Sandra, gadis yang hidup sengsara di keluarga kaya Hartawan. Sejak kecil, ia diperlakukan kejam oleh orang tuanya, yang sering memukul, menyalahkannya, dan bahkan menjualnya kepada pria-pria tua demi uang agar memenuhi ambisi keuangan orang tuanya. Tanpa Sandra ketahui, ia bukan anak kandung keluarga Hartawan, melainkan hasil pertukaran bayi dengan bayi laki-laki mereka
Langit, yang dibesarkan dalam keluarga sederhana, bertemu Sandra tanpa mengetahui hubungan darah mereka. Ketika ia menyelidiki alasan perlakuan buruk keluarga Hartawan terhadap Sandra, ia menemukan kenyataan pahit tentang identitasnya. Kini, Langit harus memilih antara mengungkapkan kebenaran atau tetap bersama Sandra untuk melindunginya. Sementara Sandra, cinta pertamanya ternyata terikat oleh takdir yang rumit bersamanya.
#foreducation
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Littlesister, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gina
Gina, Raffi, dan Leo duduk di meja makan bersama Sandra. Mereka mencoba mencairkan suasana yang mulai tidak nyaman.
"Jujur ya, San. Gue nggak nyaman banget sama teman-temannya Damar. Mereka nggak sopan banget, komentar tentang tubuh gue kayak gue barang pajangan." kesal Gina
"Gue dengar kok tadi. Gue kira Damar bakal lebih tegas jaga sikap teman-temannya, tapi ya... begitulah." sambung Raffi.
"Lo sabar ya, San. Gue tahu ini nggak mudah. Tapi lo harus kuat." ucap Leo.
"Aku minta maaf ya, Gina. Aku nggak nyangka situasinya bakal kayak gini." timpal Sandra.
"Lo nggak salah, San. Kita ngerti kok keadaan lo. Gue cuma kesel sama mereka, tapi gue nggak marah sama lo." jelas Gina
"Lo tenang aja. Kita di sini buat lo, San. Kalau ada apa-apa, lo selalu bisa cerita ke kita." sambung Raffi.
"San, gue nggak ngerti ya, tapi teman-temannya Damar itu nggak sopan banget. Gue bisa denger mereka ngomongin gue. Serius deh, lo tahan banget tinggal sama Damar kalau temen-temennya kayak gitu?" tanya Gina.
"Na, lo tenang dulu. Gue tahu lo kesal, tapi mungkin mereka nggak bermaksud begitu. Meskipun... ya, gue setuju sih, itu nggak sopan." timpal Raffi.
"San, jujur aja. Lo nyaman nggak dengan situasi ini? Kalau nggak, lo harus ngomong ke Damar. Dia harus jaga sikap temen-temennya." ucap Leo.
"Aku tahu, Na, Fi, Le. Aku juga nggak suka mereka ngomongin kayak gitu, apalagi soal kamu, Na. Tapi aku nggak tahu harus gimana. Damar selalu bilang itu cuma bercanda." jelas Sandra.
"San, lo harus kuat. Gue tahu ini susah, tapi lo nggak sendirian. Kalau ada apa-apa, kita selalu ada buat lo." balas Gina.
Sandra mengangguk pelan, merasa sedikit lega dengan dukungan teman-temannya. Namun, jauh di dalam hatinya, ia merasa kecewa dengan sikap Damar yang membiarkan situasi seperti ini terus terjadi.
Di dapur, Gina, Leo, dan Raffi sedang duduk di meja makan sambil berbincang santai. Tiba-tiba, Tio, salah satu teman Damar, masuk ke dapur dengan senyuman lebar.
"Halo, Gina, ya? Wah, cantik banget sih. Jadi temennya Sandra nih, ya?" tanya Tio.
"Iya, kenapa memangnya?" jawab Gina singkat.
"Cuma penasaran aja. Tadi di ruang tamu gue denger-denger lo single. Bener nggak?" sambung Tio.
"Kayaknya itu bukan urusan lo deh. Lagian, gue nggak tertarik." balas Gina.
"Galak banget sih. Tapi gue suka cewek galak. Justru makin bikin penasaran." timpal Tio.
Gina hanya menghela napas panjang, berusaha mengabaikan Tio. Tapi Tio semakin berani.)
"Eh, serius deh. Gue rasa lo cocok banget jadi pacar gue. Gimana? Kasih gue kesempatan dong." goda Tio.
"Gue udah bilang kan? Gue nggak tertarik. Jangan ganggu gue." kesal Gina.
Namun, Tio tidak menyerah. Baginya, semakin galak Gina, semakin menarik perempuan itu di matanya.
