NovelToon NovelToon
Putriku, Ditawan Preman 1M

Putriku, Ditawan Preman 1M

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Diam-Diam Cinta / Pengasuh / Kontras Takdir / Slice of Life
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Bu Alisa

"Assalamualaikum, ini pak Ahmad. Bapak, anak anda sedang tidak baik-baik saja. Bila anda mau bertemu langsung, dengan anak anda... Serahkan kepada saya 1M secepatnya, jangan banyak alasan. Ketemu di depan gedung Serbaguna"

"Apa! Apa maksud mu! Siapa kau!! "

....

Ahmad Friko, pengusaha sukses setelah ia mengadopsi anak panti asuhan, yang diberi nama Rara, pak Ahmad bekerja dengan serius sampai terkadang lupa dengan kewajibannya untuk mengurus anak. Hingga saat ia bangkrut, ia mendapat pesan dari seseorang bahwa anaknya sedang di sekap, ditawan dan dimintai uang satu milliar, yang jumlahnya tak biasa. Apa yang akan dilakukan Ahmad setelah ini?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bu Alisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20-Putriku, ditawan preman satu milliar

Selamat membaca kawan-kawan >.<

"Kamu tidak mengenalku sayang? " tanya wanita itu lagi dengan gaun kuning musim panas nya, mendekatkan diri semakin dekat. Eve menggeleng percaya tidak tau siapa orang di depannya, dan salah satu orang pun datang lagi. Eve baru mengenali siapa orang itu, wali kelasnya, orang yang paling malas dia ingin temui.

"Eve akhirnya kamu sudah sadar. " ucap si guru, anak dari wanita paruh baya yang charming dan kelihatan awet muda di depannya. Pria itu bernama pak Wira, guru wali kelas 10 IPS satu, termasuk wali kelas Eve yang menemukan tubuh terkapar nya saat malam hari, di belakang gedung sekolah.

Untung saja setelah itu, Wira masih sempat membawa anak didiknya ke rumah sakit, dan mendapat perawatan intensif. Bila tidak, entah apa yang terjadi. Mungkin ajal Eve kurang beberapa jam lagi, Eve melihat ke arah mata lancip pria itu dan mengalihkan wajah ke samping.

"Kenapa ada kau disini? " seru Eve menolak dipandang pak Wira, padahal niat pria itu dari awal sangat-sangatlah baik. Tetapi selalu ditolak, karena kebaikannya sangat menjengkelkan bagi Eve dan terlalu berlebihan, bahkan baginya tak perlu terlalu ikut campur dalam kehidupan pribadi remaja itu. Pak Wira selalu mendukungnya, kapanpun, namun komentar guru itu di cueki banyak guru, pak kepala sekolah hanya menganggap perkataan pak Wira sebagai kicauan burung tak berarti apa-apa.

Eve paling malas karena pak Wira selalu berusaha mendukungnya, padahal mereka tahu bahwa tak akan ada yang mendukung remaja itu karena kekuasaan polemik berpengaruh pada kehidupannya. Eve menggenggam tangan erat, mencopot semua alat bantu medis nya yang terpasang di berbagai bagian tubuh, wanita paruh baya di depannya langsung menganga kaget.

"Jangan kamu lepaskan Eve! "

"Jangan!! "

Pak Wira mengangguk, "Iya nak, apa yang kamu lakukan... "

Tetapi Eve masih ngeyel, gadis itu akan keluar segera dihadang keduanya. Yang tak membiarkan dirinya keluar, "Gue mau keluar!! " seru Eve memberontak mendorong bahu pak Wira ke belakang, "Eve tenang! Kamu tenang dulu!! "

"Kenapa?!! " teriak Eve gila, gadis itu menghirup nafas berat lalu mencekik diri sendiri. Wanita paruh baya itu, atau ibu dari pak Wira langsung berteriak histeris. "Jangan!! "

"Gak, lepasin gue... Gue mau mati!!! Kenapa kalian gak biarin gue mati bangsat!!! "

"Seneng lu ngeliat gue menderita di kelas hah?! SENENG LU PAK WIRA!! "

"SENENG?!! " Lirik Eve membabi buta, di saat dirinya baru saja pulih dari gelap mata, sekarang gadis itu meronta seakan pasrah akan hidup. Tanpa berlama, pak Wira langsung mengambil pelukan, membuat tubuh kecil siswi itu terkekang di dalam tubuh pak Wira.

