“Gun ... namamu memang berarti senjata, tapi kau adalah seni.”
Jonas Lee, anggota pasukan khusus di negara J. Dia adalah prajurit emas yang memiliki segudang prestasi dan apresiasi di kesatuan---dulunya.
Kariernya hancur setelah dijebak dan dituduh membunuh rekan satu profesi.
Melarikan diri ke negara K dan memulai kehidupan baru sebagai Lee Gun. Dia menjadi seorang pelukis karena bakat alami yang dimiliki, namun sisi lainnya, dia juga seorang kurir malam yang menerima pekerjaan gelap.
Dia memiliki kekasih, Hyena. Namun wanita itu terbunuh saat bekerja sebagai wartawan berita. Perjalanan balas dendam Lee Gun untuk kematian Hyena mempertemukannya dengan Kim Suzi, putri penguasa negara sekaligus pendiri Phantom Security.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fragmen 19
Keadaan di pengungsian mendadak ricuh.
Hilangnya Gun dan Suzi membuat semua penghuni tenda diserang cemas termasuk teman-temannya. Dibantu warga, mereka menyisir semua tempat yang kemungkinan didatangi Suzi dan juga Gun pagi ini atau mungkin dari semalam.
"Barang-barang mereka masih ada, tapi kemana perginya?" Satu teman wanita yang paling dekat dengan Suzi mondar-mandir di depan tenda, cemas. Song Yu-hwa.
"Mereka pasti baik-baik saja, Yu-hwa. Mungkin hanya berjalan-jalan. Aku yakin hubungannya dengan Gun juga tak sederhana seperti katanya. Gun setampan itu, Suzi tidak akan mengabaikannya ya, 'kan?" Gadis berambut panjang dengan riasan tebal berasumsi tenang, bahkan diselip senyum---Jung Seo-yun.
"Tapi Suzi tak membawa ponsel, itu bukan kebiasaannya!" hardik Yu-hwa. "Dia juga bukan wanita bodoh yang pergi tanpa izin lalu membuat cemas semua orang, Seo-yun!" Dia tak peduli hubungan seperti apa yang dijalani Suzi dengan seorang Lee Gun, yang jelas keselamatan mereka lebih penting sekarang.
"Sudahlah, Yu-hwa, kita tunggu saja kabar dari para warga yang mencari ke arah hutan mengikuti jejak kaki itu." Dia Minjae--satu-satunya pria relawan selain Lee Gun.
"Aku sudah mencari hingga ke arah motel, tapi mereka tak ke sana," sambung lelaki kurus itu.
"Itu sudah jelas, Bodoh!" Yu-hwa menghardik lagi. "Mobil Suzi bahkan masih terparkir baik di tempat yang sama, itu artinya mereka tak pergi ke jalan raya."
Minjae mencebik, "Setidaknya aku sudah mencoba."
"Terserah kau saja!" Kecemasan Yu-wa melebihi siapa pun. Suzi teman baiknya, ditambah gadis itu adalah seorang putri presiden, bagaimana kalau ada orang yang menjahatinya? Itu yang dia pikirkan.
Sampai kemudian ....
"Kami menemukan benda-benda ini di jalanan hutan. Apakah itu milik teman kalian?!"
Dengan rasa enggan karena cemas, Yu-hwa mengambil sehelai kain dan sebuah jam tangan dari sodoran seorang pria paruh baya yang baru saja datang dalam keadaan sepatu berselimut tanah. Dia salah satu dari warga sekitar yang ikut mencari keberadaan dua orang yang tiba-tiba raib.
"Ini handuk Suzi," desis Yu-hwa dengan tangan mulai gemetar.
"Dan ini aku yakin jam tangan milik si sombong Gun.” Minjae menimpal seraya menatap benda itu di telapak tangannya. "Dia selalu mengenakannya bahkan di saat mandi."
Yu-hwa dan dua temannya sontak terkejut dan membelalak.
"Benda-benda itu kami temukan di dua tempat berbeda. Yang handuk di tengah jalan dan jam tangan itu ... di tepi tebing." Ada keraguan di wajah pak tua itu. "Sepertinya terjadi perkelahian di sana. Kami menemukan bercakan-bercakan darah di beberapa titik."
Yu-hwa langsung menutup mulut. "Ya, Tuhan, Suzi!"
Menatap handuk di tangannya dengan kecemasan yang bertubi. Air mata seketika menyeruak deras melewati pipi. "Tidak. Suzi!" Lalu meraung menjatuhkan diri ke atas tanah.
"Apa yang harus kita katakan pada ayahnya nanti?" Minjae bergumam bingung. Sementara Seo-yun terdiam beku tak tahu harus apa dan bagaimana.
******
Setelah perjuangan keras melawan arus, Gun akhirnya bisa membawa Suzi menyisi ke tepi sungai. Direbahkannya tubuh lemah gadis itu di bawah sebuah pohon besar yang berserak dedaunan kering dan lembab di sekitaran.
Basah air bercucuran dari baju-baju yang dikenakan keduanya, milik Gun bahkan terlihat koyak di bagian pundak karena tersangkut sesuatu saat berenang.
"Suzi, sadarlah!" Pipi dingin itu ditepuk telapak tangan Gun berulang, tetes-tetes air dari rambutnya menimpa wajah Suzi yang seperti mayat. Tak ada respon apa pun dari putri yang lemah itu. Sekarang beralih ke arah dada dan melakukan tekanan dengan kedua tangan yang ditumpuk, hasilnya tetap sama, tak ada respon.
