✳️Cinta dalam Luka❇️
---------------------------
Ini Adalah sebuah cerita singkat, namun di dalamnya tersirat kesedihan yang mendalam..
-
-
Ritsu Alexandra, seorang perempuan berusia 24 tahun dengan tubuh mungil. Mata hazelnya yang indah, bulu mata lentiknya, dan bibir merah muda alami membuatnya terlihat lembut dan rapuh. Namun di balik parasnya yang manis, hidup Ritsu jauh dari kata bahagia.
Leandro—atau biasa dipanggil Lean—adalah pria berusia 27 tahun dengan tubuh atletis dan sorot mata tajam yang menusuk. Afan adalah seorang mafia kelas kakap, terkenal dengan sifat kejam dan tak kenal ampun.
Ritsu dan Lean adalah sepasang suami-istri. Namun pernikahan itu jauh dari cinta. Lean menikahi Ritsu hanya untuk membalas dendam masa lalu yang menghancurkan keluarganya.
............
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhy-Chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
-
Pintu kamar tiba-tiba terbuka. Lean muncul dengan wajah datar seperti biasa nya. Tatapan nya dingin, seperti pisau yang menusuk ke dalam hati Ritsu.
“Tidak ada yang perlu kau tangisi,” ucap Lean singkat, tanpa sedikit pun rasa simpati.
Ritsu menatap nya, mata nya yang sembab memperlihatkan betapa lelah dirinya.
“Aku lelah, Lean. Aku ingin keluar... hanya sekali saja. Aku ingin lihat dunia di luar sana. Apa itu terlalu sulit bagi mu?” suara nya bergetar, nyaris putus asa.
Lean hanya diam. Tatapan nya kosong seakan ucapan Ritsu tak pernah ada artinya.
“Lean... sekali saja, aku mohon,” pinta Ritsu penuh harap.
“Tidak.” Jawaban nya tegas, tanpa keraguan.
“Please!” Ritsu mencoba lagi, suara nya lebih memelas.
Lean menatap nya tajam, lalu menjawab dengan nada dingin. “Aku bilang tidak, Ritsu.”
Ritsu hanya bisa terdiam, menundukkan kepala nya dengan pasrah.
“Aku butuh kamu... untuk menyalurkan hasrat ku,” lanjut Lean tanpa ekspresi.
Keesokan paginya
“Engh...” Ritsu terbangun dari tidur nya. Kepala nya terasa berat, dan tubuh nya masih terasa lelah. Saat mata nya terbuka, ia mendapati Lean berbaring di samping nya dengan mata yang masih terpejam. Wajah lelaki itu tampak tenang dalam tidur nya, berbeda jauh dari sikap dingin dan kasar yang selalu di tunjukkannya.
Ritsu menatap wajah Lean dalam diam. Jarinya bergerak, menyentuh wajah lelaki itu dengan lembut. “Kenapa kamu begitu kejam padaku, Lean?” bisik nya lirih.
Tangan nya beralih ke leher Lean, tepat di bagian jakun nya yang menonjol
“Hihi... lucu,” gumam Ritsu, jemari nya dengan polos memegang jakun itu.
“Kenapa perempuan nggak punya seperti ini, ya?” tanya nya pelan sambil menatap nya penuh rasa ingin tahu.
Tiba-tiba suara berat Lean terdengar. “Karena hanya laki-laki yang punya jakun, bodoh!” ucap nya dengan mata yang masih terpejam.
Ritsu terdiam kaku. Jantung nya berdegup kencang, dan dengan cepat ia menarik tangan nya menjauh.
“Puas memegangi wajah ku, hah?” tanya Lean sambil membuka sebelah mata nya. Salah satu alisn ya terangkat, seakan mengejek.
“Maaf...” cicit Ritsu, suara nya nyaris tak terdengar. Dengan cepat, ia membalikkan badan, memunggungi Lean. Rasa takut menyelimuti diri nya setiap kali berhadapan dengan mata elang lelaki itu.
Lean tidak menanggapi. Tanpa bicara lagi, ia bangkit dari tempat tidur dan berjalan masuk ke kamar mandi.
Tak lama kemudian, Lean keluar dari kamar mandi dengan rambut basah. Ia mengenakan kaus hitam, lalu berbalik menatap Ritsu yang masih memunggungi nya.
“Jangan lupa makan. Kata Bik Lina, kau belum makan sama sekali,” ucap Lean dingin sambil menyisir rambut nya dengan jari.
Ritsu menoleh sedikit, menatap Lean dengan tatapan bingung. “Tumben sekali kamu peduli pada ku,” gumam nya pelan.
Lean menatap nya sekilas, lalu menjawab tanpa emosi, “Aku hanya tidak ingin kau sakit. Kau cuma akan merepotkan saja.”
Ritsu mendengus pelan. “Ya, ya...” sahut nya malas.
“Aku ada urusan sebentar. Jangan lupa makan,” ucap Lean sebelum beranjak pergi. Dengan langkah tegas, ia meninggalkan kamar, menutup pintu di belakang nya.
Ritsu menatap pintu kamar yang tertutup rapat. “Tumben sekali dia perhatian... dan pamit kalau mau pergi,” gumam nya pelan. “Biasa nya dia pergi begitu saja.”
Ia bangkit dari tempat tidur, berjalan menuju kamar mandi sambil bergumam, “Alah, bodo amat. Mending mandi aja.”
Perlahan, ia masuk ke dalam kamar mandi, meninggalkan ruangan itu yang kembali sunyi. Bagi Ritsu, momen kecil seperti ini saat Lean tidak ada di hadapannya adalah satu-satunya saat ia bisa merasa sedikit tenang.