Seorang pengangguran yang hobi memancing, Kevin Zeivin, menemukan cincin besi di dalam perut ikan yang tengah ia bersihkan.
"Apa ini?", gumam Kevin merasa aneh, karena bisa mendengar suara hewan, tumbuhan, dan angin, seolah mampu memahami cara mereka berbicara.
"Apakah aku halusinasi atau kelainan jiwa?", gumam Kevin. Namun perlahan ia bisa berbincang dengan mereka dan menerima manfaat dari dunia hewan, tumbuhan, dan angin, bahkan bisa menyuruh mereka.
Akankah ini berkah atau musibah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardi Raharjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bingung memilih lawan
Jika Kevin mau, ia mungkin saja melakukan kudeta untuk menggulingkan pemerintah negara yang berdaulat, bahkan jika harus sendirian beraksi. Namun, ia pun tahu bahwa tidak semua orang di pemerintahan itu jahat.
"Hufh, bahkan aku punya teman brengsek yang suka merampok ikanku, padahal kami sama gelandangan. Di mana saja sama saja, selalu ada yang jahat dan baik", batin Kevin. Ia ingin menyelesaikan masalah ini dengan tenang agar tidak membantai pihak yang tidak bersalah.
Kevin masih berlari mengejar kendaraan Bram dari jarak jauh. Entah kenapa intuisinya menargetkan Ben Frank dari pada kroni Lionel lainnya.
Beberapa saat kemudian, Kevin telah sampai di sebuah villa cukup besar. Ia masih menggunakan wujud Toni yang berusia 50 an tahun agar pergerakannya lebih leluasa.
Kevin mengetuk pintu villa. Tak lama seorang perempuan hampir seusianya membuka pintu dan menanyakan perihal maksud kedatangannya.
"Aku ingin menemui pak Bram. Katakan saja aku Toni, pegawai lama pak Lionel", Kevin tak punya cara lain. Perempuan itu pun mengangguk dan menemui Bram.
Bram Lewis pun menemui Kevin karena sedikit menghargai mendiang Lionel.
"Ada apa?", Bram menyapa tanpa basa basi.
"Begini tuan Bram. Saya telah bekerja kepada tuan Lionel lama. Setelah beliau pergi, bisakah saya bekerja kepada tuan?", Kevin merendah.
"Kamu, tukang bersih-bersih kan?", Bram jelas pernah melihat wajah Toni. Kevin pun mengangguk.
"Ya, tak apa. Tapi sepuluh tahun maksimal karena aku tak butuh jompo yang lelet", Bram terang-terangan mengatai Kevin dalam wujud Toni yang tua. Namun Kevin tersenyum senang karena rencananya berhasil.
"Paling lama aku tinggal sebulan saja di sini, Bram", batin Kevin.
Bram kembali ke ruang kerjanya. Sedangkan Kevin diantar ke kamar pembantu dan langsung bekerja hari ini juga. Kevin dengan giat bekerja sembari mendengar laporan informan lokal. Bahkan apa yang dikerjakan Bram barusan pun tidak luput dari pengamatan.
Hanya saja, kelemahan para hewan itu tidak bisa membaca tulisan, hanya mampu memahami ucapan.
"Oh, Ben Frank ada di benua Amerika. Jauh juga", batin Kevin yang tengah membersihkan parit. Jelas sistem drainase di sini berbeda dengan kota Dorman. Karenanya Kevin diuntungkan hingga punya kesibukan sebagai alibinya.
Malam harinya, Kevin mendapat laporan bahwa Bram akan melakukan telekonferensi dengan pembesar organisasi mafia di bawah kepemimpinan Ben.
"Duh, merepotkan sekali", keluh Kevin dalam hati. Ia harus menyamar lagi agar bisa melihat wajah Ben Frank. Sayangnya, meski Kevin berhasil menyusup, wajah Ben tidak ada di layar telekonferensi. Hanya ada logo elang emas. Namun ia melihat satu wajah yang familiar, ajudan Vico.
"Apa dia anggota mafia dalam tubuh kepolisian?", batin Kevin yang sedikit terkejut.
"Kalau benar, maka mungkin dia lah alasan Ben menyembunyikan diri agar tidak menjadi target pemusnahan setelah Vico dan Lionel", tebak Kevin dalam benaknya.
Rapat virtual itu juga membahas kedatangan sosok baru yang harus diwaspadai, yaitu Kevin dengan wajah aslinya dan ciri tubuhnya beserta jabaran kekuatan yang dimiliki Kevin.
