Pinky, gadis rusuh dan ceplas-ceplos, tergila-gila pada Dev Jaycolin meski cintanya selalu ditolak. Suatu kejadian menghancurkan hati Pinky, membuatnya menyerah dan menjauh.
Tanpa disadari, Dev diam-diam menyukai Pinky, tapi rahasia kelam yang menghubungkan keluarga mereka menjadi penghalang. Pinky juga harus menghadapi perselingkuhan ayahnya dan anak dari hubungan gelap tersebut, membuat hubungannya dengan keluarga semakin rumit.
Akankah cinta mereka bertahan di tengah konflik keluarga dan rahasia yang belum terungkap? Cinta Gadis Rusuh & Konglomerat adalah kisah penuh emosi, perjuangan, dan cinta yang diuji oleh takdir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Di saat yang sama, sebuah mobil berhenti di depan perusahaan. Jactice keluar dari mobil dan membuka pintu belakang.
Pinky, yang berdiri agak jauh, memundurkan langkahnya agar tidak terlihat oleh Dev yang baru saja turun dari mobil. Sesaat kemudian, seorang wanita cantik dan seksi keluar dari mobil, menyusul Dev.
Mata Pinky membulat melihat Dev yang menggandeng wanita itu masuk ke dalam perusahaan.
"Apakah dia pacarnya?" gumam Pinky pelan, perasaan cemburu mulai menggerogoti hatinya.
Tak lama, Pinky menghampiri dua petugas keamanan di dekat pintu masuk.
"Paman, kenapa makanan yang aku masak dibuang?" tanyanya dengan suara yang bergetar menahan emosi.
Salah satu petugas tampak gugup. "Nona, itu...," ucapnya ragu-ragu.
Petugas lainnya menimpali dengan jujur, "Nona, maafkan kami karena telah berbohong. Sebenarnya, selama ini bekal yang Nona bawa tidak pernah disentuh oleh Tuan Fernando."
Pinky terdiam, kaget. "Tidak pernah disentuh? Jadi dia yang meminta kalian membuangnya? Sejak kapan?" tanyanya dengan suara serak.
"Sejak pertama kali Nona datang," jawab petugas itu dengan pelan. "Kami hanya menerima perintah untuk tidak mengizinkan Nona masuk, dan demi menjaga perasaan Nona, kami berpura-pura menerimanya, lalu membuang makanan itu setelah Nona pergi."
Seperti disambar petir, Pinky mendengar semua kebenaran itu. Hatinya remuk.
"Jadi sejak awal dia sudah meremehkanku. Bukan hanya tidak mengizinkanku masuk, tapi bahkan makanan yang aku buat dengan susah payah pun tidak dihargai. Aku rela menggunakan gajiku untuk membeli bahan makanan demi dia, tapi semua usahaku sia-sia. Sekarang dia sudah menggandeng wanita lain, dan mereka tampak begitu akrab," batin Pinky sambil menahan air mata yang mulai menggenang di pelupuknya.
"Nona, sudahlah. Jangan menyakiti diri sendiri. Bagus juga kalau Anda tahu kebenarannya sekarang, jadi tidak perlu repot-repot membuat makanan lagi," ucap salah satu petugas dengan nada iba.
"Paman, apakah aku benar-benar tidak tahu malu? Begitu bodoh sampai tidak menyadari bahwa aku diremehkan selama ini?" tanya Pinky dengan suara bergetar, air matanya tumpah tanpa bisa ditahan lagi. Tanpa menunggu jawaban, Pinky berbalik dan melangkah pergi, menyeka air matanya yang terus mengalir.
Pinky berjalan cepat, menahan tangis yang tidak bisa ia hentikan. Air matanya terus mengalir, membasahi pipinya. Bayangan Dev yang berubah sikap ketika bersama wanita itu kembali memenuhi pikirannya. Sementara, saat bersamanya, Dev selalu menjauh dan menunjukkan ekspresi tidak suka, seolah-olah keberadaannya adalah gangguan.
"Dev Jaycolin, tidak apa-apa kalau kau tidak menyukaiku. Tapi kenapa kau harus meremehkanku? Apa hanya karena aku miskin?" gumam Pinky, suaranya penuh luka.
---
Hari-hari berlalu.
Pinky menjalani pekerjaannya di restoran dengan fokus penuh. Dia tidak hanya mencuci piring, tetapi juga membantu mengantar makanan dari meja ke meja. Dari pagi hingga malam, ia bekerja tanpa henti. Semua itu ia lakukan demi satu tujuan: melunasi hutangnya secepat mungkin.
Meskipun hatinya sakit setiap kali mengingat perlakuan Dev, Pinky bertekad untuk tidak membiarkan perasaannya mengganggu pekerjaannya.
Di malam hari, setelah kembali ke rumahnya, Ia mengeluarkan semua uang yang dia kumpul.
"Sudah tiga minggu. Gaji dan tabunganku digabung, tinggal sedikit lagi! Aku hampir bisa membayar semua hutangku!" seru Pinky sambil menghitung uang receh dan lembaran yang ia kumpulkan dengan susah payah.
