Permainan Tak Terlihat adalah kisah penuh misteri, ketegangan, dan pengkhianatan, yang mengajak pembaca untuk mempertanyakan siapa yang benar-benar mengendalikan nasib kita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faila Shofa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kedatangan niko
Pagi itu, suasana sekolah berjalan seperti biasa. Arman dan Shara tampak semakin dekat, Diana dan Nanda selalu bersama, dan semuanya kembali ke rutinitas mereka. Namun, di tengah suasana damai itu, ada satu sosok yang tak diduga hadir di sekolah mereka—Niko.
Saat Diana melihat Niko berjalan di lorong sekolah, ia merasa terkejut. Niko adalah salah satu teman lama mereka yang sebelumnya tinggal di luar kota, dan sudah lama tak ada kabar darinya. Namun, saat melihat ekspresi serius di wajah Niko, Diana langsung merasakan sesuatu yang tidak biasa.
"Niko? Kamu ngapain di sini?" tanya Diana, bingung sekaligus penasaran.
Niko mendekat, dengan tatapan mata yang penuh kegelisahan. "Diana, aku harus ngomong sesuatu yang penting. Sebenarnya, ada alasan kenapa aku kembali ke sini dan kenapa aku datang ke sekolah ini."
Diana memandang Niko dengan khawatir. Ia segera mengajak Niko ke ruang kosong di perpustakaan, tempat mereka bisa berbicara dengan tenang tanpa menarik perhatian yang lain. Tak lama, Arman, Shara, dan Nanda pun bergabung setelah mendapat pesan singkat dari Diana.
"Ada apa, Niko? Sepertinya serius sekali," kata Arman.
Niko menghela napas panjang sebelum berbicara. "Sebenarnya, aku datang karena aku menemukan sesuatu yang berkaitan dengan misteri yang kalian alami dulu. Setelah mendengar tentang apa yang terjadi pada kalian, aku melakukan sedikit penyelidikan sendiri. Dan aku menemukan sesuatu yang mengerikan."
Shara menggigit bibir, merasa khawatir. "Apa maksud kamu, Niko?"
Niko mengeluarkan sebuah map yang tampak usang dari tasnya dan meletakkannya di atas meja. "Ini adalah kumpulan dokumen yang aku temukan tentang sekolah ini. Ternyata, ada rahasia gelap yang masih tersembunyi di sekolah ini. Semua kejadian yang kalian alami dulu mungkin baru permulaan."
Diana menahan napas dan membuka map itu. Di dalamnya ada beberapa foto, catatan, dan artikel koran lama yang berisi laporan tentang kejadian-kejadian aneh di sekolah mereka. Salah satu foto yang menarik perhatian adalah foto bangunan sekolah saat masih baru dibangun, dengan sebuah lambang misterius yang terukir di salah satu dindingnya.
"Lambang ini… aku pernah lihat di salah satu ruangan tua di sekolah," bisik Diana, mengenang.
Niko mengangguk. "Tepat sekali. Lambang ini adalah simbol dari kelompok rahasia yang dulu pernah aktif di sini. Kelompok ini… konon katanya melakukan ritual yang berbahaya dan meninggalkan jejak energi negatif di sekolah ini. Bahkan ada rumor bahwa kelompok itu melakukan sesuatu yang melibatkan nyawa."
Semua terdiam mendengar penjelasan Niko. Arman menatap dokumen itu dengan serius, lalu bertanya, "Jadi, menurut kamu kelompok ini masih ada?"
Niko mengangguk, wajahnya tampak tegang. "Aku tidak bisa memastikan. Tapi dari yang kutemukan, mereka meninggalkan petunjuk yang tersembunyi di sekitar sekolah. Kalau kita bisa memecahkan petunjuk-petunjuk ini, mungkin kita bisa mengetahui kebenaran dan menghentikan apa pun yang sedang mereka rencanakan, jika kelompok itu memang masih aktif."
Nanda menghela napas, mencoba memahami situasi. "Jadi, kita akan terlibat lagi dalam misteri yang lebih besar ini?"
Shara menggenggam tangan Arman, merasa sedikit takut. Namun, dengan semangat dan dukungan dari teman-temannya, ia merasa lebih berani untuk menghadapi tantangan ini.
