Di alam semesta yang dikendalikan oleh Sistem Takdir Universal, setiap kehidupan, keputusan, dan perjalanan antar galaksi diatur oleh kode takdir yang mutlak. Namun, segalanya berubah ketika Arkhzentra, seorang penjelajah dari koloni kecil Caelum, menemukan Penulis Takdir, alat kuno yang memberinya kekuatan untuk membaca dan memanipulasi sistem tersebut.
Kini, ia menjadi target Kekaisaran Teknologi Timur, yang ingin menggunakannya untuk memperkuat dominasi mereka, dan Aliansi Bintang Barat, yang percaya bahwa ia adalah kunci untuk menghancurkan tirani sistem. Tapi ancaman terbesar bukanlah dua kekuatan ini, melainkan kesadaran buatan Takdir Kode itu sendiri, yang memiliki rencana gelap untuk menghancurkan kehidupan organik demi kesempurnaan algoritmik.i
Arkhzentra harus melintasi galaksi, bertarung melawan musuh yang tak terhitung, dan menghadapi dilema besar: menghancurkan sistem yang menjaga keseimb
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Topannov, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27: Harmoni yang Hilang
Gerbang Dimensi yang Tersembunyi
Zephyr melesat tanpa suara, melintasi kehampaan yang terasa lebih gelap dari biasanya. Jutaan bintang yang berserakan di langit tampak pudar, seolah ditelan oleh kegelapan pekat yang menyelimuti Corestar. Objek raksasa itu menggantung di hadapan mereka, sebuah bentuk hitam pekat yang dikelilingi garis-garis biru bercahaya. Setiap denyutan cahaya tampak seperti napas kosmik, hidup tetapi tidak sepenuhnya nyata.
“Ini dia,” gumam Lyrientha, suaranya hampir seperti bisikan, matanya terpaku pada objek di layar. “Corestar.”
Dari kursinya di kokpit, Rhaegenth bersandar, menatap layar dengan alis berkerut. “Aku tidak yakin apa yang lebih aneh—penampakannya atau fakta bahwa benda itu sudah muncul di cerita legenda, tapi tidak ada satu pun orang yang tahu apa itu sebenarnya.”
Lyrientha berbalik, memberikan tatapan tajam. “Corestar bukan sekadar legenda. Ini adalah pusat dari semua catatan kuno Lemurian. Bintang mati ini pernah menjadi jantung energi mereka, sumber kekuatan yang menjaga keseimbangan dimensi.” Ia menoleh kembali ke layar, menggenggam fragmen Takdir Kode erat-erat. “Dan jika teori kita benar, fragmen ini berasal dari sini.”
Fragmen itu mulai bersinar perlahan, menghasilkan suara gemuruh lembut yang hampir seperti napas makhluk hidup. Vrrrmmm... Getarannya terasa hingga ke ujung jemari Lyrientha, membuatnya menarik napas panjang.
“Benda itu semakin kuat,” kata Ark dari belakang, suaranya tenang tetapi tajam. Ia berdiri di tengah ruang kokpit, matanya tak pernah lepas dari Corestar. Wajahnya yang biasanya penuh dengan kontrol kini tampak lebih keras, seolah terpengaruh oleh sesuatu yang hanya ia pahami sendiri.
“Kita harus masuk ke medannya,” kata Ark, mengangkat dagunya sedikit. “Fragmen itu akan menunjukkan jalannya.”
Rhaegenth mendengus, tangannya sibuk pada kontrol kemudi. “Ya, tentu saja. Karena portal dimensi kuno yang dibuka oleh energi tak dikenal selalu berakhir baik, kan?”
Zephyr perlahan mendekati Corestar, dan saat jarak mereka semakin kecil, perbedaan medan energi mulai terasa. Mesin kapal mengeluarkan suara dengung halus. Wrrrrrmm... vzzzt! Layar di kokpit mulai berkedip, data berubah-ubah seperti gangguan frekuensi radio.
“Alat-alat ini hampir tidak berfungsi,” keluh Rhaegenth, meninju panel kontrol dengan pelan. “Gravitasi, suhu, bahkan pemindai medan magnet... semuanya gila.”
“Corestar memengaruhi segalanya,” jawab Lyrientha cepat, matanya bergerak cepat antara fragmen di tangannya dan layar di depannya. “Tapi itu masuk akal. Jika ini benar-benar inti energi multidimensional, kita tidak bisa berharap fisika normal berlaku di sini.”
Fragmen Takdir Kode bersinar lebih terang, cahayanya menciptakan pola lingkaran yang bergetar lembut di udara. Thummm... thummm... thummm... Denyut itu semakin kuat, seperti panggilan dari sesuatu yang hidup di dalam Corestar.
“Kita mendekati batas medan,” kata Ark. “Siapkan kapal untuk transisi. Jika fragmen itu bereaksi lebih kuat, itu berarti kita berada di jalur yang benar.”
