Berkisah tentang Alzena, seorang wanita sederhana yang mendadak harus menggantikan sepupunya, Kaira, dalam sebuah pernikahan dengan CEO tampan dan kaya bernama Ferdinan. Kaira, yang seharusnya dijodohkan dengan Ferdinan, memutuskan untuk melarikan diri di hari pernikahannya karena tidak ingin terikat dalam perjodohan. Di tengah situasi yang mendesak dan untuk menjaga nama baik keluarga, Alzena akhirnya bersedia menggantikan posisi Kaira, meskipun pernikahan ini bukanlah keinginannya.
Ferdinan, yang awalnya merasa kecewa karena calon istrinya berubah, terpaksa menjalani pernikahan dengan Alzena tanpa cinta. Mereka menjalani kehidupan pernikahan yang penuh canggung dan hambar, dengan perjanjian bahwa hubungan mereka hanyalah formalitas. Seiring berjalannya waktu, situasi mulai berubah ketika Ferdinan perlahan mengenal kebaikan hati dan ketulusan Alzena. Meskipun sering terjadi konflik akibat kepribadian mereka yang bertolak belakang, percikan rasa cinta mulai tumbuh di antara
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amelia's Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 Cicit?
"Yaaah, ngambek lagi, oke sorry, aku enggak akan bandingin kamu lagi , tapi tolong terima kartu ini."Ferdinan memelas."Bagaimana pun kau tanggung jawabku."Ferdinan dengan nada lembut, tak seperti biasa nya.
"Baiklah, kuharap bapak jangan menyesal memberikan ini pada saya."Alzena kemudian hendak pergi.
"Tunggu.."
"Apa lagi pak."Alzena dengan nada kesal.
"Saya lapar, kamu enggak buat sarapan."
"Ck, tadi aja bilangnya, cuma menikah terpaksa, sementara, giliran lapar aja, minta sama aku,"Alzena menggerutu pelan.
"Kamu bilang apa?"Ferdinan menautkan kedua alisnya, mendekatkan telinganya ke arah Alzena.
"En enggak kok, ga da apa-apa. "Alzena langsung membuat pasta untuk makan sarapan sekaligus makan siang. Saat hendak mengambil bumbu, ternyata ada di rak atas dan Alzena yang tingginya 160 harus berjinjit. Saat dia memilih bumbu, tiba-tiba kakinya terpeleset, dan Ferdinan refleks menyangga tubuh Alzena.
Wajah mereka begitu dekat saat ini, bahkan hampir tak ada jarak. Ferdinan mendekatkan wajahnya dan meraup bibir ranum Alzena tanpa aba-aba. Membuat Alzena tercekat, dia mematung, tak percaya karena ini ciuman pertama baginya. Alzena memukul dada bidang Ferdinan, karena dia merasa hampir kehabisan napas.
"Hentikan, hahhh hahhh, kenapa bapak, mencuri ciuman saya, tahu enggak kalau ini ciuman pertama saya,"
"Emang iya ya, bukannya ini yang ketiga ?"Ferdinan menarik sudut bibirnya. Dan pasta sudah matang, Ferdinan mendekati Alzena.
"Mau apa, jangan dekat-dekat,"
"Cetrekk."Ferdinan mematikan kompor."Udah mateng, mau sampe kapan ni pasta engga mateng-mateng, udah laper tau engga."Ferdinan memegang perutnya.
"Ini gara-gara kamu tahu engga, pake acara cium-cium segala, seharusnya aku bisa mempersembahkan ciuman pertama itu, untuk suami aku nanti."Alzena merengek manja, menggemaskan karena selama ini dia tidak pernah menampakkan sikap manja.
"Apa kamu bilang, suami kamu nanti?hei... sadar kamu udah menikah, aku suami kamu, ngerti."Ferdinan mendengus, merasa tidak terima saat Alzena menyebutkan suami selain dirinya.
"Bukan suami sungguhan, kamu yang bilang ini pernikahan pura-pura dihadapan semua teman-teman kamu."Alzena mencebikkan bibirnya.
"Biasa aja dong bibirnya, mau aku aku cium lagi?"Ferdinan mendekatkan wajahnya namun Alzena mendorong wajah Ferdinan.
"Iiih, apaaan sih, kenapa kamu jadi kayak gini, ingat ya, jangan sembarangan sentuh, atau cium, mending kamu sama pacar kamu aja sana."Alzena berlalu dari hadapan Ferdinan.
"Dasar wanita, ngambekan, enak juga, bibirnya manis banget, "Ferdinan mengulum senyum nya.Dia menikmati pasta yang dibuat oleh Alzena.