"Aku rasa kita harus melakukannya," kata Diana dengan tegas. "Kalau ada bahaya yang mengancam, kita tidak bisa hanya diam."
Niko tersenyum, merasa lega karena teman-temannya tidak mundur. "Terima kasih, teman-teman. Aku tahu ini mungkin terdengar menakutkan, tapi dengan bantuan kalian, aku yakin kita bisa menemukan kebenaran."
Mereka pun berjanji untuk mulai menyelidiki petunjuk yang ada. Niko memberitahu bahwa langkah pertama mereka adalah menemukan ruang tersembunyi yang diduga menjadi tempat pertemuan kelompok tersebut. Menurut dokumen yang Niko temukan, ruangan itu terletak di salah satu sudut tersembunyi sekolah, tempat yang jarang dijamah oleh siswa lain.
Dengan hati-hati, mereka mulai menyusun rencana untuk menyelinap ke tempat itu setelah jam sekolah. Meski merasa sedikit cemas, mereka tahu bahwa mereka harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di sekolah mereka.
Dan di sinilah, petualangan baru mereka dimulai—dengan teka-teki baru, misteri yang lebih mendalam, dan rahasia yang mungkin lebih gelap dari apa pun yang pernah mereka bayangkan.
Malam itu, Diana, Arman, Shara, Nanda, dan Niko menyelinap kembali ke sekolah untuk mencari ruang tersembunyi yang disebutkan dalam dokumen. Mereka berkumpul di pintu gerbang belakang sekolah, membawa senter dan peta yang Niko buat berdasarkan informasi yang ia kumpulkan.
"Ruangannya seharusnya ada di sekitar aula tua di lantai dua," bisik Niko sambil menyorotkan senter ke arah bangunan yang gelap.
Mereka menaiki tangga dengan hati-hati, langkah kaki mereka hampir tidak terdengar di lantai kayu yang berderit pelan. Suasana terasa mencekam, dengan hanya cahaya senter yang menerangi jalan mereka. Saat mereka tiba di depan aula, Niko mengeluarkan catatan kecil yang berisi petunjuk tambahan.
"Menurut catatan ini, kita harus mencari lambang yang sama seperti yang ada di dokumen tadi," kata Niko sambil memperlihatkan gambar lambang itu pada yang lainnya.
Mereka mulai memeriksa dinding dan sudut-sudut aula, dan akhirnya Shara menemukan lambang itu di bawah jendela besar yang penuh debu. "Di sini!" bisiknya, menunjuk ke ukiran samar di dinding.
Niko mendekat dan memperhatikan ukiran tersebut dengan seksama. "Kalau aku benar, seharusnya ada semacam mekanisme tersembunyi di dekat sini yang bisa membuka pintu ke ruangan itu."
Arman mulai meraba-raba dinding di sekitar ukiran tersebut, dan tiba-tiba tangannya merasakan sesuatu yang tidak biasa—sebuah tonjolan kecil yang tampaknya bisa ditekan. Dengan penuh penasaran, ia menekan tonjolan tersebut, dan terdengar bunyi klik pelan. Perlahan-lahan, sebuah pintu tersembunyi di samping dinding terbuka, menampakkan lorong gelap di belakangnya.
Mereka semua saling pandang, merasakan ketegangan yang luar biasa. Nanda mengusap keringat di dahinya, berusaha menguatkan diri. "Ya ampun, seperti masuk ke film horor saja," gumamnya sambil mencoba tetap tenang.
Mereka melangkah masuk ke lorong gelap itu dengan hati-hati. Lorong itu berbau lembab dan penuh dengan sarang laba-laba, seolah sudah lama tak ada yang masuk ke dalamnya. Di ujung lorong, mereka menemukan sebuah pintu kayu tua yang tampak rapuh.
Diana mengambil napas dalam-dalam sebelum membuka pintu itu, dan saat mereka masuk, mereka dikejutkan oleh ruangan yang dipenuhi dengan berbagai benda aneh. Ada meja besar di tengah ruangan yang dipenuhi dengan lilin-lilin yang sudah meleleh, buku-buku tua yang tebal dengan tulisan tangan, serta beberapa botol kaca yang berisi cairan-cairan berwarna aneh.