Rhaegenth mengusap wajahnya, menghela napas panjang. “Aku tidak suka ini.” Tapi tangannya tetap di kontrol, mengikuti perintah dengan profesionalisme yang enggan.
Tiba-tiba, medan di depan mereka bergetar hebat. Cahaya biru memancar dari Corestar, membentuk lingkaran yang terus melebar hingga mengisi ruang di depan Zephyr. Portal itu bercahaya terang, dikelilingi pola-pola geometris yang tampak seperti rune kuno.
“Portal terbuka,” kata Lyrientha, suaranya penuh kekaguman bercampur ketakutan. Ia menggenggam fragmen lebih erat, tubuhnya sedikit bergeser karena getaran kapal. “Fragmen ini yang membukanya. Itu pasti.”
“Bagaimana kalau itu jebakan?” tanya Rhaegenth, matanya tidak lepas dari lingkaran bercahaya itu. “Aku bukan ahli strategi, tapi gerbang bercahaya misterius yang terbuka sendiri biasanya tanda ‘jangan masuk.’”
Ark menggeleng, tatapannya tetap pada portal. “Kita sudah sejauh ini. Tidak ada pilihan lain. Jika Corestar benar-benar memiliki jawaban, kita harus mengambil risikonya.”
Zephyr meluncur pelan menuju portal. Getaran energi semakin kuat, membuat tubuh mereka terasa ringan tetapi aneh, seperti gravitasi di sekitar mereka telah kehilangan pijakannya. Lyrientha memegang fragmen lebih erat, merasakan arus listrik halus di sepanjang tangannya. Zzzzzzzt...
“Apa ini...?” Lyrientha bergumam, napasnya terengah-engah. “Energinya... seolah berbicara. Tapi ini bukan suara.”
“Apa maksudmu berbicara?” tanya Ark, menoleh padanya dengan alis berkerut.
Lyrientha tidak menjawab. Ia memejamkan matanya, mencoba fokus pada getaran yang terasa semakin dalam di tubuhnya. Fragmen itu berdenyut, dan untuk sesaat, ia merasa pikirannya terlempar ke dalam kegelapan. Ia melihat kilasan-kilasan cahaya, simbol-simbol kuno yang melayang di udara, membentuk pola yang tak ia pahami.
Zephyr akhirnya memasuki portal, dan dunia di sekitar mereka berubah dalam sekejap. Tidak ada lagi kehampaan luar angkasa, hanya cahaya biru yang mengalir seperti sungai di udara. Kristal besar bersinar di sekeliling mereka, membentuk permukaan yang memantulkan setiap gerakan kecil dengan kilau yang aneh.
“Kita... sudah masuk,” kata Lyrientha pelan, membuka matanya. Suaranya hampir tenggelam oleh gema energi yang mengalir di udara.
Rhaegenth mengusap peluh di dahinya, meskipun suhu ruangan tetap stabil. “Ini tidak terasa seperti tempat yang seharusnya ada. Apa ini dimensi lain?”
“Dimensi Corestar,” jawab Ark, matanya memindai lingkungan sekitar. Cahaya dari portal di belakang mereka perlahan memudar, meninggalkan mereka terperangkap di ruang yang asing.
Lyrientha melangkah maju, tangannya masih memegang fragmen yang kini bersinar lebih terang dari sebelumnya. “Ini lebih dari sekadar ruang. Aku merasa... ini hidup.”
“Kau pikir tempat ini punya kesadaran?” tanya Rhaegenth, suaranya menegang.
“Sesuatu di sini mengawasi kita,” kata Ark pelan, matanya tajam. “Dan aku yakin, ini belum selesai.”
Zephyr melayang perlahan di dalam dimensi Corestar, dikelilingi oleh energi yang mengalir seperti arus sungai di udara. Suara lembut seperti bisikan memenuhi kokpit, meskipun tidak ada sumber yang jelas. Shwsss… vrrrmmm… Getaran halus menyebar melalui kapal, terasa hingga ke tubuh mereka, seperti dentuman detak jantung raksasa yang tidak terlihat.
“Medan ini...” gumam Lyrientha, suaranya pecah oleh keheranan. “Bukan hanya memengaruhi kapal, tapi juga tubuh kita.” Ia memegang tangannya di depan wajah, melihat bagaimana ujung jarinya tampak berpendar samar, seolah-olah dirinya sendiri mulai menyatu dengan cahaya di sekitar.
“Aku tidak suka ini,” kata Rhaegenth, suaranya menggambarkan ketidaknyamanan. Ia menggoyangkan tangannya, mencoba menghilangkan sensasi aneh yang menjalari tubuhnya. “Aku merasa seperti… seperti bagian dari diriku sedang terlepas.”
“Kita berada di dalam dimensi yang tidak dirancang untuk kita,” kata Ark datar. “Medannya mencoba menyesuaikan kita, atau mungkin sebaliknya.”
