Hasna Sandika Rayadinata mahasiswa 22 tahun tingkat akhir yang tengah berjuang menyelesaikan skripsinya harus dihadapkan dengan dosen pembimbing yang terkenal sulit dihadapi. Radian Nareen Dwilaga seorang dosen muda 29 tahun yang tampan namun terkenal killer lah yang menjadi pembimbing skripsi dari Hasna.
" Jangan harap kamu bisa menyelesaikan skripsi mu tepat waktu jika kau tidak melakukan dengan baik."
" Aku akan membuat mu jatuh hati padaku agar skripsi ku segera selesai."
Keinginan Hasna untuk segera menyelesaikan skripsi tepat waktu membuatnya menyusun rencana untuk mengambil hati sang dosen killer. Bukan tanpa alasan ia ingin segera lulus, semua itu karena dia ingin segera pergi dari rumah yang bukan lagi surga baginya dan lebih terasa seperti neraka.
Akankan Hasna berhasil menggambil hati sang dosen killer?
Atau malah Hansa yang terpaut hatinya terlebih dulu oleh sang dosen?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MHDK 11. Orang Tak Dikenal
Hasna memulai kegiatannya menyusun skripsi. Beruntung di apartemen dosen killer terdapat mesin print sehingga dia tidak perlu melakukannya di tukang fotokopi. Semua barang barang nya di tas sudah diantarkan oleh Mang Jaja tadi sore.
" Huft ... Lumayan nyaman juga nih apartemen. Okelah semangat."
Tring ...
Baru saja Hasna mau memulai tangannya menari di atas Keyboard sebuah pesan masuk ke ponselnya.
" Siapa nih ... Boda ah."
Hasna acuh, dia tidak mengindahkan pesan yang masuk ke ponselnya. Hasna mencoba kembali fokus ke laptop miliknya.
Kriiiiing ...
Baru mulai dengan tulisan ' BAB II ' sebuah panggilan melengking dari ponselnya.
" Ah elah ... Siapa sih. Ganggu aja. Tahu nggak sih saat lo udah berhasil nulis satu kata lo tuh harus lanjut. Kalo lo berhenti, ambyar sudah semuanya."
Hasna menggerutu, namun ia tetap meraih ponselnya dan menekan tombol hijau untuk menjawab panggilan nomor tak dikenal itu.
" Ha ... "
" Kamu kemana saja, saya kirim pesan kenapa tidak dibalas."
Glek ...
Hasna menelan saliva nya kasar. Ternyata yang menelponnya adalah sang dosen.
" Itu ... Anu pak ... Saya ... "
" Ona anu ... Jangan jangan kamu belum simpan nomer saya. Tck ... Sudah sekarang buka pesan saya."
Sang dosen menutup panggilannya secara sepihak. Hasna hanya bisa membuang nafasnya kasar.
" Astagfirullaah ... Nih orang kebanyakan makan sate kambing kali ya, jadi darah tinggi. Bawaannya emosi mulu, awas stroke nanti. Dasar destroyer."
Hasna membuka pesan yang dikirim oleh Radi. Ia membacanya dengan seksama. Hasna pun segera membalas isi pesan tersebut.
" Serah deh, yang penting gue bisa susun skripsi dengan tenang. Mau pura pura pacaran lah atau apa lah terserah lah."
Kali ini Hasna menonaktifkan paket datanya agar tidak ada lagi yang mengganggu kegiatannya. Ia merasa malam ini harus benar benar fokus untuk segera menyelesaikan bab 2 nya.
Hingga pukul 01.00 Hasna masih betah di hadapan laptop miliknya. Sama halnya saat ia menulis novel novel online nya, saat tengah mendapat ide maka dia harus segera menulisnya hingga tuntas. Karena belum tentu 5 menit kedepan ide itu masih bersarang di otaknya saat ia memutuskan untuk break.
" Wuidddiih jam 1, aduh gue kok laper ya. Oh iya tadi kan belum makan."
Hasna beranjak dari duduknya dan menuju ke dapur. Ia membuka kulkas, tapi sial ia melihat tidak ada bahan makanan sama sekali di sana. Di dalam kulkas isinya hanya buah buahan, susu, dan yougurt. Hasna mencoba membuka lemari kecil, berharap ada mi instan tapi ternyata zonk. Lemari iti kosong mlompong.
" Haish ... Makan apa nih. Masa iya makan buah doang. Okelah dari pada nggak ada lah ya."
Mau tidak mau Hasna memakan buah yang ada. Namun tiba tiba bel pintu apartemen milik Radi itu berbunyi.
" Eh ... Siapa nih yang bertamu malam malam begini. Apa temannya si destroyer itu?"
