Ajeng harus pergi dari desa untuk menyembuhkan hatinya yang terluka, sebab calon suaminya harus menikahi sang sepupu karena Elis sudah hamil duluan.
Bibiknya memberi pekerjaan untuk menjadi pengasuh seorang bocah 6 tahun dari keluarga kaya raya di Jakarta.
Ajeng iya iya saja, tidak tahu jika dia adalah pengasuh ke 100 dari bocah licik itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 - Berbohong
Malam hari ketika makan malam, semua orang dibuat tercengang saat melihat Sean yang sopan santun.
Menyapa semua orang dengan kepala menunduk dan bibir tersenyum.
"Selamat malam Oma, kakek, Papa, Om, kak Rilly," sapa Sean.
Dia bahkan juga duduk sendiri, tidak memerintahkan Ajeng seperti biasanya.
Ajeng tersenyum, karena Sean benar-benar menepati janjinya untuk bersikap baik pada semua orang.
"Sean, apa kamu sakit Nak?" tanya Oma Putri.
"Tidak, aku dalam keadaan yang sangat baik."
"Coba Oma pegang dahi mu."
Sean turun dari kursinya dan berjalan mendekati sang Oma, berdiri dan membiarkan Oma Putri memeriksakan keningnya.
Semua orang makin dibuat heran melihat Sean yang patuh seperti itu. Mana pernah dia menurut saat diminta untuk melakukan ini dan itu.
Sangat mencurigakan. Batin Rilly.
Makan malam pun berlangsung tanpa mendengar suara beradu antara piring dan sendok milik Sean. Bocah itu bahkan memakan sayuran yang selama ini dia hindari.
Reza menatap sang anak intens lalu menatap Ajeng.
Jelas saja Sean tidak akan berubah sedrastis itu jika tanpa pengaruh Ajeng. Sesuatu hal yang harus dia luruskan sebelum besok pergi ke luar kota selama 3 hari.
Reza malah merasa cemas jika Sean berubah tiba-tiba seperti itu, jika Sean tetap nakal dia malah biasa saja.
"Ajeng, selesai makan malam nanti temui aku di ruang kerja," ucap Reza, bicara dengan suaranya yang dingin dan wajah datar.
Ajeng nyaris tersedak makanannya sendiri ketika mendengar itu, sejak awal dia memang selalu ikut makan malam bersama dengan keluarga ini, karena Sean pun harus di dampingi.
"Ba-baik Pa," jawab Ajeng gagap. Wajah dingin itu selalu membuatnya takut dan gugup.
Padahal om Ryan, kak Rilly, Oma dan kakek sangat baik, kenapa papa Reza terlihat begitu jahat. Batin Ajeng, dia menunduk dengan kikuk dan kembali menyantap makanannya.
Selesai makan malam itu, Ajeng langsung menghadap pada Reza. Sementara Sean menunggu Ajeng duduk di ruang tengah, menghabiskan waktu bersama degan Oma dan kakek.
"Duduk lah," ucap Reza saat mereka sudah masuk ke dalam ruang kerja itu.
Ajeng menurut, mereka duduk saling berhadapan dengan meja sebagai penghalang.
"Ada apa ya Pa? apa aku membuat kesalahan?" tanya Ajeng lirih.
"Kalau sedang berdua seperti ini, tidak perlu memanggil aku dengan sebutan papa, panggil saja Pak."
"Tapi kata Oma Putri harus Pa terus biar jadi kebiasaan."
Reza terdiam.
Beberapa minggu lalu Oma Putri memang mengatakan hal itu kepada Ajeng.
"Ya sudah terserah mu. Sekarang katakan pada ku, kenapa tiba-tiba Sean berubah jadi penurut seperti itu? Apa kalian merencanakan sesuatu?"
Deg! jantung Ajeng berdenyut, jadi berulang kali mengedipkan mata saking gugupnya.
Belum apa-apa kini Ajeng sudah merasa ketahuan. Dua telapak tangannya sudah basah dengan keringat dingin. Dan kini jadi merasa sangat bingung apa yang harus dilakukan, mengakui semua kesepakatan dengan Sean atau menutupinya rapat-rapat.
Aku harus mengaku kan? batinnya.
Tapi yang keluar dari mulut malah sebaliknya.
"Ti-tidak Pa, kami tidak merencanakan apapun, Se-Sean memang anak yang baik," jawab Ajeng.
Astaghfirullah, kenapa aku berbohong?! Dosa kamu Jeng! Dosa!!
"Besok aku akan pergi ke luar kota selama 3 hari, kuharap selama itu kamu bisa mengawasi Sean dengan baik dan tidak membuat keributan apapun. Mengerti?"
"Baik Pa." jawab Ajeng pasrah.
Ketika keluar dari ruangan itu Ajeng lemas sekali, seolah separuh nyawanya hilang.
Galau, antara jadi pengkhianat papa Reza atau pengkhianatnya Sean.
Ya Allah, tolong Ajeng ya Allah, aku harus gimana??