Sampai akhirnya Gun memutuskan memberi napas buatan.
Bibir pucat Suzi ditatap sesaat, lalu melakukan apa yang seharusnya. Sekian detik saja, kemudian mengulang melakukan tekanan di dada, sampai hasilnya ....
"Uhuk, uhuk!"
Akhirnya gadis itu merespon. Terbatuk disertai air keluar banyak dari mulutnya.
"Syukurlah," ucap Gun seraya membangunkan tubuh Suzi dan meletakannya dalam pelukan. "Aku benar-benar cemas."
Pandangan lemah Suzi terdorong pada wajah itu, wajah yang baginya bukan milik manusia, menatapnya sedikit tidak percaya, tapi dia yakin ini bukan mimpi.
"Kau tak boleh mati."
Kalimat yang entah secara sadar atau tidak diucapkan Gun, entah pula makna apa yang terkandung di baliknya, yang jelas berhasil membuat wajah Suzi saat ini menjadi sedikit bersemu. Ada kepedulian berharga dalam diri pria itu untuknya.
Senyumnya tertarik tipis disusul rasa hangat yang menjalar perlahan ke dalam diri. Tak peduli rasa sakit di tubuh sisa tenggelam dan mata yang merah seperti darah, Gun sudah seperti antibiotik.
Tapi karena tak nyaman, Suzi menjauhkan diri dari dada bidang yang sebenarnya dia sangat ingin lama ada di sana. "Aku--"
"Kenapa? Ada yang sakit? Di bagian mana? Sesak? Atau kepalamu pusing?" berondong Gun seraya memegang kedua bahunya dengan wajah cemas.
Mendapat bonus perhatian, perasaan Suzi makin menggila. "A-ku su-sudah merasa baik-baik saja." Dia membuang wajah untuk menyembunyikan kegugupannya. Padahal kondisinya masih sangat lemah.
Suzi tersadar dirinya terlalu berlebihan mengambil sikap. "Oh, syukurlah," katanya, memalingkan wajah kemudian berdiri cepat, pandangannya kini menyapu sekeliling. "Sungai itu membawa kita sejauh ini." Pasang kakinya bergerak melangkah, berputar mengamati keadaan, selain sungai, yang didapatinya hanya pepohonan tinggi.
Suzi ikut mengangkat diri--niatnya, tapi tubuhnya masih terlalu ringkih. Satu langkah pun tak mampu dia lakukan.
"Hey!" Gerak cepat Gun membawa gadis itu kembali ke dekapannya, menurunkan diri terduduk lagi seperti tadi. “Jangan memaksakan diri.”
"Kakiku tak bisa diajak berdiri. Rasanya gemetar, aku tak ada tenaga," jawab Suzi lemah, sedikit menyesalkan diri.
"Tak apa. Beristirahatlah dulu," kata Gun. Rambut Suzi yang teracak ke depan wajah dirapikannya ke balik telinga.
Kesempatan ini tak akan berulang banyak, memanfaatkan dengan baik tentu harus, pikir Suzi, lalu menenggelamkan diri dalam dekapan lelaki itu.
Gun tak keberatan, dia akan melindungi Suzi sebanyak yang dia bisa. Perasaan sama lelah dari tubuhnya, membuat matanya juga mulai terasa berat.
Di bawah pohon yang bersaksi pada alam, keduanya terlelap saling berpeluk.
Tak tahu berapa banyak waktu yang berlalu, keduanya dibangunkan oleh limpahan air hujan yang kembali turun begitu deras.
"Hujan." Suzi terperanjat, menjauhkan diri dari pelukan Gun.
Pria itu ikut terbangun. "Kita harus segera pergi meninggalkan tempat ini sebelum air sungai meluap lagi." Dia langsung berdiri. "Ayo." Dia mengulurkan tangan ke depan Suzi.
Suzi menerimanya karena dia pikir Gun akan menuntunnya berjalan. Namun yang terjadi pria itu malah membelakangi lalu menurunkan tubuh. "Naik ke punggungku."
Terkejut karena hal itu, Suzi malah tergagap. "Ta-tapi--"
"Cepat naik! Atau kau mau aku tinggalkan?!"
...
Sampai di langkah yang cukup jauh, hujan belum berhenti, pepohonan di sekeliling justru terasa makin banyak dan membuat pusing semua arah.
Tapi bukan Gun jika mengalah pada hal seperti itu, terus saja dia melangkah. Suzi tak dia turunkan meski berulang kali gadis itu memintanya karena kasihan, khawatir [mungkin] akan pegal dan kesakitan.
Mereka sempat beristirahat tapi hanya sesaat saja.
Sikap keras kepala Gun yang ingin terus menggendongnya membuat Suzi mengalah, nemplok di punggung kekar yang sejujurnya sangat membuat nyaman.
Sampai kemudian seseorang datang lalu bertanya, "Kalian dari mana dan mau kemana?"
maaf ya thor 🙏 aq slow respon baca novelmu karena aq tepar euy udah 4 hari ini, thor jangan lupa jangan kesehatan ya 💪😍 & semoga lancar rejeki bwt dirimu thor 🤲
seneng bgt 👍👍👍👍
🙏🙏🙏🙏🙏🙏.
bilamana memang pembaca suka dan sllu menantikan update anda thor...pasti walaupun boom update juga pasti like...itu pasti...
Oiya kabar Archie gimana? Masih koma kah? Kangen sama aksi² Archie yang heroik, Archie dimana kau ❤️