NovelToon NovelToon
Fading Stitches

Fading Stitches

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Yatim Piatu / Teen School/College / Keluarga / Persahabatan / Trauma masa lalu / Careerlit
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: AMDee

Alinea Prasasti, seorang gadis berusia 25 tahun yang mengidap gangguan skizoafektif akibat trauma di masa lalu, berjuang untuk menemukan jalan hidupnya. Di usianya yang tidak lagi muda, ia merasa terjebak dalam ketidaktahuan dan kecemasan, tetapi berkat dukungan sepupunya, Margin, Aline mulai membuka diri untuk mengejar mimpinya yang sebelumnya tertunda—berkarier di bidang mode. Setelah bertemu dengan Dr. Gita, seorang psikiater yang juga merupakan mantan desainer ternama, Aline memulai perjalanan untuk penyembuhan mentalnya. Memasuki dunia kampus yang penuh tantangan, Aline menghadapi konflik batin, dan trauma di masa lalu. Tapi, berkat keberanian dan penemuan jati diri, ia akhirnya belajar untuk menerima semua luka di masa lalu dan menghadapi masa depannya. Namun, dalam perjuangannya melawan semua itu, Aline harus kembali menghadapi kenyataan pahit, yang membawanya pada pengakuan dan pemahaman baru tentang cinta, keluarga, dan kehidupan.
"Alinea tidak akan sempurna tanpa Aksara..."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AMDee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26

"Terima kasih sudah mengantarku pulang." ucap Aline ketika mereka tiba di depan asrama Dr. Gita.

Ren melihat lingkungan sekitar. Pandangannya tak lepas dari gerbang asrama yang terkunci. Ia berkata. "Kamu yakin tidak mau ikut ke galeri saja? Tempat ini sepertinya sepi."

"Lain kali saja, Ren. Tempat tinggal aku memang seperti ini. Di atas jam sembilan ke atas semua orang di sini sudah tidur pulas. Karena alasan itulah, gerbang utama ini selalu dikunci."

"Terus gimana caranya kamu masuk?"

"Tuh, ada bel. Aku tinggal menekan bel itu saja, nanti Pak Satpam juga akan muncul."

Ren mangut-mangut. Ia turun dari motornya, mendekat ke arah bel yang dimaksud Aline dan memencet tombol putih itu berkali-kali. Ting Tong! Ting Tong!

"Mana orangnya, Line? Kok, tidak ada satpam atau orang lain yang datang?"

"Hmm..., barangkali beliau sudah tidur." kata Aline dengan nada kecewa.

"Kurang ajar sekali kalau satpam itu ikut tidur," Ren yang melihat wajah lusuh Aline segera melepas helmnya. Ia mengintip jam tangan digital di lengan kirinya. "Ini sudah jam dua malam, loh. Masa satpam itu tidak dengar ada bunyi bel. Hah, ini tidak bisa dibiarkan. Kamu tunggu di sini sebentar, Line."

"Kamu mau ngapain?"

"Apa lagi? Aku harus membangunkan orang-orang di asrama ini, lah."

Aline tidak mengerti maksud Ren. Ren bolak-balik do depan gerbang, lalu ia berjalan ke semak-semak dan mengambil sebuah batu-batu kecil, siap melemparkan benda itu ke pos jaga satpam, namun belum sempat ia melakukan aksinya, Aline langsung mencegahnya untuk melakukan itu.

"Jangan begitu, Ren. Kamu bisa saja merusak fasilitas asrama ini. Aku nggak mau kamu disalahkan." lerai Aline.

Ren menghela napas. "Terus mau bagaimana lagi? Memangnya kamu mau nunggu di sini sampai pagi?"

Aline tidak menjawab. Ia melihat pos satpam yang kosong di sana. Kalau Aline harus menunggu hingga pagi, lalu untuk apa ia kabur dari rumah sakit? Aline menghela napas.

"Aku ingin masuk dan meminta maaf pada Dokter Gita." ujar Aline, bibirnya maju lima senti.

Ren memperhatikan wajah polos Aline. Ia menepuk pundak Aline dengan lembut. "Oke, kamu tenang saja. Saya akan bantu kamu untuk masuk ke dalam."

Aline mengangkat wajah, heran. "Bagaimana caranya?"

"Lihat saja," Ren menyeringai. Ia menatap gerbang itu sembari berpikir. Bangunan besar di hadapannya itu benar-benar mirip seperti sebuah kastil dengan pagar tinggi dan runcing di bagian atasnya. Ren mengembuskan napas sejenak.

"Ini terlalu sulit untuk dilalui berdua. Kamu tunggu di sini." kata Ren. Pria itu mendekati pagar dan segera memanjatnya.

"Ren!" Aline berteriak. Ren menaruh telunjuknya di depan mulut, mengisyaratkan kalau Aline tidak perlu cemas dan jangan mengeluarkan suara apapun.