Ia tersenyum kecil, meskipun hatinya masih terasa perih.
"Dia pasti sudah bahagia. Pinky, ini saatnya untuk melepaskan. Pria yang meremehkanmu, yang bahkan tidak mau menyentuh makananmu, adalah pria yang tidak pernah menghargaimu. Gadis miskin sepertiku tidak cocok berdampingan dengan pria kaya," batinnya sambil memejamkan mata, berusaha meyakinkan dirinya sendiri.
Keesokan harinya.
Di dalam ruangannya yang luas, Dev duduk di kursinya sambil membaca file-file yang bertumpuk di atas meja. Wajahnya tampak serius, matanya fokus pada dokumen yang dipegangnya.
Ketukan pintu terdengar, dan Jastice masuk dengan membawa laporan. "Tuan, Nona Jessie ingin mengajak Anda makan siang ini," ujarnya, suaranya sopan.
Dev tidak mengalihkan pandangannya dari file di tangannya. "Katakan saja aku sibuk," jawabnya singkat, nadanya tegas tanpa memberi ruang untuk negosiasi.
"Baik!" jawab Jastice, lalu melanjutkan, "Ada lagi, Tuan. Sudah seminggu saya tidak melihat Nona Pinky datang. Apakah terjadi sesuatu?"
Dev menghentikan gerakannya sejenak, tapi wajahnya tetap dingin. "Biarkan saja. Dia sudah dapat uang dan tidak perlu mengangguku lagi," jawabnya sambil kembali fokus pada file di tangannya.
Jastice mengangguk, meskipun ada keraguan dalam dirinya. "Iya, Tuan," jawabnya sebelum meninggalkan ruangan.
Saat pintu tertutup, Dev perlahan meletakkan file yang dipegangnya ke atas meja. Ia bersandar di kursinya dan memejamkan mata untuk beberapa detik, seolah ada sesuatu yang mengganggunya.
Setelah itu, ia memutar kursinya menghadap layar monitor besar yang terhubung dengan rekaman CCTV perusahaan. Dengan gerakan cepat, ia memutar rekaman beberapa hari yang lalu. Mata tajamnya memindai layar, seolah mencari sesuatu yang spesifik.
Tiba-tiba, tangannya berhenti menggerakkan mouse. Rekaman menunjukkan Pinky berdiri tidak jauh jarak dari perusahaan, tepat saat dia turun dari mobil bersama Jessie. Dev memperhatikan bagaimana Pinky memundurkan langkahnya dan menjauh, berusaha tidak terlihat.
"Dia ada di sana?" gumam Dev pelan, matanya tak lepas dari layar.
Ia melanjutkan memutar rekaman hingga melihat adegan dua petugas membuang makanan ke tong sampah. Dalam rekaman itu, Pinky tampak menghampiri kedua petugas tersebut dan berbicara dengan mereka.
Dev memejamkan matanya, menyandarkan tubuhnya ke kursi. Rahangnya mengeras, dan tangan kanannya mengepal di atas meja. Wajahnya terlihat menahan emosi yang tidak biasa.
Dev mengangkat telepon kantornya, suaranya tegas dan tidak menyisakan ruang untuk penolakan.
"Panggil salah satu petugas kita ke sini sekarang juga!" perintahnya sebelum menutup sambungan tanpa basa-basi.
Beberapa menit kemudian, seorang petugas mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan dengan sikap penuh hormat.
"Tuan," sapanya, menundukkan kepala sedikit.
Dev menatapnya tajam, lalu bertanya langsung, "Apa yang dikatakan Pinky saat dia datang terakhir kali?"
Petugas itu tampak sedikit ragu sebelum menjawab dengan nada hati-hati, "Nona Pinky telah mengetahui bahwa makanan buatannya tidak pernah disentuh. Dia merasa Anda telah meremehkannya selama ini, Tuan."
Rahang Dev mengatup, tetapi ia tidak mengucapkan sepatah kata pun untuk beberapa saat. Akhirnya, ia hanya mengangkat tangannya sebagai isyarat tegas.
"Keluar!"
"Baik, Tuan," jawab petugas itu singkat sebelum meninggalkan ruangan dengan langkah hati-hati.
Dev menyandarkan tubuhnya ke kursi, tatapan dinginnya mengarah ke pintu yang baru saja tertutup. Ia menghela napas pendek sebelum berkata dengan nada rendah namun tajam, seakan berbicara pada dirinya sendiri.
"Bagus juga. Lebih baik dia tidak muncul di hadapanku lagi."
Setelah beberapa detik hening, Dev meraih telepon di mejanya dan menghubungi Jastice.
"Halo, Tuan," suara Jastice terdengar responsif dari seberang.
"Atur restoran mewah untuk malam ini," ujar Dev tanpa basa-basi, suaranya penuh otoritas. "Aku akan mengajak Jessie untuk berkencan."
"Baik, Tuan. Saya akan segera mengurusnya," sahut Jastice cepat sebelum panggilan diputus.
"Satu lagi...Cincin berlian untuk melamar!" perintah Dev.
sebenarnya kamu itu suka ma pinky
awas lho jgn menyesal