Pacaran bertahun² bukan berarti berjodoh, begitulah yang terjadi pada Hera dan pacarnya. Penasaran? Ikuti terus karya Hani_Hany hanya di noveltoon ☆☆☆
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hani_Hany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB DUA PULUH
"Iya hati-hati Hera." ucap sang Ibu sambil berteriak karena Hera langsung berlari seperti tertinggal pesawat.
"Itu anak, sudah mahasiswi masih terlihat tomboy begitu." gumam Ibu Rosita sambil menggeleng kepalanya pelan.
Berbeda dengan Hera yang berlari, buru-buru keluar saat mendengar kedua sahabatnya telah menunggu. Sampai di luar pagar, Hera menuju rumah Hasyim dengan perlahan. Ternyata memang benar ada Hasyim dan Rudi yang sudah siap berangkat.
"Ayo berangkat." ajak Hera pada kedua sahabatnya. Dia berdiri tidak jauh dari Rudi dan Hasyim yang menunggu sambil bermain game. Kedua sahabatnya pun mendongak.
"Wuih keren kamu Hera! Gitu dong feminim lebih cantik." kagum Rudi pada Hera yang make up agak tebal. Pakai gamis elegan, biasa hanya mengenakan rok saat kuliah. Dan kalau di rumah mengenakan celana panjang.
"Bener tuh." sahut Hasyim setuju. "Ayo, keburu terlambat. Macet lagi!" ajaknya lalu bangkit meninggalkan rumahnya. "Bu, aku berangkat sama Rudi dan Hera." pamit Hasyim pada ibu Setia.
"Iya hati-hati." ibu Setia keluar dan melihat Rudi serta Hera yang telah rapi. "Wah Hera cantik." celetuk ibu Setia memuji. Hera tersenyum bahagia, calon mertua impian baginya adalah orang tua Hasyim.
"Terima kasih tante. Kami pamit." ucapnya sambil tersenyum, kemudian mencium punggung tangan Ibu Setia. Mereka akhirnya pergi bertiga, Hera dibonceng Hasyim. Sedang Rudi naik motor sendiri karena menggunakan motor besar.
"Kamu bawa kadonya?" tanya Hasyim saat diperjalanan. Meski fokus mengemudi, Hasyim hanya mengingatkan.
"Sudah. Ini yang aku bawa di tangan kiriku." tidak lupa Hera membawa kado, tas kecilnya yang berisi ponsel dan dompet. Meski uangnya tidak begitu banyak tapi tanpa uang juga tidak enak.
Setibanya di gedung, benar kata Hasyim - Macet. Mereka memarkirkan motor kemudian Hera menghubungi Rika untuk mencari posisinya.
"Kayaknya sudah pada keluar dari gedung." ucap Rudi yang menyusul Hera dan Hasyim. Memang benar bahwa para wisudawan dan wisudawati sudah keluar gedung. Ada yang sudah pulang, ada pulang yang berfoto diberbagai stand.
"Iya. Itu orang sudah pada foto-foto." sahut Hasyim sambil menunjuk ke stand foto yang rata-rata dipenuhi pengunjung. Hera mengambil ponselnya untuk menghubungi Rika.
"Ada chatnya Rika. Kalian dimana? Aku sudah di Stand Anugerah." ucap Hera memberikan informasi kepada kedua sahabatnya. Stand Anugerah adalah yang paling terkenal di wilayahnya.
"Ayo kita kesana. Itu stand Anugerah." ujar Hasyim langsung mengajak Rudi dan Hera ke tempat yang dituju. Cukup padat tapi memang bagus berkualitas.
Mereka bertiga menuju stand Anugerah, mencari keberadaan Rika dan keluarga. Setelah beberapa menit mereka mencari akhirnya Hasyim melihat Rika yang sedang menunggu giliran berfoto.
Hasyim tinggi, jadi dia dapat melihat keberadaan Rika dengan cepat. "Itu Rika." Ucap Hasyim agak keras supaya Hera dan Rudi mendengar ucapannya di banyaknya kerumunan orang.
"Oh iya. Hai." ujar Hera melambaikan tangan pada Rika. Mereka bertiga akhirnya ketemu dengan Rika. "Gimana, kamu dah foto?" tanyanya.
"Sudah, keluargaku sudah pada pulang. Mau bikin acara di rumah. Ayo kita foto berempat." ajak Rika antusias. Dia menghampiri sang kameramen yang memang dia kenal.
"Dito, aku setelah ini ya! Mau foto sama sahabatku." ujar Rika pada kenalannya. Khusus fotografer stand Anugerah.
