Tuhan menciptakan rasa cinta kepada setiap makhluknya. Jika cinta itu tak bersambut atau tak terbalaskan, apakah itu salah cintanya?
Akankah sebuah hubungan yang terlalu rumit untuk di jelaskan akan bisa bersatu? Atau....hanya mampu memiliki dalam diam?
Hidup dan di besarkan oleh keluarga yang sama, akankah mereka mengakhiri kisah cintanya dengan bahagia atau....menerima takdir bahwasanya mereka memang tak bisa bersatu!
Mak Othor receh datang lagi 👋👋👋👋
Rishaka dll siap menarik ulur emosi kalian lagi 🤭🤭🤭
Selamat membaca ✌️✌️✌️
Kalau ngga suka, skip aja ya ✌️ jangan kasih rate bintang 1
makasih 🥰🥰🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ibu ditca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
"Ke sini sama Shaka?", tanya Ziyad. Citra mengangguk sambil menyerahkan dokumen itu pada sang suami.
"Huum. Ya walaupun Shaka telat dikit, ngga apa-apa kan?"
Ziyad mengangguk pelan sambil membaca dokumen yang Citra bawa.
Ziyad melihat istrinya yang sedang senyum-senyum.
"Kenapa?", tanya Ziyad.
"Kenapa apanya mas?"
"Itu, senyum-senyum sendiri." Citra menarik nafas sesaat.
"Shaka udah ngga ada hubungan apa pun sama Cyara."
Ziyad menghentikan gerakannya membuka halaman dokumennya, talo setelah itu lanjut lagi.
"Anaknya patah hati, mamanya malah seneng!", sindir Ziyad.
"Kamu juga pengen mereka pisah kan mas? Demi kebaikan mereka?", tanya Citra yang sedikit tersinggung ucapan sang suami. Seolah ia bahagia di atas penderitaan Shaka wkwkwkw
"Ya...ya ...ya!", jawab Ziyad mencari aman. Sejak menjadi istri satu-satunya Ziyad, Citra pun mulai ceria meski usianya tak lagi muda.
"Menurut kamu mas, Habibah itu gimana?"
"Gimana apa nya?", Ziyad menautkan kedua alisnya.
"Ya...maksudnya, dia cantik apa ngga? Baik? Apa gimana menurut mas?", cerca Citra.
Ziyad menutup map dokumennya lalu menatap sang istri.
"Jangan bilang kamu mau jodohin Shaka sama Habibah?!", tebak Ziyad.
"Ngga jodohin lah mas...mengarah ke sana aja sih heheheh!"
"Sama aja!", ujar Ziyad berdiri memutari meja lalu mengajak Citra duduk di sofa. Keduanya duduk bersebelahan.
"Sebagai orang tua, ngga ada salahnya kan mas mencoba memberikan arahan yang baik buat anak. Mama rasa...Bibah gadis yang baik, shalih, keluarganya juga mas cukup kenal kan?"
Ziyad mengusap bahu istrinya.
"Iya, mas tahu. Tapi biarkan Shaka menentukan sendiri. Selama satu akidah, mas tidak keberatan. Bukan mau egois seperti kita ke Cyara. Tapi biarlah Shaka dengan ajaran agama kita, dan Cyara dengan apa yang dia imani. Lalu soal Habibah, kita tidak tahu bagaimana dengan Bibah sendiri. Jangan di paksa !"
"Mama yang ngga bakal maksain Bibah, mas. Cuma usaha untuk mendekatkan mereka ,ngga salah kan?", tanya Citra sambil tersenyum.
Ziyad terkekeh mendengar Citra yang getol mendekati Habibah hanya untuk mendekatkan Shaka dengan gadis itu.
💜💜💜💜💜💜💜
Gerimis rintik mulai turun. Dua manusia yang ada di dalam mobil sama-sama diam dan tak ada yang membuka suara.
Dddrrtt.....
Ponsel Ica bergetar, Galang yang menghubunginya. Belum ada sepuluh menit, tapi pemuda itu sudah menghubunginya lagi.
[Assalamualaikum ,mas?]
Tak ada sahutan di seberang sana, hanya terdengar beberapa orang yang sedang mengobrol. Suara Galang juga tak terdengar. Ica memandangi ponselnya.
Apa kepencet ya? Batin Ica.
Karena tak ada respon dari seberang sana, Ica mematikan sambungan telpon itu. Lalu ia mengetik pesan untuk Galang.
[Ada apa mas telpon aku? Aku masih di jalan? Apa kepencet ya jadi ngga sengaja telpon aku?]
Usai mengirim pesan untuk Galang, Ica kembali memasukan ponselnya ke dalam tasnya.
Shaka masih fokus dengan setirnya. Di perempatan lampu merah, mobil itu pun berhenti.
"Ca...!''
''Ka...!"
Ucap keduanya bersamaan. Keduanya menoleh dan kompak tersenyum.
"Lo dulu!"
"Ngga, om aja dulu!", kata Ica yang sudah menegaskan diri untuk tak larut dalam perasaan yang salah. Ia harus sadar, Shaka om nya! Adik kandung uminya! Perasaannya pada Shaka itu tidak wajar!!!!
"Heuh! Om??!!", Shaka mengetuk-ngetuk jarinya di benda melingkar itu.
"Faktanya seperti itu. Maaf sebelumnya kalau udah bikin om marah!", kata Ica menunduk.
Shaka terkekeh pelan.
"Geli gue di panggil om!", kata Shaka. Ica menoleh pada om gantengnya yang sedang tertawa.
"Kenyataannya kan emang Lo itu om gue. Gue salah...udah...hah!"