"Tenang... "

"Tenang ya... "

"Bapak sekarang ada disini sama kamu, kamu jangan takut, tidak ada yang menyakitimu lagi nak, "

Eve menggeleng, dia tak percaya sama sekali. Setetes air mata jatuh dari kekungan yang sudah gadis itu tahan, selama berbulan-bulan bahkan sejak SMP sampai SMA dan mungkin sampai nanti kuliah. Dia akan sama saja ditindas! Eve mendorong kedua bahu pak Wira kebelakang. Merasa tak ingin di tolong lagi, "Kata bapak pun akan terus seperti itu, saya tidak akan pernah mendapat penindasan dari mereka lagi, dan saya akan terbebas dan belajar dengan tenang!!! "

"BAPAK TAK PERNAH MENEPATI JANJI!!! HANYA SAYA YANG MENYELESAIKAN MASALAH SAYA SENDIRI PAK!! "

Dug-Dug-Dug- ucap Eve seraya memukul dada bidang nya keras-keras, pak Wira menerima semua pukulan itu, dia juga tak banyak membantu muridnya yang hampir di ambang kematian oleh anak-anak lain. Pak Wira hampir tertinggal, dan tak tahu bagaimana sebenarnya kehidupan siswi di depannya ini. "Sial! " Eve menangis, menutupi kedua matanya. Mengingat bagaimana ucapan gadis kecil itu begitu jelas, dan membekas.

"Kakak tidak boleh mati, "

"Kakak harus kembali... "

"Kakak harus hidup. "

Ucapan itu bukan doktrin lagi, tapi kutukan. Eve merasa dirinya terus dipaksa untuk menjalankan hidupnya sendiri, dan tak diperbolehkan menemui ajalnya. Perempuan itu menepis air matanya, menatap kedua mata sang guru di depannya.

"Aku tak ingin apa-apa, tapi bila aku menemukan tubuhnya... Apa aku bisa meninggalkan dunia ini dengan tenang? "

"Aku tak butuh bantuan apa-apa darimu anak kecil. " ucapnya menatap mata Wira, pria itu tak tahu apa yang anak didik nya bicarakan. Rasanya sangat membingungkan, "Apa maksud-"

"Pak, izinkan saya segera ke resepsionis untuk di pulangkan, saya ingin cepat pulang. "

"Apa! Tapi belum, kamu belum sembuh. Belum sepenuhnya sembuh... " kata pak Wira sambil memegang kedua lengan siswi itu. Dia menggeleng kecil, kalau tak mematuhi permintaan gadis kecil itu Eve tak akan bisa cepat mati. Tujuannya hanya satu, bila dirinya adalah tetangga nya. Secepatnya Eve harus mencari keberadaannya dan sesuai permintaan, mengeluarkan dia dari sana.

Eve terpaksa duduk dibawah, mendongak ke atas. Memegang kedua kaki pria itu, "Pak... "

"Tolong... "

"Ku mohon, ku mohon! "

"Biarkan aku pulang, "

"Biarkan aku... Pulang... "

"Jangan begini, ini di rumah sakit. " ucap Pak Wira sungkan sendiri, anak didiknya tiba-tiba duduk lalu memohon seperti itu. Tak peduli apa kata pria itu, Eve semakin bersujud di hadapannya dan mengusap kedua tangan ke atas. "Pak saya mohon! Saya mohon!!! "

"Biarkan saya pulang pak... "

Pak Wira tak tega membiarkan anak didiknya terus memohon, pria itu ikut berjongkok menenangkan gadis itu. Tapi bagaimanapun Wira mencoba, dirinya tetap tak bisa membuat Eve tenang atau diam. Ibunya pun juga khawatir sendiri, dengan keadaan Eve. Di pikiran si wanita apakah Eve juga ada kelainan mental?

