Raka itu orang baik. Dia mau membantu kamu. Setidaknya temui dia sebentar, ya?”

Naura diam saja, tak menjawab. Ia hanya ingin tenggelam dalam kesunyian, menghindari semua orang, semua pembicaraan.

Namun, di dalam hatinya, ada rasa bersalah yang perlahan menggerogoti. Ia tahu orang tuanya juga ikut menderita melihatnya seperti ini.

Setelah beberapa menit, pintu terbuka perlahan.

Ibunya masuk, mendekatinya, dan duduk di sampingnya. Wanita paruh baya itu memegang tangan Naura dengan lembut.

“Nak, Ibu nggak mau memaksa. Tapi kamu tahu, kan, Ayah dan Ibu nggak sanggup melihat kamu seperti ini. Setidaknya coba dengar apa yang Mas Raka katakan. Demi kami, Naura.”

Air mata menggenang di mata Naura. Melihat kesedihan ibunya hanya membuatnya merasa lebih buruk.

Ia tahu, ia harus mencoba bangkit, meski terasa mustahil.

Akhirnya, dengan suara bergetar, ia berkata, “Baik, Bu. Aku akan temui dia.”

***

Di ruang tamu, Raka duduk dengan gelisah. Ia memainkan kunci mobilnya sambil sesekali melirik ke arah pintu kamar Naura.

Ketika akhirnya Naura muncul, ia langsung berdiri.

Naura berjalan perlahan, langkahnya berat.

Raka memperhatikan wajahnya yang masih pucat dan lelah, tapi ia berusaha tersenyum.

“Naura, terima kasih sudah mau menemui aku.”

Naura hanya mengangguk pelan, lalu duduk di sofa berseberangan dengannya. Raka menarik napas panjang sebelum mulai berbicara.

“Aku tahu kamu masih sedih. Aku tahu semuanya terasa berat buat kamu sekarang. Tapi aku ada di sini bukan untuk memaksa kamu melupakan semuanya. Aku hanya ingin membantu.”

Naura memandangnya dengan mata kosong.

“Membantu apa, Mas? Aku nggak butuh apa-apa.”

“Bukan soal apa yang kamu butuhkan sekarang,” jawab Raka tenang.

“Ini soal apa yang bisa membantu kamu ke depannya. Aku nggak mau lihat kamu tenggelam dalam kesedihan ini terus-menerus.”

Naura tetap diam. Ia mendengarkan, tapi tidak menunjukkan reaksi.

Raka melanjutkan, “Naura, aku tahu kamu punya potensi besar. Kamu hanya butuh kesempatan untuk bangkit. Ingat tawaran pekerjaan yang aku bilang kemarin? Aku sudah bicara dengan temanku. Dia mau memberikan kamu posisi di perusahaan dia. Kamu bisa memulainya kapan saja.”

Naura menatap Raka dengan mata yang mulai berkaca-kaca. “Kenapa, Mas? Kenapa Mas Raka begitu peduli sama aku?”

“Karena aku tahu kamu butuh bantuan, dan aku tahu kamu pantas mendapatkan yang lebih baik. Aku cuma ingin lihat kamu bahagia lagi, Naura.” Raka tersenyum.

Naura menundukkan kepalanya, menyembunyikan air matanya.

Kata-kata Raka menyentuh hatinya, tapi luka yang ditinggalkan Bimo masih terlalu dalam.

***

Setelah Raka pulang, Naura kembali ke kamarnya.

Ia mencoba merenungkan tawaran itu. Sementara itu, ibunya menemui ayah Naura di dapur.

“Ayah, tadi Mas Raka bilang dia mau bantu Naura dapat pekerjaan di kota,” kata ibunya.

“Kamu percaya dia?”

“Aku nggak tahu, Bu. Aku nggak mau Naura semakin terluka. Kita baru saja kehilangan kepercayaan pada Bimo, aku nggak mau ada orang lain yang menyakiti anak kita lagi.” Ayah Naura mengerutkan kening.

“Tapi dia kelihatannya tulus, Yah. Lagipula, Naura butuh sesuatu untuk membuatnya sibuk. Kita nggak bisa biarkan dia terus seperti ini.”

Ayah Naura terdiam, merenung sejenak.

“Aku akan bicara dengan dia lagi. Kalau memang dia serius membantu, aku akan pertimbangkan. Tapi aku akan awasi semuanya.” Akhirnya, ia berkata.

Keesokan harinya, Raka kembali ke rumah Naura. Kali ini, ia membawa berkas-berkas terkait alamat rumahnya, dan pekerjaan yang ia tawarkan.

Ia duduk bersama Ayah dan Ibu Naura di ruang tamu, menjelaskan semua detailnya.

“Aku paham kalau Bapak dan Ibu khawatir,” kata Raka.

“Tapi aku hanya ingin membantu. Naura butuh sesuatu untuk membangun hidupnya kembali, dan aku yakin pekerjaan ini bisa jadi awal yang baik.”

“Aku nggak mau anakku terluka lagi. Kamu harus pastikan dia aman dan nyaman di sana.” Ayah Naura menatap Raka tajam.

Raka mengangguk tegas. “Bapak bisa percaya sama saya. Saya akan pastikan Naura baik-baik saja.”

Setelah diskusi panjang, Ayah Naura akhirnya mengangguk pelan.

“Baiklah. Kalau Naura setuju, aku akan izinkan.”