"Lo pernah bilang, perasaan ngga bisa di paksakan Ca? Dan gue ngga nyalahin Lo. Kemarin, gue cuma kaget. Sama sekali ngga marah sama Lo!", Shaka mengusap puncak kepala Ica.
"Heum?", gumam Ica sambil menoleh pada Shaka.
"Dan gue harap, Lo tetap sayang sama gue. Karena gue, om Lo! Bukan rasa sayang antara dua manusia berbeda jenis!", kata Shaka.
Ada perasaan yang entah apa di dalam sudut hati Ica. Antara kecewa, sedih atau lega yang ia sendiri tak tahu apa.
Ia lega, Shaka tak marah padanya. Tapi ia juga kecewa karena...ya sudahlah!!
"Dari bayi kita udah sama-sama Ca. Emang udah sepantasnya kita saling menyayangi."
Shaka menoleh sambil tersenyum. Sedang Ica masih cukup larut dalam perasaannya meski bibirnya sedikit menyunggingkan senyum.
Shaka tahu, senyuman Ica palsu. Tapi itu lebih baik di banding mereka terus saling diam!
"Gue...udah mutusin buat lepasin Cyara!", ujar Shaka tiba-tiba. Ica menoleh pelan ke arah samping.
"Oh...!", hanya itu yang keluar dari bibir Ica.
"Responnya gitu banget?", tanya Shaka.
"Prihatin kek apa gimana?!", kata Shaka. Pemuda itu memutar setir menuju ke belokan yang mengarah ke perumahan Syam.
"Ngga tahu harus komen apa. Pokoknya semoga kalian akan sama-sama bahagia ke depannya!", kata Ica.
Shaka meraih tangan Ica dan di genggamnya.
"Makasih udah sayang sama gue. Gue juga sayang sama Lo, keponakan kesayangan?!", kata Shaka. Setelahnya ia mengusap puncak kepala Ica.
Ica lagi-lagi tersenyum tipis.
"Soal Lo sama Galang, serius kan?", tanya Shaka. Ica mengangguk pelan.
"Heum!", gumam Ica.
"Jangan permainkan perasan orang. Gue yakin, Galang bisa bahagiain Lo!", ujar Shaka.
"Aamiin. Tapi gue liat...Lo ngga kaya orang patah hati?", tanya Ica yang sudah berusaha untuk kembali ke mode cerianya lagi setelah mendadak kalem kemarin-kemarin.
"Gue ngga harus nangis-nangis di depan Lo gara-gara patah hati kan?",Shaka mendengus sebal.
Ica terkekeh melihat ekspresi wajah tak terima Shaka yang di tuduh patah hati. Shaka sendiri bersyukur dalam hati.
Hubungannya dengan Ica mulai kembali menghangat.
Gue tahu, Lo berusaha lupain perasaan Lo ke gue Ca. Dan...gue berterima kasih buat usaha Lo! Batin Shaka.
💜💜💜💜💜💜💜💜💜
Riang selesai menceramahi Tata yang pulang di antar oleh gurunya tadi siang. Masalahnya ,Riang belum merepet tapi Tata sudah dulu ke kamar. Dan saat sore, gadis gemoy itu baru turun karena merasa lapar.
Padahal uminya sudah memanggil Tata di depan kamar sejak guru yang mengantar Tata pulang. Uminya ingin mengajaknya makan siang. Dia khawatir kalau anak bungsunya terlanjur sakit pasca pingsan di sekolah.
Sayangnya, Tata justru turun saat hari menjelang petang.
"Kok turun? Kirain betah di atas terus!", sindir Riang sambil membereskan meja makan.
"Umi....!", Tata merengek dan memeluk Riang dari belakang.
Riang menghela nafas panjang dan membiarkan Tata terus memeluk tubuh langsingnya.
"Alasan apa lagi? Tadi Pak Zayyan udah jelasin kok, dia juga udah minta maaf!", kata Riang. Tata mengangkat kepalanya dan memutar badan Riang.
"Pak Zayyan minta maaf?", tanya Tata. Riang yang bingung pun hanya mengangguk.
"Kenapa? Wajar dong dia minta maaf? Dia ngga tanya dulu sebelum kalian mulai olahraga. Kekuatan fisik anak kan beda-beda."
Tata mengangguk lalu duduk di salah satu bangku. Rambut Tata tergerai berantakan. Riang menggelung rambut Tata karena takut ada helaian rambut yang jatuh mengenai makanan di atas meja.
"Tata pikir tuh guru baru saklek Mi, gengsi buat minta maaf!", ujar Tata.
"Siapa yang gengsi buat minta maaf?", tiba-tiba Ica dan Shaka masuk ke ruang makan bersamaan.
Tata mengangkat salah satu alisnya.
"Nyamber we kos kilat!", celetuk Tata.
"Kamu tuh ya ...???", Ica geregetan.
"Bukannya kasih salam!", sindir Riang. Ica dan Shaka tertawa malu-malu.
"Assalamualaikum Umi/Miba!", kata Ica dan Shaka bersamaan.
Tata masih menatap sinis pada keduanya.
"Udah baikan?", ledek Tata menatap Om dan kakaknya. Ica dan Shaka melotot tajam pada Tata. Tata sendiri siap berlindung di belakang Riang.
Riang hanya bisa menghela nafas dan memperbanyak stok sabar untuk menghadapi ketiga bocah gede itu!
Duh Gusti...paringono sabar! Batin Riang. Dia sering mendengar papanya berkata demikian.
💜💜💜💜💜💜
Minggunya di guyur hujan. Alhamdulillah 🙏
terimakasih 🙏✌️🙏✌️🙏✌️
klu bibah sm shaka rasay gmn ya shaka sdh bekas cyra kasian bibah dapat sisa🤣🤣🤣🤣😆😆😆😊
.,🤣🤣🤣🤣