"Wah, lumayan hebat", puji Kevin dalam hati karena mereka mampu mendapatkan informasi dirinya dengan sangat akurat. Saat sedang dalam telekonferensi, ajudan Vico memberi kabar.
"Hati-hati terhadap bawahan Lionel bernama Toni. Baru saja aku mendapat kabar bahwa ada jasad yang mirip dengan Toni di jurang di dekat mansion Lionel.
Kalau benar Toni ini adalah penyusup, maka dia pasti ada hubungan dengan si Kevin yang kita cari. Ingat, hati-hati dan singkirkan dia segera saat ada kesempatan!", ujar ajudan Vico yang dipanggil dengan sebutan Naga Merah.
Bram yang mendengar kabar itu pun mengangguk. Namun Kevin tidak bergeming. Ia mengamati jalannya telekonferensi hingga akhir untuk mendapatkan banyak informasi terkait mafia elang emas dan update rencana ke depan.
Usai keluar ruang kerja, Bram mencari keberadaan Toni. Namun cukup lama mencari, ia masih belum menemukan keberadaannya.
"Mana mungkin dia tahu dirinya kutargetkan sekarang?", gumam Bram, kini yakin dengan informasi dari Naga Merah bahwa Toni adalah penyusup dan berhubungan erat dengan sosok Kevin.
"Siapa sebenarnya Kevin ini? Bagaimana bisa seorang gelandangan seorang diri bisa bekerja serapi dan sekuat ini?", pikir Bram yang penasaran dan bahkan curiga bahwa Kevin bukan gelandangan, melainkan agen yang menyamar dan kini mendapat perintah untuk melenyapkan kekuatan dunia bawah.
"Bisa saja begitu. Mana ada gelandangan bisa masuk ke kota Dorman tanpa sumber daya dan dukungan yang kuat", lirih Bram, membangun asumsi logis berdasar rekam jejak Kevin yang berhasil mereka kumpulkan.
Kevin tidak mempedulikan Bram dan terus mengais informasi dari ruang kerjanya. Ia bahkan menemukan sebuah kartu berlogo elang emas dan menyembunyikan ke dalam sakunya.
"Sepertinya sudah saatnya aku pergi", batin Kevin, meski tidak takut kepada Bram, ia tak suka menghabisi terlalu banyak bawahan. Setidaknya Vico dan Lionel adalah atasan yang layak dibasmi. Meski mungkin akan terjadi suksesi pemimpin, ia berharap akan ada perubahan.
"Hufh, era digital begini, aku harus mencari rekan yang ahli meretas agar bisa dapat informasi dengan akurat dan cepat namun minim risiko", pikir Kevin, saat melangkah tenang di sekitar Bram untuk kembali ke hutan buatan kota Dorman.
Dalam beberapa menit saja, Kevin sudah berada di atas pohon hutan buatan kota Dorman. Ia ingin memulihkan energi cincin keramat dan menyusun strategi terbaik menghadapi para penjahat yang menjebaknya sehingga seolah dia sengaja berbuat onar tanpa sebab yang benar.
Kevin melihat tiga mata cincin telah meredup. Ia pun segera menyerap energi dengan akar pohon.
"Wah, sungguh nyaman di sini. Tenang dan segar. Sayangnya aku tak bisa terus berdiam diri selamanya", gumam Kevin. Ia kini tahu, seberapa banyak energi yang ia gunakan selama kamuflase. Itu bahkan lebih banyak dibanding melancarkan serangan berdampak besar.
Tentu saja karena ia harus memodifikasi banyak sel tubuh dan bahkan susunan atom benda yang melekat di tubuhnya. Meski Kevin tidak tahu tentang ini, tetap saja hukum Tuhan berlaku dan mengikat. Meski dengan keberadaan cicin sesakti itu pun, Kevin tetap lah manusia yang diciptakan dan terikat dengan alam.
"Kartu ini, apa kunci masuk ke markas organisasi elang emas itu?", pikir Kevin sembari membolak balik kartu di tangannya.
"Tapi, bagaimana aku bisa ke benua itu? Sepertinya jauh", gumam Kevin. Ia tahu saat ini berada di Asia dan tak tahu berapa lama bisa tiba si sana tanpa armada apapun. Juga, di mana ia bisa mendapat area berenergi besar seperti hutan buatan ini.
"Hufh, sudah lah. Sementara aku akan berurusan dengan kasino itu saja hingga beres", putus Kevin. Sebelum menindak organisasi elang emas, ia memilih yang terdekat saja.