(Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!)
Demi mendapatkan uang untuk mengobati anak angkatnya, ia rela terjun ke dunia malam yang penuh dosa.
Tak disangka, takdir mempertemukannya dengan Wiratama Abimanyu, seorang pria yang kemudian menjeratnya ke dalam pernikahan untuk balas dendam, akibat sebuah kesalahpahaman.
Follow IG author : Kolom Langit
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kau Melakukan Kesalahan Fatal
Wira masuk ke sebuah ruangan dimana ayahnya berada. Langkahnya meragu saat menyadari tatapan sang ayah yang masih tidak bersahabat. Perlahan ia mendekat, dengan kepalanya yang masih menunduk. Wira memilih duduk di kursi, berhadapan dengan sang ayah, kemudian melirik ke arah Surya, seolah memberi pertanda bahwa ia ingin bicara empat mata dengan sang ayah.
Surya pun segera keluar dari ruangan itu setelah mendapat anggukan dari tuannya. Laki-laki berperawakan tinggi besar itu menutup kembali pintu ruangan itu, agar Wira dapat leluasa berbicara dengan ayahnya.
Dengan wajah mendatar, ayah menatap Wira yang kini dalam posisi yang cukup dekat dengannya. Ia menghela napas panjang setelahnya. Kekecewaannya pada Wira membuat pria paruh baya itu merasa enggan untuk sekedar bersahutan dengan anak yang dibesarkannya dengan penuh kasih sayang itu. Namun, ia adalah seorang ayah yang tidak ingin anaknya berbuat dosa lebih banyak.
"Selama beberapa tahun ini, aku diam. Aku membiarkanmu melakukan apapun yang kau inginkan. Kau jarang pulang, sering mabuk-mabukan. Aku masih bisa memahami keadaanmu. Kau terluka karena pengkhianatan Shera. Aku bisa mengerti itu, Nak!"
"Ayah, aku ..." Ucapan Wira tertahan, ia menyadari semua kesalahannya selama ini.
"Tapi Via sangat berbeda dengan Shera. Kau tidak bisa menganggap semua wanita sama. Aku belum pernah bertemu gadis sebaik Via sebelumnya. Karena itulah aku sangat senang saat kau mengatakan mau menikah dengannya." Pria paruh baya itu kemudian teringat saat pertama kali bertemu dengan Via di sebuah hotel. Seorang gadis yang masih sangat muda dengan pakaian agak terbuka dan sobek di beberapa bagian. "Pertama kali bertemu dengannya, dia sedang melarikan diri dari seseorang yang akan membayar jasanya. Dia sangat ketakutan. Aku membantunya meloloskan diri dari orang yang mengejarnya. Malam itu dia menceritakan semuanya. Tentang alasannya memasuki dunia hitam itu. Tadinya aku pikir dia berbohong untuk menarik simpati ku. Akhirnya aku menyelidikinya sendiri. Aku akhirnya tahu bagaimana gadis itu."
Tak ada kata yang terucap dari bibir Wira. Rasa bersalah seakan menenggelamkannya. Jika waktu dapat diputar kembali, ia akan berusaha memperbaiki kesalahannya. Namun sayang, semuanya telah terjadi. Kini hanya sesal yang membelenggunya. Wira memberanikan diri menatap ayahnya. "Aku minta maaf, Ayah. Aku sudah salah menuduh Via. Aku mau memperbaiki kesalahanku."
"Memperbaiki kesalahan?" Tatapannya kembali menajam, seolah menjelaskan betapa marahnya dirinya. "bagaimana kau akan memperbaikinya? Kesalahanmu ini fatal, Wira. Kau membuat anak sekecil Lyla trauma. Dia bahkan terlihat ketakutan hanya dengan menyebut namamu." Wira kembali bungkam, dengan mata berkaca-kaca. "Lalu darimana saja kau dua hari ini? Kau meninggalkan istrimu tanpa memberi kabar sama sekali."
Wira memberanikan diri mengangkat kepala, menatap ayahnya. "Aku ke Bali, Ayah. Bima berhasil menemukan Shera."
Raut wajah Tuan Gunawan yang tadinya menggeram telah berubah. Ia terkejut, sekaligus penasaran. "Jadi kau sudah bertemu Shera?" tanyanya diiringi anggukan kepala oleh Wira. "dan anakmu? Kau menemukannya?"
Wira kembali menunduk. Kali ini air matanya tidak terbendung lagi. Beberapa kali, ia mencoba menahannya. "Dia tega membuang anakku dan meninggalkannya begitu saja."
Mendengar ucapan Wira membuat pria paruh baya itu memejamkan matanya. Ia menyandarkan punggungnya di kursi. Kesedihan terlihat begitu jelas dari raut wajahnya. Teringat selama empat tahun belakangan mencari cucunya kemana-mana, namun Shera menghilang bagai ditelan bumi.