Sementara Katerine diantar oleh David, dia merasa kesal pada Alzena. Karena kini yang dekat dan tinggal bersama dengan Ferdinan adalah Alzena.
"Katerine, kamu kenapa? kok ditekuk gitu mukanya,"ujar David.
"Aku kesel banget, tadi si rubah betina itu, pura-pura sok jadi cewek alim, seolah gak suka party, padahal dia cewek mura***!" Katerine mendengus kecil.
"Sudahlah, mandi dulu yuk, kamu istirahat nanti ke salon atau shopping, kamu mau, atau kamu mau ..."
"Cukup David, tadi malam itu kesalahan dan kamu sahabat Ferdinan. "Katerine mendorong tubuh kekar David.
" Baiklah, aku enggak akan memaksamu, tapi aku akan selalu ada untukmu, "David mengelus rambut Katerine.
"Makasih ya Dave, aku mau istirahat."
"See you baby."David meninggalkan Katerine di apartemennya.
"Ferdinan, kamu harus jadi milikku selamanya, aku enggak akan rela kamu jadi milik cewek miskin itu."Katerine terlihat mengepalkan tangannya. Seringai kemarahan terlihat dari wajahnya.
"Thing."Notifikasi pesan masuk.
"Ck,undangan kakek lagi, bisa marah kalo gua engga datang, "gumam pelan Ferdinan.
"Hei, siap-siap, nanti jam 6 kita berangkat ke rumah kakek."
"Jam 6? engga sekalian nunggu abis sholat maghrib ya, tanggung pak, saya sholat maghrib dulu ya."cicit Alzena.
"Ahhh ribet banget, ya udah, inget ya, abis sholat jangan lama-lama dandannya."Ferdinan dengan nada dingin namun tegas.
"Ishhh, gitu aja marah-marah mulu,pantes cepat tua."Gerutu pelan Alzena.
"Apa kamu bilang?"
"Engga ada kok, bapak sering banget marah-marah sama aku, nanti cepet tua loh."
"Berani ya kamu bilang, saya tua? seganteng dan sekeren ini kamu bilang tua?"
"Bukan gitu maksudnya, pak Ferdinan emang ganteng tapi kalau marah keliatan serem, jadi keliatan tua ."Alzena berlari ke kamarnya.
"Hei... kamu..."Ferdinan langsung bercermin, "Apa iya kata gadis itu, emang umur gua udah 28 tahun sih tapi emang udah keliatan tua banget ya."Ferdinan bergumam pelan sambil menelisik wajahnya sendiri di cermin kamarnya. "Kayanya gua harus pake retinol, dan brewoknya harus di cukur biar keliatan muda 5 tahun."Ferdinan mencukur brewok tipis di rahangnya. Dia memikirkan ucapan Alzena yang usianya terpaut 5 tahun dengannya.
"Ayo... cepat.. kaya kura-kura lambat banget."dengus Ferdinan.
"Iya iya, ini juga udah express banget ,cuma pake lipstik sama bedak."Alzena mencebikkan bibirnya yang ranum dan berwarna pink.
"Kamu pakai hijab sekarang?"Ferdinan mengernyitkan keningnya.
"Iya, ini janji aku kalau sudah nikah aku mau pakai hijab."jawab Alzena.
"Ya udah, terserah, aku enggak peduli."
"Duhhh tuh bibir bikin gemes banget sih bikin gua pengen ngokop,"Batin Ferdinan.
"Pak, pak, katanya pengen cepetan ayo...jalan ."Alzena mengibaskan tangannya ke wajah Alzena.
"Ahh iya iya ceerewt banget."Ferdinan melajukan mobil sport mewahnya."Mau nayalain musik ga ?biar engga sepi tar kamu tidur lagi."Ferdinan menyalakan musik yang ada di dashboard.
"Iya pak, lagunya Lyodra, Kekasih tak dianggap pak."Alzena memesan sebuah kagu.
"Lagu apaan sih, baru denger gue."Ferdinan menggerutu pelan.Saat dinyalakan lagunya, liriknya sangat ngena di hati Alzena hingga dia meneteskan airmata, Alzena menatap jalanan melalui kaca jendela mobil. Ferdinan hanya terdiam, dia merasa tersindir melalui lagu itu, dia merasa menjadi laki-laki yang kejam.Tapi semua terjadi begitu saja, pernikahan mereka pun tanpa didasari oleh cinta.
"Ciiit."Mobil sport mewah Ferdinan sudah terparkir dihalaman mansion Kakek Abraham. Terlihat sebuah kandang besar di depan mansion Kakek Abraham, dan Alzena terlihat penasaran dan mendekat.
