NovelToon NovelToon
Simpanan Tuan Anjelo

Simpanan Tuan Anjelo

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak
Popularitas:5.9k
Nilai: 5
Nama Author: Ama Apr

Zeona Ancala berusaha membebaskan Kakaknya dari jeratan dunia hina. Sekuat tenaga dia melakukan segala cara, namun tidak semudah membalikan telapak tangan.

Karena si pemilik tempat bordir bukanlah wanita sembarangan. Dia punya bekingan yang kuat. Yang akhirnya membuat Zeona putus asa.

Di tengah rasa putus asanya, Zeona tak sengaja bertemu dengan CEO kaya raya dan punya kekuasaan yang tidak disangka.

"Saya bersedia membantumu membebaskan Kakakmu dari rumah bordir milik Miss Helena, tapi bantuan saya tidaklah gratis, Zeona Ancala. Ada harga yang harus kamu bayar," ujar Anjelo Raizel Holand seraya melemparkan smirk pada Zeona.

Zeona menelan ludah kasar, " M-maksud T-Tuan ... Saya harus membayarnya?"

"No!" Anjelo menggelengkan kepalanya. "Saya tidak butuh uang kamu!" Anjelo merunduk. Mensejajarkan kepalanya tepat di telinga Zeona.

Seketika tubuh Zeona menegang, mendengar apa yang dibisikan Anjelo kepadanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ama Apr, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 20

"Kakak! Bangun Kak!" Zeona menangis histeris sembari memangku kepala Kakaknya di atas kedua paha. "Tolooong! Tolooong!" Teriakannya membahana, berharap ada tetangga yang mendengarnya. "Tolooong!" Laungan itu terus terlontar dari bibir Zeona yang kini sudah bergetar. 

"ZEONAAA! ADA APA NAK?!" Keberuntungan menyertai, suara Mpok Jumi mengudara dari luar pintu. 

"MPOOKK! TOLONG SAYA MPOOK!" 

Jumi tak membuang waktu, wanita berambut keriting itu langsung membuka pintu kontrakan Zeona. "ASTAGA! SIAPA DIA ZEONA? DIA KENAPA?!" Kekagetan terlukis jelas di wajah bulat Jumi. 

"Dia Kakakku Mpok. Tolong bantu aku angkat dia ke kamar!" 

"Ayo! Ayo!" 

Mereka berdua mengangkat tubuh ramping Zalina ke dalam kamar. Menidurkannya di kasur busa yang tergelar tanpa ranjang. 

"Mpok baru tahu kalo elu punya Kakak. Cantik banget lagi. Tapi kenape dia pingsan, Zeo?" 

Zeona agak gelagapan. Panik bercampur takut ketahuan kalau kakaknya pernah bekerja jadi wanita malam. "Selama ini Kakak kerja di Kalimantan, Mpok." Dia terpaksa berbohong. "Aku juga nggak tahu dia pingsan kenapa." Zeona tetap menjawab pertanyaan Jumi agar wanita berbadan tambun itu tak curiga. 

"Kasih kayu putih atau minyak angin, Zeo! Oles-oles di hidungnya." Jumi mengusulkan. 

Zeona lekas beranjak ke meja rias. Membuka tas gendong miliknya dan mengambil kayu putih dari dalam sana yang selalu ia bawa ke mana-mana. Melakukan usulan dari Jumi. 

Tiga kali olesan, Zalina tetap memejamkan mata. Tak ada respon apapun dari wanita berambut panjang sepinggang itu. "Mpok, bagaimana ini?" Zeona meratap dengan perasaan panik tak terkira. 

"Bawa ke rumah sakit saja!" Jumi kembali mengemukakan usulnya. 

Dengan suara bergetar dan berderai air mata, Zeona menyahuti usulan Jumi. "Gimana bawanya, Mpok? Berat. Terus ke RS-nya naik apa?" 

"Jangan khawatir! Suami Mpok belum berangkat narik. Kita pergi naik angkot Bang Ucup saja. Mpok minta tolong dulu ke tetangga yang lain!" Jumi keluar dari kontrakan Zeona. Tak lama, wanita itu sudah kembali lagi bersama suaminya dan tiga orang pria. 

Mereka berempat segera menggotong Zalina. Memasukan tubuh tak berdaya itu ke dalam angkot milik Ucup, suaminya Jumi. 

Tiba di rumah sakit, Zalina langsung dibawa ke ruang IGD. Zeona tak henti menangis. Kekhawatiran seolah mencekik leher. Mengakibatkan dia kesusahan untuk bernapas. Jumi yang ikut mengantar, memeluk Zeona dengan erat. Menenangkan gadis itu dari kesedihannya. 

Secara berangsur-angsur, tangis Zeona mulai mereda. 

"Zeo, Mpok dan Bang Ucup pamit pulang dulu ya? Bukannya tak mau menemanimu. Tapi Mpok hari ini ada kerjaan mau masak di rumahnya sodara Mpok yang mau ngadain hajatan," beri tahu Jumi yang diangguki Ucup. 

"Iya Mpok, Bang, nggak papa. Makasih banget sudah membantuku." Zeona merogoh tasnya dan mengambil uang seratus ribu. Memberikannya pada Jumi. 

Awalnya Jumi dan Ucup menolak, namun pada akhirnya mereka pun menerima. 

"Kalau lu butuh bantuan lagi, jangan sungkan ya Zeo. Telepon aja ke nomor Mpok," pesan Jumi seraya merangkul Zeona. Gadis itu menganggukkan kepala. 

"Semoga kakak lu segera sehat kembali!" Ucup ikut menimpali. 

"Aamiiin!" Zeona mengamini. 

