NovelToon NovelToon
Aletha Rachela

Aletha Rachela

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Delima putri

Masa lalu yang kelam mengubah hidup seorang ALETHA RACHELA menjadi seseorang yang berbanding terbalik dengan masa lalunya. Masalah yang selalu datang tanpa henti menimpa hidup nya, serta rahasia besar yang ia tutup tutup dari keluarganya, dan masalah percintaan yang tak seindah yang dia banyangkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Delima putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11: Hari pertama yang buruk

Setelah kejadian memalukan di sekolah, Lala dan Rere berjalan bersama Aletha menuju parkiran. Mereka tetap melangkah tegak meskipun geng Athala masih berkumpul dan menatap tajam ke arah mereka. Namun, ketiga gadis itu berusaha untuk tidak terpengaruh oleh tatapan penuh kebencian yang mengarah pada mereka.

"Lo beneran tenang aja, Tha?" tanya Lala, memeriksa keadaan temannya.

"Gue ngerti sih kalau lo ngerasa kesel, tapi jangan biarin mereka menang. Jangan kasih mereka kesempatan buat ngerusak hari lo."

Aletha tersenyum kecil meskipun ada ketegangan di wajahnya. "Gue bisa hadapin. Gak ada yang perlu gue takutin." Namun, di balik kata-katanya yang tegas, ada kecemasan yang tak bisa disembunyikan sepenuhnya.

Rere, yang berjalan di sisi lain, menatapnya dengan penuh perhatian. "Ya, tapi lo harus hati-hati, kan? Athala gak bakal berhenti cuma karena lo diem. Gue ngerti lo kuat, Tha, tapi jangan sampe mereka ngerusak hidup lo lebih jauh."

Mereka terus berjalan menuju mobil, dan tiba-tiba, Dafit muncul di hadapan mereka, berjalan tergesa-gesa. Wajahnya tampak cemas, matanya mencari-cari Aletha, seolah-olah dia sudah menunggu kesempatan untuk berbicara dengan gadis itu. Begitu melihatnya, dia langsung mendekat dengan raut wajah penuh kekhawatiran.

"Tha, lo oke?" tanya Dafit, dengan nada yang penuh kekhawatiran. "Gue... gue ngerasa bersalah banget karena tadi Athala ngelakuin itu. Gara-gara gue, dia jadi berani kayak gitu, kan?"

Aletha menatapnya, sedikit terkejut dengan rasa bersalah yang terpancar di wajah Dafit. Dia berhenti sejenak dan meletakkan tangannya di bahu Dafit, mencoba menenangkan temannya. "Gak usah ngerasa bersalah, Fit. Itu bukan salah lo. Lo gak bisa kontrol apa yang orang lain lakuin."

Dafit menggelengkan kepala dengan cepat, ekspresi wajahnya semakin tertekan. "Tapi tadi, dia jadi makin berani ganggu lo cuma karena dia tahu gue nggak bisa nahan emosi. Gue... gak mau lo sampai jadi sasaran karena masalah gue." Wajahnya tampak semakin cemas, seolah-olah dia merasa semua yang terjadi adalah karena dirinya.

Aletha menghela napas pelan dan memandangnya dengan penuh pengertian. "Lo gak usah terlalu mikirin itu. Gue baik-baik aja kok. Gue udah terbiasa dengan orang-orang kayak Athala. Dan gue tahu gue bisa ngadepin apa pun yang dia lakukan." Dia memberi senyuman yang lebih besar, walau ada ketegangan di sudut matanya.

Lala dan Rere saling memandang sejenak, menyadari betapa dekatnya hubungan antara Aletha dan Dafit. Lala yang biasanya lebih pendiam, kini berbicara dengan suara yang lembut namun tegas. "Tenang aja, Fit. Aletha udah kuat. Dia gak akan jatuh hanya karena masalah itu. Kita semua di sini buat ngebantu dia."

Namun, Dafit tampak semakin tidak tenang. "Gue tahu, gue tahu... Tapi kadang gue ngerasa kayak gak cukup ngelindungin lo, Tha. Lo penting banget buat gue, dan gue gak bisa ngebayangin kalau ada yang buruk terjadi sama lo karena gue." Wajahnya menunjukkan rasa bersalah yang mendalam, tapi ada sesuatu di matanya yang tampak tak terucapkan.

Aletha menyadari perasaan Dafit, dan sebuah pemahaman muncul di dalam dirinya. "Fit," kata Aletha, "Athala itu bukan masalah kita. Gue tahu dia suka sama lo, tapi lo gak bisa disalahin karena itu." Dia menyentuh bahu Dafit dengan lembut. "Lo gak bisa kontrol perasaan orang lain."

Dafit menunduk, rasa bersalah masih ada di wajahnya. "Tapi kalau gue gak terlalu dekat sama lo tadi, kalau gue gak duduk sama lo, mungkin gak bakal terjadi kayak gini. Gue cuma takut, Tha. Gue gak mau lo jadi sasaran cuma karena dia... karena dia... suka sama gue."

Aletha tersenyum lemah, mencoba untuk meyakinkan Dafit. "Lo gak perlu ngerasa bersalah. Athala itu yang punya masalah, bukan lo. Dan soal kita, gak ada yang perlu dikhawatirkan. Gue bisa ngadepin semuanya, kok."

Rere menyela, berusaha mencairkan suasana. "Pokoknya, lo jangan terlalu mikirin masalah itu, Fit. Kita di sini buat temenin Aletha. Yang penting, lo tahu kalau kita semua ada buat dia."