"Pagi tadi aku pergi ke tempat yang diberitahukan Shera. Tempatnya meninggalkan anakku. Sampai akhirnya seseorang memberitahuku, kalau anakku dibawa ke sebuah panti asuhan oleh seseorang." Seakan Wira tidak sanggup lagi menyelesaikan ucapannya.
"Lalu bagaimana? Kau temukan informasi tentang anakmu?"
Dengan menahan isak tangisnya, Wira berkata, "Lyla ... Dia adalah anakku yang dibuang Shera. Lyla anakku, Ayah! Lyla ..."
Tuan Gunawan terhenyak. Tidak ada lagi kata yang dapat terucap dari bibirnya. Bahkan kedua bola matanya telah dipenuhi cairan bening. Bayang-bayang Lyla bermunculan di benaknya. Pertama kali memandangi wajah Lyla mengingatkannya pada Wira. Dan benar adanya, bahwa si kecil Lyla yang kini sedang berjuang melawan sakitnya adalah darah dagingnya sendiri. "Lyla ..." gumamnya. Ia semakin menatap geram pada anaknya itu. "Kau bilang Lyla adalah anakmu?"
Wira mengangguk, ia mengusap air matanya dengan jari. "Ayah, tolong beritahu aku dimana Via dan Lyla. Kemana Ayah membawa mereka?"
Selama beberapa menit, ruangan itu senyap. Baik Wira maupun ayah masih terdiam. Mereka sama-sama larut dalam pikiran-pikiran tentang Lyla dan Via.
"Aku sudah melakukan dosa besar dengan menyakiti seseorang yang selama ini rela mengorbankan apapun demi anakku. Via, tanpa syarat dia menyayangi anakku. Ayah, tolong beritahu aku dimana mereka." Sekali lagi Wira memohon kepada ayahnya.
"Wira, aku benar-benar tidak tahu harus bahagia atau sedih. Karena ketidakpedulian mu, kau sampai tidak tahu apa yang terjadi dengan mereka."
"Maafkan aku, Ayah," lirih Wira. Hanya kata itu yang mampu terucap.
"Bersujud lah di kaki Via!!" Ia meninggikan suaranya. Kemarahan dan kesedihan bercampur menjadi satu. "dia yang kau perlakukan dengan buruk adalah seseorang yang selama ini menjaga anakmu. Dia mencintai anakmu melebihi apapun." Suara ayah menggema di ruangan itu. Ingin rasanya melayangkan kembali tamparan ke wajah anaknya itu. Namun, tiadalah guna. Semua sudah terjadi.
Kini, yang ada hanya ada penyesalan yang semakin dalam.
*****
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, ketika Wira ditemani ayahnya dan Surya tiba di rumah sakit. Ia berjalan dengan langkah cepat. Sudah sangat tidak sabar untuk memohon maaf pada Via dan memeluk putri kecilnya. Bahkan ia tidak peduli pada petugas keamanan rumah sakit yang berjaga di depan gerbang rumah sakit. Jam besuk telah habis, sehingga mereka dilarang masuk.
Beruntung, Wira berteman baik dengan Dokter Willy, yang merupakan kepala rumah sakit tempat Lyla dirawat. Sehingga bukan hal yang sulit baginya untuk mendapatkan izin.
Mereka mempercepat langkah, menuju sebuah lift yang akan membawa mereka ke lantai lima, tempat Lyla kini dirawat.
Saat tiba di depan pintu ruangan perawatan Lyla, bersamaan dengan Via yang baru saja akan masuk ke ruangan itu dengan membawa gelas susu di tangannya. Wanita berambut panjang itu menoleh saat menyadari kehadiran seseorang. Cairan bening mengalir di wajahnya, ketika melihat Wira yang berdiri tidak jauh darinya. Kedatangan Wira mengejutkannya, sebab dua hari Lyla di rumah sakit, tidak ada kabar dari Wira.
Sedangkan Wira masih membeku. Ia menatap Via dari ujung kaki ke ujung rambut. Matanya yang sembab dengan kantung mata yang berwarna gelap dan terlihat jelas lelah. Wajahnya pun pucat akibat dua hari belakangan tidak pernah tidur karena menjaga Lyla yang kadang terbangun di malam hari.
Rasa bersalah Wira semakin besar. Perlahan ia melangkahkan kakinya mendekat, hingga tepat berhadapan dengan wanita yang menjadi istrinya itu. Tangannya terulur mengusap wajah Via yang telah basah oleh air mata.
Tanpa sepatah kata pun, Wira menarik Via ke dalam pelukannya.