Di Ratukan Oleh Selingkuhan

Perceraian Nanda dan Dimas berlangsung dengan cepat, bahkan lebih lancar dari yang Nanda bayangkan. Semua proses hukum yang biasanya berlarut-larut, terselesaikan dalam hitungan minggu. Pengacara Horsi Nababan memainkan perannya dengan sangat baik, memastikan tidak ada celah bagi Dimas untuk menunda atau menggagalkan perceraian tersebut.

San, yang sejak awal berada di sisi Nanda, tampak selalu selangkah lebih maju. Segala hal sudah direncanakannya dengan matang. Dari bukti-bukti kekerasan yang dipublikasikan, hingga langkah-langkah hukum yang membuat pihak Dimas terpojok tanpa pilihan.

“Percayalah, Nanda. Tidak ada yang bisa menghalangi proses ini,” ucap San suatu malam di rumah sakit. Nada suaranya tenang, penuh keyakinan, seakan semua ini hanya bagian dari rencana besar yang sudah ia persiapkan jauh sebelum Nanda menyadarinya.

Nanda, meskipun merasa lega, tidak bisa mengabaikan perasaan aneh yang muncul di hatinya.

"Kenapa semuanya terasa begitu mudah?" pikirnya, menatap San yang sedang berbicara dengan pengacara melalui telepon.

San tidak hanya membantu dari segi hukum, tetapi juga memastikan Nanda memiliki tempat tinggal baru, perlindungan, dan bahkan pekerjaan yang bisa membuatnya mandiri. Setiap langkah yang diambil San terasa seperti telah dirancang jauh sebelum masalah ini terjadi. Seolah-olah ia telah menunggu saat ini untuk menunjukkan kepeduliannya yang mendalam.

“San… kenapa kamu melakukan semua ini untukku?” Nanda akhirnya bertanya, di sela-sela persiapan akhir perceraian mereka di pengadilan.

San hanya tersenyum tipis. “Karena aku ingin melihatmu bebas, Nanda. Bebas dari semua rasa sakit itu.” Jawaban sederhana, tapi penuh makna, yang membuat Nanda terdiam dan kembali bertanya-tanya dalam hatinya.

Apakah semua ini hanya tentang kebebasan, atau ada sesuatu yang lebih dalam di baliknya?

***

Beberapa waktu sebelum perceraian Nanda resmi terjadi, San sudah memainkan perannya di balik layar dengan sangat rapi. Ia tahu bahwa bukti kekerasan fisik saja tidak cukup untuk mempercepat proses hukum dan menekan Dimas. Oleh karena itu, San mulai menggali sisi lain dari kehidupan Dimas yang dapat digunakan untuk menghancurkan reputasinya.

San sering mengamati Dimas dari kejauhan, terutama saat Dimas menghabiskan malam-malamnya di sebuah klub eksklusif di pusat kota. Di sana, Dimas sering terlihat bersama Shelma Anderia, model terkenal yang menjadi wanita simpanannya. Bagi San, momen-momen kedekatan mereka adalah bahan bakar yang sempurna untuk menghancurkan Dimas secara sosial dan moral.

Pada suatu malam, San dengan cermat memotret Dimas dan Shelma yang sedang bermesraan di sudut VIP klub. Tangannya mantap saat mengambil beberapa foto dan video pendek. Wajah Dimas yang mabuk, lengannya yang melingkari Shelma, serta ciuman mesra mereka menjadi bukti nyata yang akan menghancurkan citra Dimas di mata publik.

Keesokan harinya, San dengan hati-hati mengunggah foto-foto tersebut di sebuah akun anonim di media sosial, lengkap dengan caption pedas yang menyiratkan perselingkuhan Dimas dengan Shelma.

"Beginikah seorang pengusaha muda terhormat memperlakukan istrinya? Di balik pintu tertutup, ada kisah kelam yang dunia perlu tahu."

Postingan itu dengan cepat menjadi viral. Media mulai membicarakan skandal tersebut, dan nama Dimas Larung Mahdiva menjadi sorotan. Reputasi Dimas yang sudah terpuruk akibat video KDRT semakin hancur dengan berita perselingkuhan ini.

Shelma yang tidak menyadari apa yang terjadi pun ikut terseret dalam pusaran kontroversi. "Kamu gila, Dimas! Aku tidak mau karierku hancur karena ini!" seru Shelma saat mereka bertemu di klub malam berikutnya, wajahnya penuh amarah.

Dimas yang terpojok hanya bisa meremas rambutnya sendiri, frustasi dengan keadaan yang semakin di luar kendali. Sedangkan San, di balik layar, hanya tersenyum puas. Satu langkah lagi menuju kebebasan untuk Nanda dan kehancuran total untuk Dimas.

San menjalankan rencananya dengan hati-hati dan penuh perhitungan. Setelah perceraian antara Nanda dan Dimas resmi terjadi, San tahu bahwa langkah selanjutnya adalah memastikan Dimas tetap teralihkan dari urusan bisnisnya. Dia membutuhkan seseorang yang mampu membuat Dimas kehilangan fokus, dan orang itu adalah Shelma.

Diam-diam, San menghubungi Shelma melalui panggilan pribadi. Suara San terdengar tenang namun penuh otoritas, memberikan kesan bahwa ini bukan sekadar tawaran biasa.

