Berawal dari penghianatan sang sahabat yang ternyata adalah selingkuhan kekasihnya mengantarkan Andini pada malam kelam yang berujung penyesalan.
Andini harus merelakan dirinya bermalam dengan seorang pria yang ternyata adalah sahabat dari kakaknya yang merupakan seorang duda tampan.
"Loe harus nikahin adek gue Ray!"
"Gue akan tanggungjawab, tapi kalo adek loe bersedia!"
"Aku nggak mau!"
Ig: weni 0192
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon weni3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Mendapat pertanyaan yang membuat Andini justru tertawa, hingga banyak karyawan yang mencibirnya karena berani menertawakan bos tampan mereka.
"Cemburu? no baby....." Andini segera berjalan menuju jalan raya. Ucapannya membuat Raihan terperangah. Tetapi Andika yang berada di sampingnya justru di buat bingung dengan adiknya yang malah terus berjalan tanpa menoleh ke belakang.
"Andini! loe mau kemana?"
"Gue tunggu di bawah jembatan layang." Seru Andin, dia malas jika ada yang melihatnya masuk mobil si bos dan bikin gosip sana sini.
"Ini kunci mobilnya pak," ucap scurity yang sudah mengambil mobil Nicko dari parkiran.
"Makasih pak."
"Ya udah balik sana, gue masih nunggu bumil kasian anak orang pulang sendirian. Mana makin gede itu perut, anaknya kira-kira mirip bapaknya apa mirip gue ya!" Andika melirik Erna yang sedang berjalan dengan Tara di sampingnya yang membantu membawakan tas.
"Hati-hati bini orang itu, ya udah gue balik, keburu adek loe ngoceh." Raihan melangkah masuk ke mobilnya.
"Adek gue bini loe ya!" ceplos Andika yang langsung mendapat pelototan dari Raihan.
Raihan segera melajukan mobilnya dengan pandangan liar menyusuri sepanjang jalan yang tak jauh dari perusahaan miliknya. Hingga matanya tertuju pada wanita yang sedang berdiri di bawah jembatan penyeberangan dengan bersedekap dada. Penampilan yang kelewat sexy jelas membuat mata liar pengendara lain melirik senang.
Andini segera masuk, ketika melihat mobil Rai sudah berada di depannya.
"Lain kali jangan nunggu di situ, penampilan kamu menggoda iman orang. Bakal bahaya nantinya."
"Iya." Jawab Andini malas, dia memasang safety belt di tubuhnya. "Jalan kak! aku udah kepengen mandi. Gerah..."
"Hhmmm..."
Sepanjang perjalanan hanya hening yang mewarnai, tak ada di antara mereka yang membuka obrolan. Hingga mobil masuk ke halaman rumah, Indah segera keluar dan masuk ke dalam tanpa menunggu Rai.
"Ck...."
Raihan ikut keluar dan mengekor di belakang Andin, cukup sabar walaupun kesal. Andini masuk kamar langsung terduduk di sofa dan melepas high heel yang ia pakai.
"Capeknya..." keluh Andini dengan memijat kaki jenjangnya yang terbuka memamerkan paha.
"Besok lagi jangan pakai rok model itu, di sana tempat kerja bukan pamer aurat! kamu buat mata pria tak fokus bekerja!"
"Termasuk kakak?" tanya Andini dengan wajah polos kemudian beranjak untuk segera masuk kamar mandi.
"Iya termasuk aku, karena aku nggak suka tubuhmu di perhatikan orang banyak." Raihan mencekal lengan Andin hingga tubuhnya berbalik dan menubruk dada bidang Rai.
"Tapi kamu suka melihat tubuh wanita lain kan? Kakak itu atasan tapi bekerja seperti di tempat karaokean, harus banget kerja sambil ditempelin wanita begituan?" tantang Andini.
Raihan tak menyangka jika Andini masih saja membahas tentang kejadian tadi pagi yang membuat harga dirinya anjlok di depan istrinya sendiri.
"Itu nggak seperti yang kamu lihat! tanya yang lain jika kamu tidak percaya!"
"Tapi kamu menikmatinya bukan? jangan munafik kak Rai! dengan kamu diam ketika tubuhnya menempel bahkan kancing dada atas terbuka membuatmu leluasa melihat isinya? lalu apa salahnya dengan penampilanku toh aku diam dan tak lenjeh seperti dia!"
Raihan tersenyum tipis mendengar penuturan dari Andini yang mengisyaratkan kecemburuan. "Cemburu?" Raihan menarik pinggul Andini hingga perempuan itu memberontak.
"Lepas kak! siapa yang cemburu, aku hanya mencontohkan ucapanmu yang tak sesuai dengan sikapmu. Kalo tak ingin sesuatu yang kamu punya di lirik yang lain jangan pernah melirik punya orang lain. Mungkin kakak kena bat.... mmppfff."
Raihan membungkam mulut Andini dengan bibirnya, sungguh tak bisa dibiarkan begitu saja. Akan semakin kemana-mana ucapannya jika tak segera di hentikan.
Andini yang mendapatkan serangan secara tiba-tiba terus meronta hingga Raihan yang gemas menggigit bibir bawah Andini membuat mulut wanita itu terbuka. Memperdalam dan menyapu semua yang ada di sana dengan gerakan lincah tetapi begitu lembut di rasa. Andini pun akhirnya diam tak lagi memberontak hingga tangannya mencengkram kerah kemeja sang suami saat nafasnya mulai sesak.