"Jangan ke sana!"cegah Ferdinan.
"Kenapa ? aku cuma penasaran tempat apa itu."Alzena mengernyitkan keningnya.
"Mending gak usah, itu kandang si Harry,"Fedinan sambil bergidik ngeri.
"Owh, Harry, harimau maksudnya, keren banget, nanti aku mau ketemu ahh sama dia."Alzena dengan mata berbinar.
"Aneh nih cewek bukannya takut malah pengen liat hihhhhhh."Ferdinan bergidik ngeri membayangkan harimau milik sang kakek.
Tiba di dalam Mansion megah milik kakek Ferdinan, Tuan Abraham Wiratama. Mansion tersebut begitu megah dengan taman yang luas, kolam renang, dan arsitektur klasik yang menunjukkan kejayaan keluarga Wiratama.
"Masha Allah , megah sekali ini ... seperti istana wuaaa."Alzena mengabadikan setiap sudut rumah tersebut untuk dijadikan story di medsos.
"Ngapain kamu, jangan semua di shoot, nanti yang ada maling ngincer rumah kakek aku."dengus Ferdinan.
"Iya iya, enggak, cerewet banget, nyebelin. "bisik Alzena.
Alzena mengenakan dress sederhana berwarna pastel yang ia padukan dengan kerudung satin lembut. Kini Alzena mulai memakai hijab, dan Ferdinan terlihat tak peduli dengan penampilan Alzena apapun yang di pakainya.
Meski tampil sederhana, aura kecantikan dan kesederhanaannya memancarkan pesona tersendiri. Ferdinan hanya mengenakan kemeja putih dan celana bahan hitam, terlihat santai namun tetap rapi.
Saat tiba di ruang makan utama, suasana langsung terasa tegang. Sang ibu, Viola, yang sudah berada di sana sejak tadi, memberikan pandangan sinis kepada Alzena.
"Alzena, apa kau tidak punya pakaian yang lebih layak untuk acara seperti ini?" Viola berujar dengan nada datar, tetapi jelas bermaksud menusuk. "Kita adalah keluarga Wiratama. Penampilanmu mencerminkan nama besar keluarga ini. Jangan sampai kau membuat malu."
Alzena tersenyum tipis, berusaha menahan perasaan tidak nyaman yang muncul. "Maaf, Bu. Saya memang lebih nyaman dengan pakaian seperti ini, tapi saya akan mencoba lebih baik ke depannya," jawabnya lembut namun tegas.
Ferdinan yang mendengar itu langsung memandang ibunya dengan tajam. "Mama, cukup," katanya singkat, tetapi penuh penekanan. "Alzena sudah sangat pantas dan tidak ada yang perlu dikomentari. Kalau mau bicara soal penampilan, lebih baik kita fokus pada hal yang lebih penting."
Viola terdiam, meskipun wajahnya menunjukkan ketidaksukaan. Tuan Abraham, yang duduk di ujung meja dengan tongkat di sampingnya, memperhatikan interaksi tersebut dengan ekspresi tenang namun penuh arti.
"Viola, kita di sini untuk makan malam keluarga, bukan untuk mengomentari siapa yang memakai apa," ujar Tuan Abraham dengan suara berat namun berwibawa. "Alzena, jangan hiraukan. Duduklah dan nikmati makan malam ini."
Alzena mengangguk hormat kepada Tuan Abraham. Dalam hati, ia merasa lega karena Ferdinan dan sang kakek membelanya.
Sepanjang makan malam, Viola sesekali melemparkan pandangan sinis, tetapi Alzena tetap tenang dan sopan. Ferdinan, di sisi lain, tampak semakin melindungi Alzena, membuat suasana sedikit lebih ringan bagi istrinya.
Di akhir malam, saat Alzena dan Ferdinan berpamitan, Tuan Abraham memanggil Ferdinan dan berkata pelan, "Kau sudah memilih istri yang baik, Ferdinan. Jangan sia-siakan dia. Orang seperti Alzena akan menjadi penopangmu, bukan sekadar penghias rumah."
Kata-kata itu membuat Ferdinan tertegun, sementara Alzena tetap tidak menyadari bahwa perlahan ia mulai mendapatkan tempat di hati keluarga Ferdinan, terutama sang kakek.
"Oh iya, sudah dua bulan kalian menikah, kakek enggak sabar menimang cicit "Tuan Abraham terkekeh.
"Uhug uhug."Ferdinan dan Alzena terbatuk bersamaan
"Apa ? cicit?"
bersambung...