Pak Wira membawa Eve berdiri, dia pun berdiri. Mengikuti gurunya, "Kalau itu mau mu, baik... "

"Kamu boleh pulang, tetapi... "

"Kamu harus tinggal di rumah bapak untuk sementara. "

"Pak!! Saya gak mau!! "

"Saya pengen pulang, ada yang ingin saya lakuin di rumah... "

Pak Wira mengangguk, itu lah maksudnya siswi nya mulai sekarang harus dia dampingi selalu, karena takut terjadi apa-apa. "Ada yang kamu cari, bapak harus ikut kamu. "

"Boleh atau tidak? Kalau tidak mau, ya sudah kamu di sini saja tak usah pulang. " kata Wira. Sedikit usil, bila pun siswi nya sudah kembali sembuh pasti juga akan pulang ke rumahnya. Hanya saja pria itu tak tega membuat Eve pulang ke rumah dalam masa penyembuhan, wanita paruh baya itu memegang lengan anaknya. "Nak, antarkan dia, "

"Iya bu, ini mau saya antarkan"

"Cepat ya, lalu bawa Eve ke rumah kita. Jangan di bawa ke mana-mana, pastikan dia tetap dalam keadaan baik-baik saja, "

Kata sang ibu, yang dimana ibunya pak Wira ini lah yang dia pinta untuk menjaga muridnya di kala Wira mengajar di sekolah, karena tak setiap waktu bisa mengunjungi muridnya ini. Tapi baru hari ini, tepat juga pada muridnya siuman, Wira bisa menarik nafas lega akan hal itu.

"Em... "

"Ya sudah, bapak ikut saya saja. " kata Eve tak punya pilihan lain. Lagipun, uang biaya inap rumah sakitnya pasti dibayarkan orang ini, tak enak kalau dirinya membantah atas persyaratan ini begitu saja.

****

Setelah Eve di izinkan pulang di saat sore hari, langit berwarna kunyit Oranye, baginya warna langit sama saja karena remaja ini tak terlalu menspesialkan warna dan bentuk langit. Gadis itu menaiki mobil yang ditumpangi pak Wira dan ibu nya untuk pulang pergi, lagi dan lagi hati Eve merasa tak enak karena terus bergantung kepada orang lain. Tak hanya bu Fitri, tetangga yang tak ia kenal dekat, tetapi juga guru dan ibunya pak Wira ikut tersangkut dalam masalahnya.

Eve memejamkan mata erat, 'Andai aku mati hari itu, apa aku masih bisa mendapat perlakuan seperti ini.. ' ucapnya yang mengingatkan dirinya akan saat dibuang keluar oleh sang kakak dari rumah sendiri, mengingat itu rasanya sama saja dengan bangun dari kematian pertama nya.

"Ini kan komplek alamat tinggal tempat mu Ve? " tanya pak Wira menunjuk ke arah papan luar yang menjadi lingkungan tinggal anak didiknya, tapi pak Wira tahu kalau siswi nya tak tinggal di rumah mewah seperti kebanyakan orang. Eve hanya mengangguk saja, dan minta di turunkan.

Pak Wira menyanggupi, lalu membukakan mobil yang sudah tak dikunci, Eve membuka mobil dan berjalan menginjak aspal lingkungan nya. Melihat jalanan ini, dirinya teringat sebelum ia tak sadarkan diri dan tidur panjang selama seminggu, jalan ini lah bagi dirinya berlari dari rumah bu Fitri ke sekolah.

Langkah gadis itu berjalan tak jauh, Pak Wira ingin mengikuti tapi segera dihadang ibunya. "Jangan... "

"Tapi bu"

"Saya percaya sama Eve, dia pasti kembali. " ucap Ibu nya, putranya yang sebenarnya tak terlalu percaya memilih diam di tempat dan menunggu siswi itu kembali masuk ke dalam mobil.

Kebetulan di depan rumah itulah, bu Fitri sedang menyapu halaman depan. Dan saat tak sengaja berpas-pasan dengan wajah Eve. Bu Fitri reflek menjatuhkan sapu, "Dek... Dek Eve?! "

Eve tersenyum kecil, dan menunduk, membungkuk ke depan. "Bu... Maafkan saya, saya. Saya kabur dari rumah anda tanpa memberitahu Anda terlebih dahulu, " kata remaja itu, menaikkan punggung ke atas melihat bagaimana reaksi bu Fitri yang sekarang ikut terkejut melihat kehadirannya selama beberapa hari tak bertemu.