"Ih, beneran nih nggak tertarik? Masa iya cewek secantik lo nggak butuh cowok keren kayak gue?" tanya Tio.
"Serius deh, lo nggak capek ngomong kayak gitu? Kalau nggak ada hal penting, mending lo balik aja ke ruang tamu." marah Gina.
Melihat situasi itu, Leo yang sedari tadi menahan diri akhirnya tidak bisa lagi tinggal diam. Ia bangkit dari kursinya dan menatap Tio dengan penuh amarah.
"Tio, lo denger nggak tadi? Gina udah bilang dia nggak tertarik. Jangan kurang ajar deh." bentak Leo.
"Eh, santai dong, Le. Lo kenapa jadi pahlawan kesiangan sih? Apa jangan-jangan lo suka sama Gina, hah?" cibir Tio.
"Lo nggak usah ngatur urusan gue. Gue cuma nggak suka lo kurang ajar ke Gina." tegas Leo.
"Kenapa? Lo takut gue dapetin Gina duluan? Santai aja, Bro. Kalau lo emang suka, bilang dong ke dia, jangan cuma diem-diem jadi bodyguard." ejek Tio.
Leo terpancing. Dengan suara keras, ia akhirnya mengutarakan isi hatinya.
"Iya, gue suka sama Gina! Lo puas?! Gue nggak suka lo gangguin dia atau bikin dia nggak nyaman!" jelas Leo.
Semua orang yang mendengar perkataan Leo langsung terdiam. Suasana menjadi sangat canggung. Raffi yang menyadari situasi itu segera mengambil alih untuk menghindari konflik lebih lanjut.
"Oke, kayaknya udah cukup. Gue rasa kita mending cabut dulu aja." ucap Raffi.
Raffi menoleh ke Gina dan Leo, memberi isyarat untuk ikut dengannya.
"Gina, Leo, ayo kita pulang aja. Daripada tambah ribet di sini." ajak Raffi.
Gina mengangguk setuju, masih kesal dengan Tio, tapi juga merasa canggung dengan pengakuan Leo. Mereka bertiga pamit kepada Sandra sebelum meninggalkan rumah. Setelah teman-temannya pergi, Sandra langsung menemui Damar di ruang tamu. Ia tampak marah besar.
"Mas, kenapa sih kamu nggak bisa ngatur temen-temen kamu? Lihat tuh Tio, dia kurang ajar banget ke Gina! Kamu cuma diem aja, malah ketawa." kesal Sandra
"San, kamu lebay deh. Mereka cuma bercanda kok. Nggak ada yang serius." balas Damar.
"Mas, itu nggak bercanda. Gina jelas-jelas nggak nyaman! Aku nggak ngerti kenapa kamu nggak bisa nasihatin temen kamu supaya sopan." marah Sandra.
"Kamu tuh selalu aja ngebela temen-temen kamu! Gimana dengan temen-temen aku, hah? Kamu nggak pernah hargain kehadiran mereka!" bentak Damar.
Suasana semakin memanas. Melihat pertengkaran itu, teman-teman Damar yang lain merasa tidak enak dan akhirnya memutuskan untuk pamit pulang.
Suasana grup WhatsApp yang biasanya ramai mendadak sepi. Tiba-tiba, notifikasi muncul.
[Gina telah keluar dari grup.]
Semua anggota grup terkejut, terutama Langit yang tidak mengetahui apa yang terjadi.
"Loh, kenapa Gina keluar? Ada apa? Ada yang tahu?" tanya Langit.
Raffi segera membalas pesan Langit dengan penjelasan singkat.
"Ngit, tadi ada kejadian nggak enak di rumah Sandra. Temen-temennya Damar kurang ajar ke Gina. Gue sama Leo sampai harus nahan situasi biar nggak tambah parah." jelas Raffi.
"Apa maksud lo kurang ajar? Jelasinnya yang bener, Fi." sambung Langit.
"Jadi gini... Ada temennya Damar, Tio, yang sok akrab sama Gina. Awalnya cuma godain, tapi lama-lama makin nggak sopan. Gina jelas-jelas nggak nyaman, tapi dia nggak mau bikin ribut. Leo yang nggak tahan akhirnya marah, dan... ya, situasinya jadi nggak enak. Gina mungkin malu karena jadi pusat perhatian." jelas Raffi.
"Serius, Fi?! Kenapa nggak ada yang ngehajar tuh orang?! Kenapa sampai Gina keluar grup segala?" kesal Langit.
