Bintang panggung dan penulis misterius bertemu dalam pertemuan tak terduga.
Rory Ace Jordan, penyanyi terkenal sekaligus sosok Leader dalam sebuah grup musik, terpikat pada pesona Nayrela Louise, penulis berbakat yang identitasnya tersembunyi.
Namun, cinta mereka yang tumbuh subur terancam ketika kebenaran tentang Nayrela terungkap.
Ikuti kisah mereka....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FT.Zira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. KCTT 27.
"Kalau begitu, ijinkan kami membantu menghabiskan makanannya," dia berkata dengan nada santai, lalu duduk di samping Rory seraya merebut Kroketten dari tangan Rory, menurunkan maskernya sendiri sebelum memasukkan makanan itu ke dalam mulutnya tanpa rasa canggung.
"Hanya jika kamu tidak keberatan tentang ini," satu pria lain menimpali, lalu duduk di samping Rory yang masih kosong hingga kedua orang yang baru saja datang itu mengapit Rory seraya menurunkan sedikit masker yang ia kenakan.
"Kalian_,,,,"
Kalimat Nayla menggantung di udara, namun kedua matanya menatap dua pria itu secara bergantian.
"Senang bertemu denganmu lagi,,,, ehmm Nay-la? Apakah aku benar?" ucap Thomas tersenyum.
"Ahh,,, Ya, benar. Dan kalian teman Rory di cafe waktu itu?" sambut Nayla bertanya.
"Yap,,, Santai saja, kami tahu kamu tidak menggunakan nama Rory untuknya," goda Thomas.
"Han hau hau? Hia lebih hanyak hicara hentangmu dari siapapoun, ( Dan kau tahu? Dia lebih banyak berbicara tentangmu dari siapapun)" sambung Ethan dengan mulut penuh makanan.
"Telan dulu makananmu sebelum kau bicara! Nayla tidak mengerti apa yang kau ucapkan," tegur Thomas.
"Ahu hakin hia meherti, (Aku yakin dia mengerti)" jawab Ethan.
"Berisik! Kenapa kalian di sini?" hardik Rory.
"Kuharap itu adalah hal baik," sambut Nayla tersenyum.
"Nayy,,," keluh Rory memasang wajah memelas.
"Lihat, dia mengerti apa yang aku katakan," sahut Ethan tersenyum senang setelah menelan makanan di mulutnya.
"Kami masih menyayangi wajah kami, alasan itu cukup untuk tidak berbicara buruk tentangmu," jawab Thomas.
"Benarkah?" ucap Nayla dengan alis terangkat.
"Sangat, dia akan menghajar kami jika kami berani mengatakan hal buruk tentangmu," jawab Ethan.
"Hentikan,,,! Kalian terlalu banyak bicara. Jika kalian ingin makanannya, ambil dan pergilah!" usir Rory dengan wajah memerah.
"Kenapa? Nayla bahkan tidak keberatan kami di sini, bukankah begitu, Nay?" tanya Ethan.
"Naya hanya terlalu baik hingga dia kesulitan untuk mengatakan tidak pada kalian berdua," sahut Rory.
Nayla tersenyum sembari menggelengkan kepala, merasa nyaman berada di depan mereka meski ia baru saja mengenal keduanya. Sikap konyol yang mereka tunjukkan justru membuat kedekatan mereka terlihat jelas di matanya.
"Tenanglah Roy, aku tidak keberatan dengan ini," ucap Nayla tersenyum.
"Lihat, Nayla bahkan mengatakan tidak keberatan," sahut Ethan.
"Jika kamu ingin kami pergi, boleh saja, asalkan Nayla bersama kami," imbuhnya tanpa beban.
"Tidak bisa!" tolak Rory.
Rory mendorong Ethan untuk menjauh, namun pria itu justru menikmati makanan yang ada tanpa memperdulikan bagaimana sikap Rory terhadapnya.