"Okey. Mereka mau foto keluarga dulu." tunjuk Dito pada pelanggan yang sementara berada di standnya. Pemilik Anugerah memang bukan Dito tapi masih keluarganya. Dia yang menjadi fotografernya.
"Okey. Terima kasih ya!" jawab Rika meninggalkan Dito dengan pekerjaannya. Rika menuju ke tempat Hasyim, Hera, dan Rudi. "Bentar ya setelah ini." ucap Rika pada temannya seraya menunjuk orang-orang yang sedang berfoto.
Dito mengizinkan Rika setelahnya karena tadi Rika sudah berfoto. Hanya ingin menambah satu kalu kutipan saja. Dan benar saja, setelah pelanggannya turun dari stand, kini giliran Rika dan kawan-kawan.
"Maaf de, dia lebih dulu. Hanya satu kali saja." tolak Dito pada pelanggan selanjutnya secara halus. Untung yang ditolak sabar, turun dari panggung dan hanya mengangguk saja.
"Ayo cepat Rika." ujarnya memanggil Rika beserta kawan-kawannya. Mereka berempat naik di stand lalu berfoto. Pertama secara formal dan kedua gaya bebas. Saat turun panggung, Hera mendekat pada yang wisuda untuk mengucapkan maaf.
"Maaf ya, kami tadi duluan, dan terima kasih kesempatannya." ujar Hera tulus.
"Iya gak apa-apa, santai saja." jawabnya dengan senyum. Memang alumni kebidanan tapi Rika tidak mengenalnya, begitu juga dengan Hera.
Usai dengan foto-foto, mereka menunggu hasilnya hingga esok hari. Mereka langsung pulang ke Jalan Merpati. Tepatnya menuju rumah Rika untuk makan-makan.
"Langsung ke rumah ya!" mau gak mau Rika dibonceng Rudi meski naik motor besar. Untungnya Rika pakai celana panjang sebagai persiapan, meski mengenakan kebaya.
"Okey." jawab mereka bertiga kompak. Mereka pulang dengan berpasangan seperti double couple. Sesampainya di rumah Rika, mereka disambut dengan para tetangga yang sedang menikmati makan siangnya.
Ada hidangan kapurung, ikan bakar, ayam bakar, lawak pakis, ikan rebus, dan dange. Tidak lupa nasi hangat juga tersedia, jika ada yang tidak bisa makan kapurung maka nasi sebagai gantinya.
Ada juga ibu Rosita, ibu Setia, dan semua tetangga berkumpul disana. "Sini nak." panggil bu Rosita kepada Hera. Hera pun mendekat, mereka makan bersama.
Setelah acara selesai, Hera pulang berganti pakaian. Dia berniat membantu Rika mencuci piring dan membersihkan. Meski ada Naura yang akan membantunya tapi Hera tetap membantu Rika.
"Terima kasih Hera sudah bantu-bantu." selesai membersihkan, Rika membungkuskan sisa makanan yang memang dia simpan buat orang-orang tertentu.
"Eh, kenapa ada seperti ini lagi?" tanya Hera penasaran. Dia merasa tidak enak, sudah datang tinggal makan, pulang malah dibawakan makanan.
"Sudah, dilarang menolak rezeki. Gak baik." paksa Rika. Akhirnya Rika menerima bungkusan makanan yang entah apa isinya hanya Rika dan Tuhan yang tahu.
"Terima kasih. Aku harus menerimanya ini. Wajib?" tanya Hera sambil bercanda. Mereka bersahabat cukup lama, jika hanya berbagi makanan itu sudah hal biasa.
"Wajib banget. Okey sama-sama. Sana pulang sudah sore." usir Rika sambil ketawa. Hera hanya menanggapinya dengan senyuman. Akhirnya Hera pulang, sedang Rudi dan Hasyim sudah pulang lebih dulu untuk istirahat di rumah masing-masing.
"Ibu, aku bawa bekal." panggil Hera saat masuk rumah. Rezeki buat Udin juga, sang kakak. Karena dia tidak ikut makan-makan di rumah Rika. Dia sibuk bekerja, supaya cepat kaya katanya.
"Rezeki nak." Ibu mengajak Hera ke belakang untuk menyimpan makanannya di meja makan. Sampainya di meja makan, mereka membuka isinya. Ada ikan bakar, dan ayam bakar. Tidak lupa sambal mangga yang sungguh nikmat. Masya Allah.
"Masya Allah nak. Enak ini. Alhamdulillah, ada lauk untuk malam ini." ucap ibu Ros. Mereka memang orang yang cukup tapi termasuk hemat. Kehidupan yang cukup, rumah bagus, pekerjaan baik, makanan terpenuhi.
***
Terima kasih sudah mampir dikarya sederhana ini ♡
cocok