Dafit menarik napas dalam-dalam, lalu mengangguk pelan. "Gue bakal bantu kalau ada yang perlu, Tha. Lo gak sendirian."

Dengan perasaan sedikit lebih tenang, mereka melanjutkan perjalanan menuju mobil yang terparkir tak jauh dari situ. Meskipun masalah dengan Athala belum selesai, Aletha merasa sedikit lebih kuat dengan dukungan teman-temannya.

"Kita semua di sini, Tha," kata Rere dengan penuh perhatian. "Kalau lo butuh apa-apa, kita pasti ada buat lo."

Aletha tersenyum, mengangguk pelan. "Makasih, guys. Gue nggak tahu apa yang bakal gue lakuin tanpa kalian." Setelah itu, mereka menjalankan mobil untuk menuju ke mansion adijaya.

*****

Setelah kejadian di sekolah, Aletha, Lala, dan Rere akhirnya sampai di mansion. Gerbang besar terbuka dengan cepat oleh satpam yang sudah menunggu. Para bodyguard yang berjaga di sekitar mansion segera menunduk kan kepala sebagai tanda hormat saat melihat kedatangan Nona Muda.

Namun, meskipun mereka kembali ke rumah, perasaan Aletha masih kacau akibat peristiwa yang baru saja terjadi di sekolah. Ia berjalan menuju pintu dengan langkah yang terasa lebih santai, diikuti oleh kedua temannya.

Begitu memasuki rumah, Aletha tiba tiba berteriak." BUNDAAAAAA THATA PULANG, MANA RED CARPET NYAAA." lala dan rere menutup telinga mendengar suara cempreng sahabatnya.

"Aduh, anak satu ini, pulang langsung teriak-teriak gitu, ya? " terdengar suara bunda Aletha yang sedikit tertawa, meski bisa merasakan kekhawatiran dari nada bicaranya.

"Hehe, maaf bun," jawab Aletha sambil tersenyum dengan cengiran khasnya, berusaha menyembunyikan kecemasannya.

"Gak sengaja tadi," tambahnya dengan suara yang sedikit lebih ringan, mencoba meredakan ketegangan yang mulai terasa di sekitarnya.

Aletha kemudian melangkah masuk ke ruang tamu, di mana abang kandungnya, Darian, sedang duduk sambil menatap layar ponselnya. Begitu melihat Aletha, Darian langsung tersenyum dan meletakkan ponselnya, berdiri dari kursi dan mendekat.

"Abang," panggil Aletha lembut, suaranya mengandung kehangatan, meskipun di dalam hatinya masih terasa berat. "Aku udah pulang."

Darian menatap adiknya dengan penuh

perhatian. "Eh, Tha! Ada apa? Akhirnya pulang juga, ya?" Ucapnya dengan senyum lembut yang selalu membuat Aletha merasa lebih tenang. Darian lalu melangkah maju dan menariknya ke dalam pelukan erat, merasakan kelegaan setelah seharian tidak mengetahui keadaan adiknya. "Ada masalah di sekolah lagi, ya? Ceritain sama abang, kita bisa ngobrol."

Aletha menggelengkan kepala pelan, menghirup napas panjang. "Gak ada apa-apa kok, abang. Aku cuma capek aja." Walaupun begitu, nada suaranya sedikit terdengar lelah dan tidak sepenuhnya meyakinkan. Masih ada rasa ketegangan yang tertinggal di dalam dirinya.

Lala dan Rere yang melihat interaksi mereka, saling bertukar pandang sejenak. Mereka tahu betul betapa dekatnya hubungan Aletha dan Darian. Mereka pun memutuskan untuk memberi mereka waktu bersama, memilih untuk pergi ke ruang kamar. "Kalau gitu, gue sama rere ke kamar dulu, ya tha?" ucap Lala sambil tersenyum kepada Aletha, memberi sedikit ruang agar mereka bisa berbicara lebih leluasa.

Darian menatap Aletha dengan penuh perhatian, matanya tidak lepas dari adiknya. "Kamu pasti lelah setelah hari yang panjang, Tha. Kalau ada yang perlu, bilang sama abang, ya. Gak usah sungkan-sungkan. Apa pun itu, abang akan bantu."

Aletha tersenyum lembut dan mengangguk perlahan. "Makasih, abang. Aku tahu aku selalu bisa mengandalkan abang." Matanya yang lelah sedikit bersinar ketika mendengar kata-kata dari Darian. "Aku cuma butuh waktu buat tenang, mungkin nanti aku bisa cerita lebih banyak."

Darian mengangguk mengerti, membalas senyuman adiknya. "Aku di sini, kok. Kalau kamu butuh sesuatu, atau cuma butuh temenin, bilang aja." Dia meraih tangan Aletha, menggenggamnya dengan lembut seakan ingin memberinya rasa aman, meskipun dia tahu ada banyak hal yang mungkin belum terungkap sepenuhnya.

Aletha tersenyum lebih lebar kali ini, merasakan kehangatan dari perhatian Darian. "Makasih, abang. Aku beruntung punya abang sebaik ini." Dia menarik napas dalam-dalam, merasa sedikit lebih lega, meskipun perasaan yang mengganjal masih ada.

1
Febrianto Ajun
cerita ini bisa bikin saya menangis! Tapi juga sukses bikin saya tertawa geli beberapa kali.
Hitagi Senjougahara
Boss banget deh thor, jangan lupa terus semangat nulis ya!
Dear_Dream
Senang banget bisa menemukan karya bagus kayak gini, semangat terus thor 🌟
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!