'Sejujurnya aku penasaran mengapa mereka juga menutupi wajah mereka menggunakan masker? Wajah mereka tanpa celah, tidak ada alasan mengapa harus menyembunyikan wajah,' batin Nayla.
"Jadi, katakan padaku!" ucap Thomas mengarahkan pandangan pada Nayla, membuat wanita itu segera tersadar dari lamunan singkat yang baru saja mengganggu hati wanita itu.
"Apakah kamu masih mengingat kami?" sambungnya.
"Tentu saja,"
"Kamu Thomas, dan dia_,,,," Nayla menjawab, lalu beralih pada Ethan yang tengah menikmati makanan tanpa peduli dengan sekitar.
"Ethan?" ucap Nayla menaikan alisnya.
Ethan tersenyum puas dan mengangguk dengan mulut penuh, terdiam sejenak untuk menelan makanan sebelum membuka suara,
"Aku terkesan kamu mengingatku," puji Ethan.
"Atau kamu hanya asal menebak?" imbuhnya bertanya.
"Kau bisa mengingatnya?" Thomas bertanya dengan sorot tak percaya.
"Bagaimana kamu bisa mengingatnya?" Rory menimpali setelah beberapa saat terdiam
"Mereka kembar identik, namun rambut dan mata mereka memiliki warna yang berbeda. Dan jika aku lihat lagi sekarang, dia lebih banyak bicara jika dibandingkan dengan saudaranya, itupun kalau perkiraanku tidak meleset," ucap Nayla.
"UHHUKKK,,,,!!!"
Ethan tersedak makanan yang baru saja ia telan ketika apa yang di ucapkan Nayla membuat dirinya terkejut. Secara naluri, Rory memberikan minuman miliknya pada Ethan yang sudah menjadi sahabatnya sejak lama.
"Kau sungguh memiliki kebiasaan sangat buruk," Rory menggerutu pelan, detik berikutnya mengarahkan pandangan pada Nayla dengan keterkejutan yang dimiliki semua orang.
"Apakah aku mengatakan hal yang salah?" tanya Nayla.
"Kamu bertemu dengan Nathan sekali dan bertemu denganku di sini untuk kedua kalinya, tapi kamu bisa menyadari perbedaan tipis itu?" tanya Ethan tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
'Tapi mengapa saat di kantor Mr. Darwin dia tidak mengingatnya? Dia juga tidak mengingatku,' batin Rory
"Sebenarnya kamu tidak mengatakan hal yang salah, justru itu sangatlah benar. Tapi_,,," Rory menggantung kalimatnya.
"Tapi?" tanya Nayla tak mengerti.
" Nathan dan Ethan adalah kembar identik. Wajah mereka sama persis tanpa ada yang kurang. Bahkan mulai dari kebiasaan, apa yang mereka suka dan tingkah laku semua hampir sama. Kami bahkan butuh waktu agak lama untuk benar-benar bisa mengenali dan menyadari perbedaan mereka. Tapi kamu_,,,," Thomas menatap takjub.
"Ahh begitu,,,." sahut Nayla
"Bagaimana kamu bisa menyadarinya?" tanya Rory penasaran.
"Saat itu aku melihat kalian berdua tanpa masker, dan kebetulan saja aku mengingat perbedaan itu," jawab Nayla.
"Kebetulan?" ulang Thomas tak percaya.
"Pernahkah kita bertemu sebelum di cafe saat itu?" pancing Ethan.
"Entahlah," sahut Nayla menaikan bahu.
"Aku tidak mengingat jika tentang itu, apakah kita pernah bertemu sebelum kita bertemu di cafe?" jawab Nayla balas bertanya.
'Pelupa tapi tidak pelupa, bagaimana tepatnya menyebut wanita seperti ini?' batin Ethan meringis.
Jeda keheningan terbentuk setelah Nayla menyelesaikan jawabannya, masih meninggalkan sisa keterkejutan yang sempat mereka rasakan.