Naura mendengar percakapan mereka dari kamarnya. Ia duduk di tepi ranjang, sambil melamun. Pikirannya bercampur aduk.

Ia ingin keluar dari kesedihannya, tapi takut menghadapi dunia luar lagi.

Namun, ia tahu, ia tidak bisa terus-terusan seperti ini.

Dengan berat hati, ia memutuskan untuk mempertimbangkan tawaran itu. Demi dirinya sendiri, dan demi orang tuanya yang sudah begitu khawatir.

Naura menarik napas dalam-dalam sebelum keluar dari kamarnya.

Ia berjalan ke ruang tamu, menatap Raka yang sedang berbicara dengan ayahnya. Semua mata beralih padanya ketika ia berdiri di ambang pintu.

“Aku akan coba, Mas,” katanya pelan, tapi tegas. “Aku akan terima tawaran pekerjaan itu.”

Raka tersenyum lega. “Kamu nggak akan menyesal, Naura. Aku janji.”

***

Di tengah perjalanan menuju kota, Naura dan Raka terdiam dalam mobil. Hanya suara gemuruh mesin dan hembusan AC yang mengisi keheningan di antara mereka.

Naura memandang keluar jendela, mencoba menenangkan pikirannya yang masih berkecamuk.

Sementara itu, Raka mencuri pandang ke arahnya sesekali, seolah ingin membuka percakapan, tapi selalu ragu.

Mobil melaju perlahan saat mereka mendekati sebuah tikungan yang sepi. Raka menekan rem, menepikan mobil di bawah pohon rindang di tepi jalan.

Naura yang tadinya melamun terkejut.

“Kenapa berhenti, Mas?” tanyanya dengan suara lemah.

Raka menatapnya serius, kedua tangannya tetap memegang kemudi.

“Maaf, Naura. Aku nggak bisa terus diam. Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan.”

Naura mengerutkan kening, merasa tak nyaman dengan keseriusan di wajah Raka.

“Apa?”

Raka menoleh penuh kepadanya, suaranya rendah namun penuh tekanan.

“Kenapa kamu seputus asa itu kemarin di jembatan? Seriuh itukah Bimo di kepalamu sampai kamu nekat? Aku nggak bisa berhenti memikirkan apa yang terjadi kalau aku nggak ada di sana.”

Pertanyaan itu menghantam Naura seperti palu godam. Matanya terbelalak, lalu perlahan-lahan kembali tertunduk.

Ia menghela napas panjang, tangannya meremas ujung sweater yang ia kenakan.

“Karena aku tak mau berisik, Mas,” katanya pelan.

Suaranya lirih.

Raka menatapnya, bingung.

“Maksudmu?”

Naura mendongak, air mata menggenang di sudut matanya.

“Aku lelah menjerit. Aku lelah meminta tolong tanpa ada yang mendengar. Aku merasa seperti berdiri di tengah keramaian, tapi semua orang sibuk dengan dirinya sendiri. Aku... aku hanya ingin semua ini berhenti.”

Raka menelan ludah, hatinya mencelos mendengar pengakuan Naura.

Ia memalingkan wajah sejenak, berusaha mengendalikan emosinya. Ketika ia menoleh kembali, matanya penuh dengan kesungguhan.

“Naura, aku mungkin bukan orang yang sempurna atau punya solusi untuk semua masalahmu. Tapi aku ada di sini. Kamu nggak perlu menjerit lagi, aku akan dengar meski kamu berbisik sekalipun.”

Naura memalingkan wajah, menatap keluar jendela. Ia menggigit bibirnya, mencoba menahan air mata yang kini mulai mengalir.

“Kamu terlalu baik, Mas. Aku nggak yakin aku pantas menerima itu.”

“Naura,” kata Raka tegas, suaranya penuh ketulusan. “Kamu pantas untuk bahagia. Kamu pantas untuk dihargai. Dan aku akan pastikan kamu tahu itu, entah butuh waktu berapa lama.”

Naura tidak menjawab. Ia hanya mengangguk kecil, meski dadanya terasa sesak.

Kemudian mobil kembali melaju, membawa mereka menuju kehidupan yang entah akan membawa kebahagiaan atau luka baru.

Namun di hati Naura, satu hal pasti—ia tidak ingin menjadi wanita yang lemah lagi.

(Bersambung...)

1
Nina_Melo
lagi, yang banyak
Nina_Melo
update yang banyak dong
Adinda
aku suka pria yang kejam dan tegas,semangat raka.
Lintang Lia Taufik: Terimakasih sudah mampir
total 1 replies
Teddy
semangat bikin bab barunya
Lintang Lia Taufik: Makasih ya
Samantha: Hmmm Tedy
total 2 replies
Nina_Melo
suka /Drool/
Adinda
jangan mau kembali sama bimo naura, kamu berhak bahagia bersama pria lain.
Lintang Lia Taufik: Wah terimakasih sudah mampir.
total 1 replies
Antonio Johnson
lanjut
Antonio Johnson
like
Samantha
up
Samantha
suka
Teddy
like
Nina_Melo
Gas,
Lintang Lia Taufik: Makasih ya Nina
total 1 replies
Teddy
kasian
Nina_Melo
lanjut, gak sabar tunggu perbucinan
Nina_Melo
lanjut
Samantha
up
Teddy
selalu ada sih drama terselubung. Di manapun itu
Nina_Melo
Makin serem ya
Antonio Johnson
weh, tegang bacanya
Nina_Melo
sadis
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!