Raihan melepaskan ciuman tersebut, menatap wajah merona Andini yang sedang mengatur nafas. Kesal karena telah kalah tentu membuat Andini segera mendorong Rai hingga terhuyung ke belakang.
"Nggak perlu cium-cium aku!"
"Kamu yang minta."
"Kapan aku minta?"
"Bibirmu terus mengoceh minta di bungkam, maka jangan salahkan aku. Lagi itu halal untukku."
"Tapi rugi untukku, bibir kakak pasti bekas wanita tadi kan? Kakak pikir aku semurah itu bisa dengan seenaknya kakak nikmati bergantian?"
Raihan memijit pelipisnya, sungguh istrinya tak mengerti juga. Yang dia tau hanya yang dia lihat saja tanpa mau mendengarkan.
"Aku nggak seperti itu! kalo kamu nggak percaya bisa tanyakan pada Andika. Aku hanya akan menyentuh istriku bukan wanita lain!" tegas Raihan kemudian melangkah menuju kamar mandi, terlalu rumit berdebat dengan istrinya yang sulit di mengerti.
"Perasaan dulu nggak begini, adik yang penurut walaupun kadang suka ngeselin. Ini kenapa berubah jadi ngeyel banget abis gue unboxing."
Setelah mandi Raihan keluar dengan handuk yang melilit di pinggangnya. Melihat Andini duduk di atas sofa dan sedang sibuk dengan ponsel di tangannya. Masih dengan baju kantor ia cuek tanpa mau melihat padahal tau jika Rai memperhatikan.
Merasa tak ada pergerakan, dia segera beranjak dan melangkah menuju toilet dengan sedikit menyenggol lengan Rai. "Apa banget nggak pake apa-apa begitu, di kata aku akan tergoda kali." Andin masuk kamar mandi dengan sedikit membanting pintu.
"Masih ada 25 hari lagi dan gue harap tuh kecebongnya kak Rai nggak berkembang di perut gue! gue nggak mau terikat tanpa dasar apa-apa begini. Gue nggak cinta sama kak Rai...." Andini mengacak-acak rambutnya sendiri. Masuk ke bathtub dan memilih berendam di sana.
Malam ini mereka makan bersama, simbok memasak makanan yang juga sangat Andini sukai. Ntah tau dari mana sepertinya simbok memang jagonya.
Andini cuek saja tak melayani Rai, membuat simbok yang melihatnya hanya menahan senyum. Beliau sedikit-sedikit mulai paham dengan hubungan yang terjadi di antara keduanya. Apa lagi tadi Sifa sempat telpon simbok untuk memantau hubungan antara anak dan menantunya.
"Nambah non..."
"Non nan non nan.. simbok ikh, panggil Andin aja. Oke!"
"Iya Andin, cah ayu...nambah Yo. Enak to?" Simbok meletakkan segelas air putih hangat untuk Rai.
"Siap mbok, eh kok simbok tau sich. Ini makanan kesukaan aku loh mbok. Ayam goreng kremes, kremesannya gurih banget lagi mbok....mmmm.....suka!" Andin merem melek menikmati masakan simbok, membuat Rai gemas sendiri melihatnya.
"Makan bukan malah merem-melek begitu dek!" tangannya mengacak lembut pucuk rambut Andin.
"Berantakan kak! iseng dech..." ucapnya sambil merengut menggigit tulang ayam.
"Kalo Andin suka, nanti simbok bikinin lagi, ini kremesannya pakai rempah medok tenan makanya gurih. Kalo mau makan apa-apa bilang ya."
"Siap!" sahut Andin dengan gaya hormat dan itu cukup menghibur simbok dan Raihan.
Setelah makan dengan menghabiskan empat potong ayam kini Andini justru merasa lemas karena perutnya yang begah, saking enaknya sampe lupa ngatur pola makan. Tubuhnya dia sandarkan di kursi meja makan dengan tangan yang masih memegang tulang ayam.
"Makanya kalo makan kira-kira, nggak kuat bangun kan!" Raihan menggelengkan kepala melihat Andin yang sudah tak ada pergerakan, hanya bisa diam sambil mengatur nafas.
"Walah entek to...." ucap simbok yang baru saja datang dan ingin membereskan meja bekas makan. "Enak tenan to, mmmm besok bawa bekal aja ya kerjanya. Pie nduk?"
"Boleh mbok sama sayur toge ya mbok?" lirih Andini.
"Walah siap, biar subur to..."
"Apa sich mbok, lagi pengen aja. Kasih kucai ya mbok koboy nya jangan nanti jadi keong racun."
Simbok yang tak mengerti mengira Andini hanya melantur saja. Sedangkan Rai segera beranjak dari sana menuju kamar.
"Kak Rai mau kemana?"
Langkah Rai terhenti dan berbalik melirik Andin dengan posisi yang masih seperti semula. "Kenapa?"
"Tega nya...."
"Mau apa Andin?" tanyanya dengan sabar.
"Gendong....." kedua tangannya terulur ke atas.
Raihan menarik nafas dalam, kemudian sedikit merendah agar Andin bisa naik ke atas punggungnya.
"Let's go kak!"