Aline menengadah melihat Ren memanjat pagar yang menjulang tinggi itu—kira-kira sekitar tiga meter tingginya—yang paling membuat Aline cemas adalah di bagian atas pagar tersebut. Ujung pagar yang runcing bisa saja melukai bagian tubuh Ren. Berkali-kali Aline menggigit bibir dan meremas jemarinya.

Hap! Ren berhasil turun dari pagar tinggi itu. Ia mengacungkan jempol pada Aline dan pergi ke pos satpam. Tangannya menggedor-gedor pintu itu keras-keras, membangunkan seorang laki-laki paruh baya, berbadan tinggi besar dengan kumis tebal, dan rambut yang setengah beruban.

"Siapa kamu? Bagaimana kamu bisa masuk ke sini? Kamu mau maling, ya?" Satpam itu bersikap garang, suaranya terdengar keras dan melengking meskipun ia baru saja bangun tidur.

Ren segera menghindari pentungan dari tangan satpam itu. Tanpa banyak bicara, Ren menunjuk ke depan gerbang.

"Lho, itu kan ..." Satpam yang sudah lama bekerja di asrama itu menggosok-gosok matanya, lantas segera berlari ke gerbang. "Neng Aline! Ini benar-benar Neng Aline? Astaga... bukannya Neng Aline seharusnya masih dirawat di rumah sakit? Neng Aline kenapa ada di sini?"

"Jangan mengoceh saja, Pak. Sebaiknya bapak segera buka gerbangnya, tuh. Kasihan Aline kalau kelamaan berdiri di sana, bisa masuk angin nanti."

"Ah, benar juga," Pak Satpam itu pun langsung menyambar kunci yang ia sampirkan di saku celananya. Gerbang terbuka dan satpam itu segera menyuruh Aline masuk.

"Terima kasih, Pak." ucap Aline, mulutnya bergetar karena dingin.

"Neng Aline tidak apa-apa?"

Aline menggeleng. "Aku baik-baik saja. Dokter Gita ada di dalam?"

"Ada, Neng. Dokter Gita sejak kemarin berada di kamarnya. Beliau sepertinya masih sakit."

Aline terdiam. Ren menepuk pundak Aline, membuat gadis itu menegakkan kepalanya. Pak Satpam berdeham kecil sewaktu Ren merangkul pundak Aline dan berjalan ke depan asrama itu.

"Nah, sekarang kamu sudah aman di sini. Kamu masuk dulu sana. Saya mau pamit."

"Tapi, itu tangan kamu ..." Aline menatap darah yang keluar di tangan kiri Ren.

"Tidak apa-apa. Kena goresan sedikit sih tidak masalah untuk saya. Yang penting kamu aman. Jangan cemas, cepat masuk dan selesaikan urusan kamu. Kita bisa bertemu lagi besok."

"Tapi ..."

Ren menggeleng. "Besok saya akan ke sini untuk mengunjungimu. Saya janji."

Aline terdiam sejenak.

"Hei, jangan khawatir. Saya tidak akan pergi seperti dulu. Tenang saja, besok saya ke sini lagi. Pak Satpam ini saksinya."

Aline tersenyum kecil melihat tingkah Ren yang dengan sengaja menggoda Satpam di hadapannya.

"Terima kasih banyak, Ren."

"Sama-sama. Jangan lupa membayar hutang kamu besok, ya. Pak, titip adik saya." Ren mengedipkan mata ke Satpam, pria itu mengusap rambut Aline lalu pergi meninggalkan tempat itu.

Aline masih berdiri memandang kuda besi itu melaju di keheningan malam. Pak Satpam menyadarkan lamunan Aline dan segera mengantarkannya ke kamar Dokter Gita.

1
Ian
kenapa tuh
Ian
Bukan peres kan??
Ian
Bikin geregetan
Ian
/Panic/
Ian
Ikut kemana??!!
Ian
Pikirannya terlalu kolot /Smug/
Ian
Tertusuk
Ian
sending a virtual hug to Aline
Ian
Jadi kepikiran buat nulis ginian juga
Aimee
Terima kasih ya, Kak Eurydice sudah baca dan kasih dukungan di karya ini. Semoga nggak bosan buat terus mengikuti kisahnya Aline. Salam hangat dari Aline. (´∩。• ᵕ •。∩`) (*^3^)/~♡
Aimee
Sayangnya author nggak bisa menggambar, kalau nyomot gambar punya orang nanti kena pelanggaran hak cipta, Kak. Bikin gambar pakai AI aja ada hak ciptanya hiks
Eurydice
suka kesel sama orang yg suka nganggap urusan orang lain tuh enteng
Aimee: Hehe, betul. Aku juga begitu sebenarnya... (╥﹏╥)
total 1 replies
Eurydice
coba ditukar posisinya
Eurydice
gk peka dih
Eurydice
mental alind yg harus diperhatikan/Scream/
Eurydice
🥺😭
Eurydice
hebat bener kebalikannya aline
Eurydice
😭
Eurydice
akhirnya tau kenapa diawal pesimisbgt
Eurydice
dulu aku jga daftar di FD cuma gak keterima
Aimee: Wah, serius, Kak?
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!