Sebelumnya bu Fitri juga mencari di kolong tempat terakhir wanita itu menemukan anak ini, tapi tak ada sama sekali. Eve menghilang seperti di telan bumi, tapi sekarang. Eve? Kembali di hadapan wanita itu dan meminta maaf padanya?

Bu Fitri menunjuk ke tangan remaja itu yang di perban tebal. "Nak... Itu... Itu apa nak... " seru bu Fitri menunjuk ke arah luka baru remaja itu. Eve melihat lukanya, "Ah ini.. "

"Ini mungkin karma bagi saya, "

"Saya telah meninggalkan anda dalam kebingungan mencari saya, ini pantas ku dapatkan, "

Bu Fitri menggeleng, wanita murah hati itu tak tahu bagaimana keadaan anak ini di luar sana. Baik-baik saja atau tidak, Fitri sangat menghawatirkan keadaannya dan menepis tangis yang mengguyur cepat membasahi kedua pipi, "Ndak nak... Ndak... Malahan dek Eve sudah saya anggap anak sendiri sejak hari itu, saya bahkan ingin mengangkat mu menjadi anak saya, "

"Ya allah... "

"Kenapa bisa jadi seperti ini... "

"Apa yang terjadi padamu dek di luar sana? "

Anjani melotot saat melihat Eve berpegangan pada tangan ibunya, dan membuatnya marah karena perempuan itu telah meninggalkan mereka tanpa kabar. Gadis itu keluar dari gerbang dan menepis pegangan keduanya, menjauhkan tubuh sang ibu. "Kenapa balik kesini? "

"Kenapa? "

"Bukannya mbak udah gak butuhin kita lagi? "

"Udah sembuh kan? "

Tanya Anjani melirik ke samping, tak mau menatap wajah perempuan yang dua tahun lebih tua darinya itu. Eve mengakui dirinya bersalah, tapi ada satu hal yang harus dia akhiri sebagai pentosan akhir hidupnya. Apakah dengan menemukan gadis itu, dan mengeluarkan nya dari sana. Apakah dia bisa mati dengan tenang tanpa di ganggu?

"Maaf... Aku juga tidak berniat menganggu keluarga kalian, atau kembali kemari. Karena sebenarnya tujuan ku setelah ini selesai, aku tak akan kembali kepada kalian lagi, "

"Kalian telah banyak membantuku. " lanjut Eve pelan, sambil menundukkan kepala. Anjani mencibir, "Ya itu tahu, kenapa? Terus apa tujuan mu kesini? "

"Ayo buk kita masuk aja ke dalam, "

Bu Fitri menggeleng cepat, menepis tangan anaknya dan beralih ke kedua tangan Eve. "Dek... Jelaskan pada ibuk, apa yang terjadi sama kamu diluar, apa kamu tak apa... "

"Kenapa? "

"Kenapa saat itu kamu keluar dek? "

"Apa kita kurang memberimu perhatian atau masih belum cukup tuk memberi mu makan? "

Eve menggeleng, kali ini mereka tambah salah paham tentang kepergiannya dari rumah itu, tak seperti apa yang mereka anggap. Eve menutup mulut keras, merintihkan air mata nya cepat, tak bisa di batasi lagi.

"Maafkan saya... Maafkan saya... "

'Seharusnya aku tak ke sekolah dan merasa berani bisa melawan mereka, seharusnya aku tak kesana. Diriku ini memanglah bodoh! '

Bersambung..

1
Joshou
hello guys
Joshou
hello guys tinggalkan komentar ya
Joshou
hei kamu udah like dan sucribe belum!
Joshou
kurang apa lagi coba
Joshou
Hai guys ramein dong
Joshou
udah jangan nangis, orang masih manusia
Joshou
Ahmad mengira dirinya main utama
Joshou
Kok ngilang ya yang bawah sendir8
Joshou
siapa yang kesel?
Joshou
hello Hai ga
Joshou
hello hai
Joshou
hello
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!