"Shelma, aku tahu kariermu sedang di ujung tanduk karena skandal ini," ucap San dengan nada meyakinkan. "Tapi aku punya jalan keluar yang bisa menyelamatkan namamu dan membawamu ke level yang lebih tinggi. Aku bisa membantumu melanjutkan karier di Paris. Semua biaya, koneksi, dan kebutuhanmu akan aku fasilitasi."

Shelma, yang awalnya terkejut menerima telepon dari San, mendengarkan dengan seksama. Ia tahu San adalah orang berpengaruh yang jarang gagal dalam setiap langkahnya.

"Tapi, apa yang kamu inginkan dariku?" tanya Shelma, masih ragu.

San tersenyum tipis di ujung telepon. "Sederhana. Aku hanya butuh kamu tetap dekat dengan Dimas untuk sementara waktu. Buat dia sibuk, alihkan perhatiannya dari perusahaan. Pastikan dia tidak fokus pada apapun selain dirimu. Setelah itu, kamu akan mendapatkan apa yang aku janjikan."

Shelma terdiam sejenak, memikirkan tawaran tersebut. Ini adalah kesempatan yang tidak mungkin ia tolak, terutama setelah reputasinya hancur di dalam negeri. "Baik, aku akan melakukannya," jawab Shelma akhirnya.

Beberapa minggu kemudian, Dimas semakin terperangkap dalam hubungan dengan Shelma. Waktu dan energinya habis untuk menemani Shelma dalam acara-acara sosial, pesta, dan perjalanan mewah. Perusahaan milik keluarga Larung yang seharusnya menjadi prioritasnya perlahan-lahan kehilangan arah tanpa kepemimpinan yang kuat.

Sementara itu, San mengatur segalanya dengan rapi untuk kepindahan Shelma ke Paris. Tiket, visa, bahkan koneksi dengan agensi model ternama di Paris telah disiapkan. Hari keberangkatan Shelma pun tiba, dan ia meninggalkan Dimas tanpa peringatan.

Dimas yang ditinggalkan dalam kekacauan hanya bisa menatap kosong. Kariernya hancur, perusahaannya berada di ambang kebangkrutan, dan orang-orang yang ia percayai kini telah pergi.

San, yang mengawasi semuanya dari kejauhan, menghela napas lega. "Ini saatnya kamu merasakan apa yang pernah Nanda rasakan," gumamnya pelan. "Dan kini, Nanda akan mendapatkan hidupnya kembali."

Kehancuran Dimas Larung akhirnya mencapai puncaknya. Saham perusahaan miliknya, PT. Larung Mahdiva, terus merosot tajam akibat skandal dan sanksi sosial yang menimpanya. Para investor kehilangan kepercayaan, proyek-proyek besar yang menjadi tulang punggung perusahaan terhenti, dan mitra bisnis mulai menarik diri satu per satu.

Dimas berusaha mempertahankan kendali, tetapi segalanya terasa sia-sia. Hingga akhirnya, dia dipaksa untuk mengambil keputusan paling berat dalam hidupnya: menjual seluruh saham perusahaan demi menutupi kerugian besar yang telah menggerogoti fondasi bisnis keluarganya selama puluhan tahun.

Sementara itu, di balik layar, San telah menunggu momen ini dengan tenang. Melalui anak perusahaan miliknya, PT. Arcajaya, yang merupakan bagian dari Living Group, San dengan cepat mengambil alih seluruh saham PT. Larung Mahdiva. Akuisisi ini dilakukan dengan mulus dan nyaris tanpa perlawanan, karena Dimas sudah tidak memiliki daya tawar.

Dimas menatap kosong ke arah dokumen penjualan yang baru saja ia tandatangani. "Bagaimana bisa sampai seperti ini..." gumamnya pelan, suara penuh penyesalan dan kehancuran. Seluruh warisan keluarga Larung kini berada di tangan orang lain.

Di sisi lain, San memandang lembaran kontrak akuisisi itu dengan ekspresi datar, tetapi dalam hatinya, ada rasa puas yang tak bisa disembunyikan. Perusahaan yang dulu menjadi kebanggaan keluarga Larung kini sepenuhnya berada di bawah kendalinya.

"Ini baru permulaan," ucap San sambil meletakkan pena di atas meja. "Dan aku akan memastikan Larung Mahdiva menjadi lebih besar dari sebelumnya. Tapi tanpa nama Larung."

Berita akuisisi itu segera menyebar ke media. Para analis pasar terkejut melihat langkah strategis PT. Arcajaya dalam mengambil alih perusahaan yang dulunya mendominasi sektor industri. Dalam waktu singkat, PT. Larung Mahdiva berubah nama menjadi Arcajaya Industries, dan perlahan-lahan, perusahaan itu mulai bangkit dengan arah dan strategi baru.

Sementara itu, Nanda yang kini memulai hidup barunya, mendengar berita tersebut melalui televisi. Wajahnya tenang, namun ada rasa lega yang terpancar dari matanya. Larung Mahdiva yang dulu menjadi beban dalam hidupnya, kini tak lagi ada. Bersama San, ia mulai merancang masa depan yang lebih baik, jauh dari bayang-bayang masa lalu yang kelam.