"Omong-omong," Thomas angkat bicara.
"Apa yang akan kamu lakukan setelah ini, Nay?"
"Aku belum memutuskan. Adakah yang ingin kalian lakukan setelah ini?" Nayla balas bertanya.
"Sebenarnya, kami tidak berencana di sini dalam waktu lama, kami hanya ingin membeli buku, lalu pulang. Tapi, kami justru melihat kalian berdua, jadi kami mendekat untuk menyapa," terang Thomas.
Ethan menoleh dengan gerakan cepat, memberikan tatapan tak percaya pada sahabatnya yang ia kenal memiliki sisi tenang yang selalu menjadi penengah dalam tim.
'Lancar sekali dia berbohong,' batin Ethan.
"Buku?" ulang Nayla.
"Benar, aku dan Ethan menyukai buku yang sama. Itulah alasan kami berada di sini. Walaupun diawal kami sempat terpisah karena Ethan mengantar Nathan kesuatu tempat terlebih dahulu," jelas Thomas.
"Benarkah? Buku apa itu?" tanya Nayla penasaran.
"Karya Nyloes. Apakah kamu tahu buku itu?" jawab Thomas balas bertanya.
Nayla tertegun sejenak setelah mendengar pernyataan dari orang yang baru saja ia kenal, tidak menyangka ia akan bertemu dengan orang yang menyukai buku karyanya.
"Aku tahu buku itu," jawab Nayla.
"Apakah kamu juga membacanya?" tanya Thomas antusias.
Nayla menggeleng pelan.
"Tidak," menjawab pelan
"Kamu harus membacanya, buku itu sangat bagus. Aku bahkan langsung menyukainya setelah membaca satu buku yang aku pinjam dari Nathan saudaraku," ucap Ethan.
"Nathan juga menyukai buku itu setelah meminjam satu buku dari Thomas,"
"Hanya saja, kamu tidak bisa membeli bukunya kali ini karena buku itu telah habis terjual," tambahnya.
"Jadi, kalian si kembar yang menyukai buku?" goda Nayla.
"Katakan saja seperti itu, kami belum lama ini menyukai buku karya Nyloes. Berbeda dengan Thomas yang memang sejak kami mengenalnya, dia sudah menyukai buku itu, dan menjadi penggemar berat dari buku Nyloes," jawab Ethan.
"Aku tidak keberatan meminjamkannya padamu jika kamu ingin, hanya jika kamu suka membaca," Thomas menimpali.
"Terima kasih, aku menghargainya, tapi tidak perlu. Aku memang menyukai buku serta membacanya, tapi kamu tidak perlu meminjamkan buku itu padaku karena aku sudah memilikinya, "jawab Nayla
"EEEHHHH,,,,," Thomas dan Ethan berseru serempak.
"Tadi kamu mengatakan tidak membacanya, tapi kmu memiliki bukunya?" tanya Ethan heran.
"Apa yang salah dengan itu?" tanya Nayla.
"Tidak ada yang salah, tapi mengapa?" tanya Thomas.
"Sederhana, karena aku ingin menyelesaikan buku Conan Doyle yang baru saja aku beli terlebih dulu," jawab Nayla.
"Menarik, kamu menyukai cerita misteri?" tanya Thomas.
"Bukankah kisah misteri termasuk bacaan berat?" Ethan menimpali.
"Terutama deduksi yang dijabarkan oleh Sherlock Holmes. Otakku tidak bisa menjangkaunya,"
"Yah,,, tapi aku sangat menikmatinya. Banyak teori ilmiah di dalamnya," jawab Nayla.
"Terutama teori tentang pembunuhan mustahil yang diungkapkan oleh Holmes, dan seseorang yang menjadi musuh terberat Holmes, aku menyukai tokoh musuhnya," Thomas menimpali.
"Ahh,, Profesor James Moriaty," sambut Nayla.
"Benar," sahut Thomas.
