WARNING *** BIJAKLAH DALAM MEMBACA⚠️ ⚠️
Emile adalah seorang mahasiswi yang terpaksa harus menyudahi kuliahnya karena alasan ekonomi dan juga adik kesayangannya yang tengah sakit. Dia menghabiskan waktunya hanya untuk bekerja dan membiayai pengobatan adiknya yang tak ramah di kantong. Dalam pertemuan yang tak di sengaja dengan bosnya di sebuah bar membuat hidupnya berubah drastis. Ia terjebak dalam sebuah perjanjian kontrak dengan Harry Andreson.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonaniiss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kematian Zeefanya
"Bagaimana dok?" Tanya Emile ketika dokter Ken sudah keluar namun dia merasa ada sesuatu yang terjadi di dalam saat melihat raut wajah dokter Ken.
"Nona Zeefa tidak bisa kami selamatkan nona, dia menyerah disaat operasinya hampir selesai. Nona Zeefa sudah meninggal dunia. Kami minta maaf nona dan turut berduka cita yang sedalam-dalamnya. Nona harus kuat dan sabar." Kata Dokter Ken dengan mengelus punggung Emile.
Bagai di sambar petir mendengar ucapan dokter Ken. Emile terdiam sebentar dan mencerna apa yang di katakan dokter Ken.
"Nona anda baik-baik saja?" Tanya dokter Ken ketika melihat Emile yang tiba-tiba menatap kosong ke depan.
"Katakan dok ini semua hanyalah mimpi. Adikku tidak mungkin meninggalkan ku secepat ini. Dokter pasti bercanda bukan. Katakan dok tolong katakan Jika adikku dalam keadaan baik-baik saja hiks... hiks ku mohon dok hikss...." Kata Emile dengan mengguncang-guncangkan tubuh Dokter dan menangis tersedu-sedu.
Dokter Ken tidak bisa berkata-kata apapun dan hanya bisa menepuk pundak Emile untuk menenangkannya.
Kaki Emile tiba-tiba gemetaran dan terasa sangat lemas hingga akhirnya dia terduduk lemas dengan menangis tersedu-sedu.
"Tidakkk sayang kau tidak mungkin meninggalkan kakak ku mohon hiks hikss tidak mungkin." Ucap Emile dengan menutup wajahnya
Dari kejauhan Ana melihat kejadian itupun langsung berlari dan memapah Emile agar dudu. sementara Emile sudah tidak bisa membendung air matanya lagi. Ana membawa Emile ke dalam pelukannya dan berusaha menenangkannya.
"Zeefaaa.... Ana, bagaimana aku bisa hidup jika adikku saja pergi meninggalkan ku. Kau tahu bukan aku bertahan hidup selama ini hanya demi adikku tapi kenapa tuhan sangat tidak adil padaku. Dia mengambil semuanya dariku. Sekarang aku hidup tidak ada gunanya. Kenapa tidak sekalian kau mengambil nyawaku saja Tuhan kenapa kau berbuat seperti itu padaku. Tidakkah kau lihat bagaimana aku berjuang hidup sendirian dan kau malah memberiku takdir hidup seperti ini." Kata Emile dengan menumpahkan segala keluh kesahnya pada Ana.
"Tenanglah jangan berbicara seperti. Aku tau apa yang sedang kau rasakan tapi kau tidak boleh seperti ini. Aku yakin Zeefa bangga mempunyai kakak yang hebat sepertimu." Ucap Ana yang juga ikut menangis.
Dokter Ken yang melihat itupun akhirnya meninggalkan mereka berdua. Saat jenazah Zeefa keluar dengan seluruh badannya di tutupi kain putih membuat Emile benar-benar seperti menggila. Dia menangis tersedu-sedu saat membuka kain tersebut dan melihat bagaimana wajah pucat Zeefa.
"Kenapa??? Kenapa kau meninggalkanku sayang. Kau sudah berjanji jika kau akan sehat lagi dan kita akan keliling taman. Bukankah kau mengatakannya sendiri tapi kenapa sekarang kau meninggalkanku hah kumohon bangunlah sayang." Ucap Emile dengan membelai wajah Zeefa.
Ana hanya bisa menenangkannya saja. Jenazah Zeefa akan di pulangkan hari itu juga dan langsung di makamkan di samping pemakaman orang tuanya.
Sepanjang perjalan pulang Emile masih terus menangis di samping Zeefa. Dia benar-benar merasa seperti mimpi di siang bolong. Tapi mau bagaimana lagi hidup dan mati seseorang sudah menjadi takdir yang di atas dan dia tidak bisa melakukan apapun selain mengikhlaskan kepergian adiknya.
Zeefa di makamkan persis di samping makam orang tua mereka. Emile menatap ketiga batu nisan tersebut dengan tatapan berkaca-kaca. Perasaannya saat ini tidak bisa di gambarkan. Antara kecewa sedih dan menyesal.