"Apa ini… semacam ruangan ritual?" tanya Shara dengan suara bergetar.
Niko mengangguk. "Sepertinya ini memang tempat kelompok itu berkumpul. Mereka meninggalkan banyak barang-barang yang kelihatannya penting."
Diana mendekati meja dan membuka salah satu buku yang tergeletak di sana. Halaman-halaman buku itu dipenuhi dengan simbol-simbol yang tidak dikenal dan tulisan-tulisan yang sulit dibaca. Namun, di bagian akhir buku itu, ada beberapa baris kalimat yang tampaknya bisa dibaca.
"Siapa pun yang menemukan ruangan ini, berhati-hatilah. Kami meninggalkan peringatan di sini, karena sekolah ini menyimpan sesuatu yang lebih gelap dari yang tampak di permukaan…" baca Diana dengan suara pelan.
Mereka semua terdiam, menyerap kalimat yang baru saja Diana baca. Nanda merasa bulu kuduknya meremang dan berusaha mengusir rasa takut yang menguasai dirinya. "Jadi, ini benar-benar peringatan dari mereka?"
Niko mengangguk, wajahnya tampak serius. "Mereka mungkin menyadari bahaya yang mereka ciptakan sendiri, atau mungkin ada sesuatu yang lebih besar yang ingin mereka sembunyikan di sekolah ini."
Saat itu, Arman menemukan sebuah lemari kayu kecil di pojok ruangan. Ketika ia membukanya, ia menemukan secarik kertas tua yang sudah menguning. Kertas itu berisi petunjuk dalam bentuk teka-teki, tertulis dalam sandi sederhana yang sulit dipecahkan.
Niko menatap kertas itu dengan penuh perhatian. "Ini mungkin petunjuk tentang cara menghentikan ritual atau misteri yang ada di sini. Tapi kita harus memecahkan sandi ini dulu."
Diana, yang sejak awal menyukai teka-teki, segera mulai menganalisis sandi itu. Ternyata, sandi tersebut adalah kombinasi huruf-huruf acak yang tampaknya membentuk sebuah kode. Setelah beberapa menit memutar otak, Diana akhirnya bisa membaca sebagian dari pesannya: "Kebenaran akan terungkap jika kalian bisa menemukan tempat yang… tersembunyi di bawah tanah."
"Di bawah tanah?" ulang Shara, bingung.
Niko mengangguk. "Sekolah ini memang punya ruang bawah tanah. Konon, tempat itu dulu dipakai untuk penyimpanan barang-barang tua, tapi sekarang tertutup dan jarang ada yang tahu letak pintu masuknya."
"Kalau begitu, kita harus mencari cara untuk masuk ke sana," kata Arman dengan tegas.
Mereka pun memutuskan untuk keluar dari ruangan itu dan merencanakan penyelidikan mereka selanjutnya untuk mencari pintu menuju ruang bawah tanah. Namun, saat mereka melangkah keluar dari lorong gelap itu, tiba-tiba mereka mendengar suara langkah kaki mendekat.
"Cepat, sembunyi!" bisik Diana dengan panik.
Mereka berlima segera bersembunyi di balik lemari tua di lorong, mencoba menahan napas agar tidak ketahuan. Sosok seseorang muncul di ujung lorong, tampak seperti seorang penjaga sekolah, tapi ada sesuatu yang aneh pada wajahnya—tatapan kosong yang seolah-olah ia sedang dikendalikan oleh sesuatu.
Diana merasakan jantungnya berdebar kencang saat sosok itu mendekat, melangkah tanpa arah pasti di lorong itu. Setelah beberapa saat yang terasa seperti selamanya, sosok tersebut akhirnya berbalik dan pergi. Mereka semua menghela napas lega, menyadari bahwa misteri yang mereka hadapi mungkin jauh lebih berbahaya daripada yang mereka bayangkan.
Dengan tekad yang semakin kuat, mereka berjanji untuk mengungkap kebenaran dan melanjutkan pencarian mereka menuju ruang bawah tanah sekolah yang tersembunyi.