Fragmen Takdir Kode di tangan Lyrientha bersinar semakin terang. Cahaya biru itu kini berdenyut cepat, menghasilkan suara lembut seperti aliran air. Chisssh… thummm... thummm...
“Fragmen ini seperti kunci untuk Corestar,” kata Lyrientha, pandangannya tak lepas dari bola energi itu. “Dia... memimpin kita. Atau mungkin memanggil sesuatu.”
Zephyr berhenti tiba-tiba, tersentak oleh gelombang energi yang kuat. Bwooosh… wrrmmm! Cahaya di sekeliling mereka menjadi lebih terang, dan permukaan kristal besar di depan mereka mulai bersinar dengan pola-pola geometris yang bergerak seperti roda gigi yang saling terhubung.
“Ark...” Lyrientha menarik napas tajam, matanya terfokus pada pola itu. “Aku rasa kita tidak sendiri.”
Ark tidak menjawab. Ia melangkah maju, berdiri di depan kaca utama kokpit, memperhatikan bagaimana pola-pola itu mulai membentuk sesuatu yang lebih besar. Cahaya biru berkumpul di tengah ruangan kristal, membentuk sebuah lingkaran besar yang terus berputar. Dari dalam lingkaran itu, sesuatu muncul perlahan—sosok humanoid yang terbuat dari cahaya murni.
“Siapa itu?” bisik Rhaegenth, tangannya meraih pistol di pinggangnya.
“Jangan bergerak,” kata Ark dengan nada tegas, melirik sekilas ke arahnya. “Kita belum tahu apa yang kita hadapi.”
Sosok itu semakin jelas. Ia berdiri tegak dengan tubuh tinggi dan ramping, hampir seperti patung kaca hidup. Kulitnya bersinar lembut, memantulkan cahaya biru di sekelilingnya. Mata sosok itu adalah dua cahaya terang seperti bintang yang baru lahir, tajam tetapi tenang. Saat ia bergerak, suara lembut seperti gesekan kristal terdengar. Tsssshh…
“Aku adalah Veradakz,” kata sosok itu, suaranya terdengar langsung di dalam pikiran mereka, tanpa melalui udara. “Penjaga terakhir dari Corestar.”
“Penjaga?” Ark melangkah lebih dekat, matanya tak lepas dari sosok itu. “Apa yang kau jaga?”
“Corestar adalah inti dari dimensi ini,” jawab Veradakz, matanya yang bercahaya menatap langsung ke arah Arkhzentra. “Ini adalah pusaka terakhir dari Lemurian, tempat mereka menyimpan keseimbangan antar dimensi sebelum kehancuran mereka sendiri. Dan kini, kalian berada di sini untuk menantang keseimbangan itu.”
“Kami tidak datang untuk menghancurkan,” jawab Ark dengan nada tenang tetapi tegas. “Kami hanya ingin memahami apa yang terjadi. Takdir Kode... sistem itu mengancam seluruh semesta, dan Corestar mungkin satu-satunya kunci untuk menghentikannya.”
“Takdir Kode adalah bagian dari Corestar,” kata Veradakz, suaranya semakin dalam. “Tetapi manusia tidak pernah memahami batasannya. Lemurian mencoba menjadi dewa, dan kesombongan mereka membawa kehancuran. Apakah kau akan mengulangi kesalahan yang sama?”
“Jika kau tahu bagaimana menghentikan kehancuran itu, katakan pada kami,” kata Lyrientha, suaranya penuh harap. “Kami tidak punya waktu untuk teka-teki!”
Veradakz menoleh padanya, tatapan cahayanya tajam tetapi tenang. “Energi Corestar tidak untuk dimiliki oleh mereka yang lemah. Kalian telah membawa fragmen ke sini, tetapi hanya mereka yang layak yang dapat menggunakannya.” Sosoknya bergerak maju, dan tiba-tiba seluruh ruangan mulai bergetar. Wrrrrmm… kreeee! Kristal di sekeliling mereka bersinar terang, memancarkan gelombang energi yang mendorong mereka ke belakang.
“Apa yang kau lakukan?” seru Rhaegenth, berusaha menjaga keseimbangannya.
“Ujian dimulai sekarang,” kata Veradakz, dan sosoknya menghilang dalam kilatan cahaya. Kristal di sekeliling mereka berubah, membentuk pola-pola baru yang memantulkan bayangan aneh di dinding. Di tengah ruangan, portal baru terbuka, memancarkan cahaya biru yang berdenyut seperti detak jantung.
“Ark...” Lyrientha menoleh padanya, matanya penuh kecemasan. “Apa yang akan kita lakukan?”
Ark menggenggam tangannya erat, merasakan denyut energi dari portal itu. “Kita tidak punya pilihan. Jika ini satu-satunya cara untuk membuktikan diri kita, maka kita harus menghadapinya.”