"Ana, jika seandainya Zeefa di operasi dari dulu mungkinkah sekarang dia tidak akan tidur di sana. Kakak macam apa aku ini. Tidak, aku bahkan tidak pantas di panggil kakak. Aku tidak bisa menjaga adikku satu-satunya hiks....maafkan aku sayang, jika saja dulu kakak lebih berambisi lagi mencari uang pasti kau tidak akan seperti ini." Ucap Emile dengan mengelus nisan adiknya.
Ana hanya membiarkan saja Emile dengan semua keluh kesahnya. Di waktu seperti itu membiarkan seseorang dengan dunianya sendiri adalah cara terbaik menurutnya, jika sudah tenang baru Ana akan mengajaknya bicara.
.
.
.
Besoknya Emile seperti biasa berangkat bekerja namun rasanya sangat berbeda dan dia tidak bersemangat sama sekali. Tatapannya juga kosong dan tanpa ekspresi. Teman kerjanya juga merasa heran dengan sikap Emile karena Emile bukankah wanita yang seperti itu.
"Emile kau di panggil tuan Harry." Kata Reyhan dengan menatap Emile.
"Kau baik-baik saja? Ku perhatikan hari ini kau banyak melamun. Apa kau sakit?" Tanya Reyhan yang mendapatkan gelengan kepala dengan senyum kecil dari Emile.
Emile segera menuju ke ruangan Harry. Dia mengetuk pelan sebelum akhirnya masuk. Di dalam ruangan Harry sudah tidak sabar menanti Emile. Saat pintu terbuka langsung saja Harry bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri Emile serta menciumnya dengan penuh hasrat.
"Tuan!!! Apa yang kau lakukan hah!! Apa kau gila!!" Bentak Emile ketika mendapat serangan tiba-tiba dari Harry.
Semalaman Harry tidak bisa tidur dan selalu teringat bagaimana dia berkeringat dengan Emile hingga membuatnya hampir gila. Dan pagi ini Harry tidak akan menahannya lagi, sudah cukup satu malam dia tidak bisa tidur hanya karena hal itu.
"Diamlah dan menurutlah." Kata Harry yang terus menciumi Emile namun wanita itu terus memberontak bahkan menendang Harry beberapa kali hingga membuat Harry marah dan melemparkannya ke sofa.
"Aku sudah berbaik hati padamu namun kau sangat tidak tahu diri." Kata Harry dengan nada membentak.
"Aku kembalikan cek mu tuan jadi mulai sekarang kita tidak ada urusan lagi dan hari ini aku keluar dari perusahaan ini." Kata Emile yang membuat Harry tersenyum smrik.
"Ohh maksudmu kau lebih memilih menjadi wanita malam rendahan begitu." Kata Harry dengan menghilangkan tangannya ke dada.
"Kau menolak uangku dan lebih memilih uang dari pria sialan di luar sana. Apakah harga dirimu semurah itu nona apa kau....."
Plakkkk....
Satu tamparan keras mendarat mulus di pipi Harry. Dia tidak percaya wanita di depannya itu bisa melakukan hal itu lagi padanya.
"Cukup!!! Aku masih menghormati mu karena kau bosku disini tapi sepertinya sekarang tidak akan aku lakukan lagi. Jangan pernah berbicara soal harga diri jika kau saja tidak punya semua itu. Iya aku memang wanita malam tapi aku tidak pernah sekalipun menyerahkan mahkota ku pada pria pria itu. Kau tau, seorang pria brengsek yang merenggut semua itu siapa? Itu adalah kau, tuan Harry yang terhormat jadi...."
Harry melemparkan kertas ke wajah Emile yang membuat wanita itu langsung mengambilnya.
"Kau lupa dengan perjanjian itu hah?" Kata Harry dengan santainya.
Emile pun membacanya dengan seksama dan terkejut bukan main jika di dalam surat tersebut ada tanda tangannya apalagi ketika membaca isinya.
"Bisa jelaskan apa ini tuan. Kau menjebakku bukan. Entah apa ini tapi aku tidak akan pernah mau menjadi partner mu. Permisi." Kata Emile dengan merobek surat tersebut namun membuat Harry benar-benar tersulut emosi
"Mengatasi wanita keras kepala sepertimu dengan kelembutan tidaklah pas jadi aku akan berbuat kasar." Kata Harry dengan memblokir pergerakan Emile dan menindih tubuhnya.
Walaupun Emile terus memberontak tapi tidak berhasil lepas dari kekangan Harry. Namun dia terus berusaha untuk lepas.
"Sialll. Sebenarnya dia wanita atau pria kenapa tenaganya seperti ini."
Harry cukup kewalahan menghadapi Emile hingga cara terakhirnya adalah memaksa miliknya masuk ke milik Emile dengan sekali dorongan. Dan ya terjadilah pergulatan keduanya di ruangannya.
"Kau benar-benar berengsek. Aku membencimu!!!" Kata Emile dengan air mata menetes namun tidak di hiraukan oleh Harry justru pria itu semakin kesenangan karena hasratnya terpenuhi.