Hasna berjalan pelan mendekati pintu. Namun entah mengapa ia merasa ada sesuatu yang tidak enak di hatinya. Hasna sedikit terkejut saat melihat monitor di dekat pintu. Di sana tampak seseorang memakai pakaian serba hitam dan kepalanya pun ditutup dengan hodie lengkap dengan kaca mata dan masker.
Hasna segera berlari mengambil ponselnya dan memfoto gambar orang itu. Tubuh Hasna sedikit gemetar, rasa takut itu menjalar. Setelah beberapa saat orang itu pun akhirnya pergi karena tidak mendapat rekasi dari dalam apartemen.
Hasna langsung masuk ke kamar dan bersembunyi di balik selimut. Ia kembali membuka galeri fotonya untuk melihat kira kira siapa foto itu.
" Apa dia perampok, atau pencuri. Ya Allaah kok ngeri."
Hasna sungguh ketakutan. Mau tidak mau dia menghubungi Radi.
" Halo pak ... "
" Kenapa Has?"
" Pak, ma-af, apa di daerah apartemen bapak pernah ada kasus pencurian atau apa gitu."
" Tidak, selama ini baik baik saja. Kenapa memangnya."
" Oh ya sudah pak kalau begitu."
Hasna mematikan panggilannya. Namun ia masih merasa tidak tenang. Ia pun kembali menghubungi Radi namun dengan cara mengirimi pesan. Ia juga menyertakan foto yang tadi dia ambil.
Di seberang sana, Radi yang baru mau tidur kembali bangkit saat mendapat pesan dari Hasna. Tiba tiba rasa khawatir memenuhi hati pria itu saat melihat apa isi pesan si gadis sembrono.
" Ya Allaah, siapa ini. Jangan sampai terjadi apa apa dengan Hasna."
Radi menyambar jaket dan kunci mobilnya. Ia sedikit berlari menuju ke garasi mobil dan brumm ... Radi mengemudikan mobilnya dengan cepat. Sepanjang jalan ia sungguh mengkhawatirkan Hasna.
" Gadis sembrono, jangan sampai kamu kenapa napa."
Ckiiittt ...
Tak berselang lama Radi sampai juga di halaman apartemen. Ia kemudian berlari menuju lift dan menekan nomor lantai dimana apartemennya berada.
" Cepet ... Cepet ... Ayo ... "
Tring ...
Radi berjalan cepat hingga sampai di depan pintu apartemennya ia membuka pintu apartemen dengan pin.
Ceklek ...
" Has ... "
Di dalam kamar, mendengar namanya di panggil Hasna langsung berlari ke luar. Di sana tampak Radi yang berdiri tegap namun dengan nafas terengah-engah. Tanpa pikir panjang Hasna langsung berlari ke arah Radi dan memeluk pria itu.
Radi merasakan tubuh Hasna bergetar. Ia tahu gadis itu sangat ketakutan. Radi mengikuti nalurinya untuk menepuk pelan punggung Hasna.
" Sudah ... Tidak apa apa. Kamu sudah aman. Saya ada di sini."
Hasna masih mencengkeram erat jaket milik Radi. Sungguh baru kali ini ia sungguh merasa takut. Radi membiarkan Hasna memeluknya sesaat hingga gadis itu melepaskan sendiri pelukannya.
" Maaf pak ... "
" Tidak apa."
Deg ...
Hasna merasa jantungnya berdetak lebih keras saat merasakan sikap lembut Radi.
Ya Allaah, kok jadi deg deg an sih, batin Hasna
" Kamu tidak apa apa kan?"
" Ti-tidak pak saya tidak apa apa. Cuma kaget saja."
" Baiklah, kembali lah tidur kalau begitu."
" Pak ... Bisakah bapak di sini saja dan tidak pulang. Jujur saya masih takut."
" Baiklah, saya akan di sini. Kamu kembalilah ke kamar."
Hasna tersenyum dan mengucapkan terimakasih, ia pun segera masuk ke kamar. Di luar Radi merebahkan tubuhnya di sofa. Sepintas ia melirik ke meja. Tampak di sana beberapa buku masih berserakan dan laptop masih menyala. Radi kembali beranjak untuk merapikan buku buku itu dan menutup laptop tersebut.
" Ternyata gadis itu rajin juga. Tapi siapa orang berpakaian hitam hitam itu. Apa dia musuhku, tapi siapa. Mungkin besok aku harus mengecek cctv. Jika orang itu masih berkeliaran, berarti apartemen ini tidak aman bagi gadis sembrono itu."
Radi kembali merebahkan tubuhnya ke sofa sambil membuka isi pesan Hasna yang berupa foto. Radi mencoba mengamati foto itu dengan seksama, tapi tetap dia tidak bisa mengenali siapa orang dalam foto tersebut.
TBC