"Ngit, kita udah coba netralin situasi tadi. Tapi Gina pasti ngerasa nggak nyaman banget. Gue rasa dia keluar grup karena malu, bukan karena marah sama kita." ucap Raffi
"Kita nggak bisa biarin ini, Fi. Gina tuh bagian dari kita. Gue nggak mau persahabatan kita jadi renggang gara-gara kejadian kayak gini." timpal Langit.
Langit mulai mencari solusi untuk membawa Gina kembali ke grup dan memperbaiki suasana.
"Menurut lo, gimana caranya biar Gina nggak ngerasa malu lagi dan mau balik ke grup?" tanya Langit.
"Gue udah coba chat dia tadi, tapi dia nggak bales, Ngit. Gue takut dia makin salah paham sama kita semua." jawab Leo.
"Kita harus kasih tahu dia kalau dia nggak salah apa-apa. Yang salah itu temennya Damar. Gue rasa kita semua harus ngomong ke Gina langsung, biar dia tahu kita tetap dukung dia." sambung Langit.
"Setuju. Kalau perlu, kita bikin rencana buat ketemu langsung. Gue bisa chat dia pribadi, tapi kalau gue doang yang ngomong, dia mungkin nggak bakal percaya. Kita harus solid." tulis Raffi.
"Oke, gue juga bakal coba ajak dia ngobrol pelan-pelan. Nggak perlu langsung bahas kejadian tadi, biar dia nggak tambah risih." balas Leo.
"Gue juga mau minta maaf ke Gina. Gue tadi marah banget sama Tio sampai suasananya jadi makin kacau." sambung Leo.
"Le, lo nggak salah. Lo cuma belain Gina. Gue yakin dia ngerti niat lo." jelas Langit.
Setelah diskusi panjang dan usaha yang dilakukan oleh Reyhan, Raffi, dan Leo. Keesokan harinya, Gina akhirnya bersedia kembali ke grup WhatsApp mereka. Notifikasi muncul di layar ponsel mereka.
[Gina telah ditambahkan kembali ke grup oleh Raffi.]
"Halo semuanya. Maaf ya gue sempat keluar grup. Gue cuma... butuh waktu buat nenangin diri." sapa Gina.
"Tenang, Na. Yang penting sekarang lo udah balik. Kita semua dukung lo kok." balas Raffi.
"Gue juga minta maaf ya, Na. Gue terlalu emosi waktu itu." tulis Leo.
"Nggak apa-apa, Le. Gue ngerti kok lo marah karena ngebelain gue. Gue makasih banget sama kalian semua." balas Gina.
"Akhirnya lo balik juga, Na. Kita semua di sini nggak ada yang salahin lo, dan kita selalu ada buat lo." timpal Langit.
"Thanks, Ngit. Gue seneng banget punya temen kayak kalian." tulis Gina.
Di tengah percakapan mereka, Sandra tiba-tiba muncul di grup, mengirimkan pesan yang cukup panjang.
"Maaf banget, semuanya. Aku ngerasa bersalah banget atas kejadian kemarin. Aku nggak bisa jaga suasana di rumah, dan malah bikin Gina nggak nyaman. Aku bener-bener minta maaf." tulis Sandra.
"Eh, San, nggak usah minta maaf. Itu bukan salah lo. Lo juga pasti nggak enak dengan kejadian itu." balas Gina.
"San, lo nggak salah apa-apa. Kita tahu lo udah berusaha. Yang salah itu temen-temennya Damar." timpal Raffi.
"Ya, bener banget. Jangan nyalahin diri lo terus, Nis. Kita semua ngerti kok situasinya susah buat lo." jelas Leo.
Sandra membaca pesan-pesan itu dengan lega, tetapi ia masih merasa bersalah. Langit kemudian mengirimkan pesan untuk menyemangatinya.
"San, dengerin aku. Kamu nggak usah terlalu keras sama diri kamu sendiri. Kamu udah berusaha sebisa mungkin, dan kita semua tahu itu. Aku yakin kamu bisa atasi semua ini, pelan-pelan. Kita semua di sini buat kamu." tulis Langit.
"Thanks, Langit. Dan makasih juga buat kalian semua. Aku nggak tahu harus gimana kalau nggak ada kalian." balas Sandra.
Misal.
"Aw, rasanya nyeri sekali. Walaupun ini bukan yang pertama kali, tetap saja rasanya sakit. Dia terlalu kasar di atas ranjang," ucap Sandra bla bla bla.
mmpir juga ke ceritaku yg "Terpaksa dijodohkan dengan seorang dosen"
tolong mampir lah ke beberapa novel aku
misal nya istri kecil tuan mafia