"Aku bukan pecinta misteri, tapi salah satu buku yang pernah ku baca dari kisah Holmes adalah 'The Adventure Of The Final Problem'," ungkapnya antusias.
"Tentang Holmes dan Moriaty yang berkelahi dan jatuh ke jurang di air terjun Reichenbach Falls di Swiss. Sayangnya jasad mereka tidak ditemukan karena biaya penyelamatan yang mahal," sahut Nayla.
"Benar, sangat disayangkan," sambut Thomas.
"Rasanya menyenangkan bisa membicarakan hal yang sama dan kamu bisa menanggapinya seperti ini, Nay," ujar Thomas.
"Kuharap kalian tidak membicarakan tentang buku jika kalian bertemu lagi nanti," sindir Ethan.
"Atau otakku akan meledak saat itu juga," imbuhnya.
Mereka tertawa singkat, merasakan kedekatan yang sama meski ini kali pertama mereka saling berbincang.
"Dan kalian tahu apa yang lebih menarik?" tanya Rory tiba-tiba membuat tiga pasang mata mengarahkan pandangan pada pria itu dengan sorot bingung
"Pesta berakhir karena Ethan sudah menghabiskan seluruh makanannya," Rory mendengus kesal
Nayla dan Thomas saling pandang sejenak, beralih pandang pada Ethan yang menaikan bahunya seolah tidak terjadi apa-apa, lalu tertawa.
"Itu karena kamu membeli makanan terlalu sedikit," jawab Ethan tanpa beban.
"Aku tidak keberatan untuk menghabiskannya lagi jika kamu membeli makanan lain," imbuhnya.
"Astaga,,,!" Rory menggeram kesal sembari mengusap kasar wajahnya.
"Baik,,, Baik,,, Kami akan pergi," ucap Ethan dengan kedua tangan terangkat.
"Semoga kita bisa mengobrol lagi dilain kesempatan, Nay," ucap Thomas sebelum menutupi wajahnya lagi menggunakan masker.
"Senang mengenalmu Nay," Ethan menimpali seraya melakukan hal yang sama
"Sampai jumpa lagi," pamit Thomas.
Nayla tertawa pelan ketika dua teman Rory akhirnya pergi, meninggalkan wajah masam pada wajah Rory atas tingkah kedua temannya yang diperlihatkan pad Nayla.
"Maaf jika temanku membuatmu merasa tidak nyaman," ucap Rory.
"Terkadang mereka suka bersikap seenaknya dan konyol!" imbuhnya menggerutu.
"Tapi kamu peduli pada mereka seperti mereka juga peduli padamu, benar bukan?" sambut Nayla.
"Lebih dari apapun," sahut Rory.
"Aku mengenal mereka sejak kami masih remaja. Mereka menyenangkan, hanya saja seringkali membuatku kesal," imbuhnya.
"Aku tidak mempermasalahkan sikap mereka, Roy," sahut Nayla.
"Terima kasih, Nay," sambut Rory tersenyum lega diakhiri hembusan napas panjang.
"Apakah kamu keberatan jika kita naik Biangala sebelum pulang?" tanya Rory.
"Tidak sama sekali," jawab Nayla.
Rory tersenyum, mengulurkan tangannya yang segera disambut oleh Nayla.
Malam yang semakin larut justru membuat suasana festival menjadi lebih ramai dari sebelumnya. Keduanya kini berada di dalam Biangala. Posisi yang menjadi terbaik ketika Biangala akan berhenti selama tiga menit untuk memberikan pengunjung menikmati pemandangan dari atas. Tepat saat itu jugalah ledakan kembang api menerangi langit malam.
Nayla terpesona dengan indahnya kembang api hingga ia tidak menyadari, kedua mata Rory terpesona dengan keindahan malam yang dihiasi ledakan kembang api hanya ketika matanya tertuju pada Nayla.
...%%%%%%%%%%%%%...
. . . . . .
. . . . ..
To be continued.....