Setelah kepulangan Jumi dan Ucup, Zeona kembali mendudukkan tubuhnya di kursi tunggu. Melarikan pandangan pada pintu IGD yang tak kunjung terbuka. "Ya Allah ... tolong selamatkan Kakak. Jangan ambil dia dari hidupku."

Hampir setengah jam dan pintu IGD pun barulah terbuka. Keluarlah seorang Dokter lelaki dari dalam sana. 

"Keluarganya Ibu Zalina Anela?!" Dokter itu berseru dan Zeona langsung berdiri seraya menyahuti. 

"Saya adiknya, Dokter. Bagaimana keadaan kakak saya?" 

"Kakak anda masih belum sadarkan diri. Kami masih harus melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Kami belum bisa mengetahui penyakit apa yang diderita Bu Zalina. Untuk itu, bantu kami dengan doa!" Usai mengatakan hal itu, Dokter lelaki tersebut kembali ke dalam ruangan. 

Air mata Zeona kembali berjatuhan. "Ya Allah ... tolong sembuhkan Kakak." Zeona memohon pada Yang Maha Kuasa. Dia bangkit dari duduk untuk pulang sebentar, mengambil kartu tanda pengenal milik kakaknya dan perlengkapan lainnya. Karena sudah dipastikan jika Zalina harus dirawat di rumah sakit. 

*****

Sampai di dalam kamar, Zeona tak membuang waktu. Dia lekas mengambil shoulder bag milik kakaknya. Saat akan mengambil dompet, mata Zeona menangkap amplop putih dengan logo salah satu rumah sakit terkenal di Ibukota. Penasaran menelusup jiwa. Tangannya terulur mengambil amplop tersebut. Dibukanya amplop itu dengan hati-hati dan terdapat kertas putih di dalamnya dengan logo yang sama. 

Zeona membuka lipatan kertas itu dengan perasaan tak menentu. Satu persatu kalimat itu ia baca. "Tidak mungkin?" Tubuh Zeona oleng. Dia langsung terduduk lesu di lantai. Jutaan batu seolah menghimpit dada. Jantungnya  seketika berhenti memompa darah. Menganga dengan sebagian nyawa seperti tercabut dari badan. 

Buliran bening langsung merembes bagai air hujan. Deras dan tak tertahankan. "Kakaak!" Pecahlah suara tangisan itu. Seluruh tubuh Zeona lemas dan gemetar. "Kakak mengidap kanker rahim?" Remuk sudah hati dan jiwa Zeona. 

Keterangan yang ia baca di kertas itu bukanlah suatu candaan. Melainkan kenyataan. "Kenapa harus kakakku, Tuhan?" Zeona memukul-mukul dadanya. Berusaha mengenyahkan rasa sesak yang menggelegak. 

"Kenapa kakak menyembunyikan penyakit parahnya dari aku? Stadium tiga dan kakak diam saja." Akhirnya, tubuh semampai itu jatuh telungkup di atas kasur. Menangis tersedu dengan hati yang pilu. 

"Apakah penyakit yang diderita kakak tersebab pekerjaannya yang seorang wanita malam?" 

Benak Zeona tidak bisa diam. Terus menerka dan bertanya-tanya. 

Pada akhirnya, gadis berdress marun itu bangkit berdiri. Mengakhiri tangisannya. Bergegas mengganti pakaian dengan jeans panjang warna hitam dan t-shirt yang dilapisi jaket warna putih. 

Zeona memutuskan untuk pergi ke rumah sakit lagi. Membawa serta keterangan tentang penyakit yang diderita kakaknya. Berharap penyakit mematikan itu masih bisa disembuhkan. 

Saat tiba di rumah sakit, kakaknya sudah siuman. Namun tertidur karena baru saja diberi obat. Kesempatan itu digunakan Zeona untuk menemui Dokter yang tadi guna menunjukkan bukti penyakit yang Zalina derita. 

Dokter lelaki bernama Pras itu membuang napas panjang setelah membaca keterangan tersebut. Menatap sendu pada Zeona. "Tadinya, saya ingin menyarankan kepada anda untuk menemui Dokter spesialis penyakit dalam guna memeriksakan keadaannya secara detail. Tapi melihat keterangan dari rumah sakit ini sudah cukup menjelaskan semuanya. Bahwa kakak anda memang mengidap penyakit kanker serviks stadium tiga. Jadi, saya akan segera memperlihatkan ini pada Dokter Spesialis onkologi agar Bu Zalina segera ditangani." 

Zeona mengangguk lemah. Nyawanya serasa masih belum terkumpul seluruhnya. Dia masih seperti orang linglung. 

"Dokter, apakah kakak saya bisa sembuh dari penyakitnya?" Zeona bertanya dengan suara bergetar. 

Dokter Pras tak lantas menjawab. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu membuangnya. "Kesempatan sembuh itu selalu ada. Tapi saya tidak bisa memastikan. Karena semuanya butuh pemeriksaan yang khusus dan lebih lanjut. Lagipun, ini bukan ranah saya. Kita tunggu saja hasil observasi dari Dokter onkologi ya?"

1
Diah Salwa Nabila
maaf bukan menyaperi thor tapi menghampiri🙏
Ama Apr: Siap Kak☺
ke depannya aku ganti deh🤭
Diah Salwa Nabila: Iyah sama2 cuman kaya kurang cocok maaf cuman saran yah thorr hehe 🙏
total 3 replies
Gato Piola
Menyentuh banget.
Ama Apr: Makasih Kakak🥰
total 1 replies
Ama Apr
Siap Kak🥰
Makasih udah baca😊
Ma.Cristina Alvaro
Jangan lupa update setiap hari, saya suka banget dengan ceritanya 👏
Ama Apr: Insya Allah, siap Kak.
Makasih udah baca🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!