Dalam hidup, cinta dan dendam sering kali berdampingan, membentuk benang merah yang rumit. Lagu Dendam dan Cinta adalah sebuah novel yang menggali kedalaman perasaan manusia melalui kisah Amara, seseorang yang menyamar menjadi pengasuh anak di sebuah keluarga yang telah membuatnya kehilangan ayahnya.
Sebagai misi balas dendamnya, ia pun berhasil menikah dengan pewaris keluarga Laurent. Namun ia sendiri terjebak dalam dilema antara cinta sejati dan dendam yang terpatri.
Melalui kisah ini, pembaca akan diajak merasakan bagaimana perjalanan emosional yang penuh liku dapat membentuk identitas seseorang, serta bagaimana cinta sejati dapat mengubah arah hidup meskipun di tengah kegelapan.
Novel ini mengajak pembaca untuk merenungkan arti sebenarnya dari cinta dan dampaknya terhadap kehidupan. Seiring dengan alunan suara biola Amara yang membuat pewaris keluarga Laurent jatuh hati, mari kita melangkah bersama ke dalam dunia yang pennuh dengan cinta, pengorbanan, dan kesempatan kedua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susri Yunita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17. Konfrontasi di Ruang Kerja Dante
Amara berdiri diam di depan Dante, merasakan ketegangan memenuhi ruangan. Tatapan Dante yang penuh dengan rasa sakit dan tekad membuat Amara ingin menyerah begitu saja.
"Aku tidak tahu apa yang kamu ingin dengar, Dante," bisik Amara.
Dante melangkah maju, jaraknya dengan Amara semakin dekat.
"Aku ingin kebenaran, Amara. Kau menjauhiku, menghindar setiap kali aku mencoba bicara. Kau bilang kau tidak mencintaiku, tapi aku tahu itu tidak benar."
Amara mengalihkan pandangannya, berusaha menghindari sorot mata Dante yang seolah-olah bisa membaca pikirannya.
"Kenapa kamu tidak bisa menerima apa yang sudah aku katakan? Kita seharusnya tidak seperti ini," jawab Amara
Dante menghela napas, frustrasi, "Karena aku mengenalmu, Amara. Aku tahu saat kamu sedang menyembunyikan sesuatu. Aku bisa merasakan itu. Apa ini tentang nenekku?"Amara tersentak mendengar pertanyaan itu, tetapi ia cepat-cepat menenangkan diri.
"Tidak ada hubungannya dengan Nyonya Lauren. Ini keputusanku sendiri."
Dante menatap tajam. "Keputusanmu sendiri? Benarkah? Kalau begitu, lihat aku dan katakan bahwa kamu tidak mencintaiku tanpa sedikit pun ragu."
Amara membeku. Mulutnya terbuka, tetapi kata-kata tidak keluar. Dia mencoba mencari keberanian untuk mengatakan kebohongan itu lagi, tetapi hatinya terasa terlalu berat.
Dante dengan nada lembut berkata, "Lihat? Kamu tidak bisa melakukannya. Amara, aku tidak tahu apa yang nenekku katakan atau lakukan, tetapi aku tahu dia pasti terlibat. Tolong, biarkan aku membantu."
Amara akhirnya memberanikan diri menatap Dante, air mata mengalir tanpa bisa ia tahan lagi.
"Aku tidak bisa, Dante. Aku tidak bisa membawa kamu dalam semua ini. Kamu tidak tahu apa yang nenekmu mampu lakukan."
Dante menggenggam tangan Amara. "Kalau begitu, beri tahu aku. Jangan biarkan aku berada dalam kegelapan. Apa pun itu, kita bisa hadapi bersama."
Amara merasa pertahanan terakhirnya runtuh. Suara lembut Dante, kehangatannya, semuanya membuatnya ingin menyerah pada perasaan yang selama ini ia pendam. persetan dengan ancaman Nyonya Laurent, tapi...
Amara menggelengkan kepala. "Aku tidak bisa, Dante. Ini demi keselamatan ku dan demi kebaikanmu Dante"
Dante meninggikan suara sedikit. "Kebaikanku? Apakah kamu tidak mengerti? Kebaikanku adalah bersamamu, Amara! Aku tidak peduli dengan semua ancaman atau permainan nenekku. Yang aku pedulikan hanyalah kamu."
Amara terisak, tidak tahu harus berkata apa lagi. Dante menariknya dalam pelukan, memegangnya erat seolah-olah tidak ingin melepaskannya.
Dante berbisik, "Tolong, jangan biarkan apapun yang menghalangi kita, menang, Amara. Kita berhak atas kebahagiaan kita sendiri."
Amara merasa terlindungi dalam pelukan Dante, tetapi rasa bersalah dan ketakutannya masih terlalu besar. Ia mendorong Dante pelan, menghapus air matanya.
"Maaf, Dante. Aku... aku tidak bisa," lirih Amara, ia pun berlalu.
---
Dante semakin terluka. Setelah Amara meninggalkan ruangan, ia terduduk lemas di kursinya. Ia menatap ke arah pintu yang tertutup, merasa hatinya hancur berkeping-keping.
Dia berbicara pada dirinya sendiri, "Apa sebenarnya yang dia sembunyikan? Apa yang nenek lakukan padanya?"
Dante tahu bahwa ini bukan akhir. Ia tidak akan menyerah untuk mencari kebenaran, tidak peduli seberapa sulit jalannya.
---
Sementara di lantai atas, Nyonya Lauren menyaksikan semuanya melalui kamera tersembunyi yang terpasang di ruang kerja Dante. Ia tersenyum dingin, merasa puas dengan hasil rencananya.
Pada dirinya sendiri, Wanita tua itu berbicara pada dirinya sendiri, "Aku sudah bilang, Amara. Kau hanya sementara di sini. Lihatlah, bahkan Dante pun tidak bisa menyelamatkanmu dari permainan ini."
Namun, di balik kemenangan kecilnya, Nyonya Lauren tidak menyadari bahwa Dante telah memutuskan untuk melawannya.
---
Dante Mulai Bertindak
Malam itu, Dante menghubungi pengacaranya dan seorang detektif pribadi. Ia ingin menyelidiki segala sesuatu tentang ancaman yang mungkin diberikan neneknya kepada Amara.
"Aku tidak peduli berapa biayanya. Aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi di balik ini semua," kata Dante di telepon
Dante tahu bahwa ini bukan sekadar masalah cinta. Ini adalah perang antara kebebasannya dan kontrol neneknya.
Di sisi lain, di rumah itu, Amara dalam Kebimbangan. Di kamarnya, Ia duduk di tepi tempat tidur, memandang ponselnya. Ia ingin menghubungi Dante, ingin memberitahunya segalanya, tetapi ia takut.
Amara berbisik, "Apa yang harus aku lakukan? Apakah aku cukup kuat untuk melawan Nyonya Lauren?" katanya.
Beberapa hari kemudian, Dante sengaja pulang lebih awal dari kantor dan menemukan Amara sedang mengurus Nico di ruang bermain.
"Amara, aku butuh bicara denganmu. Sekarang," kata Dante
Amara terkejut, tetapi ia tahu bahwa ia tidak bisa lari lagi. Tatapan Dante kali ini penuh dengan ketegasan dan harapan.
"Aku tahu kamu mencoba melindungiku. Tapi aku tidak akan membiarkan siapa pun, bahkan nenekku, menghancurkan apa yang kita miliki,” kata Dante
Amara menatap Dante dengan gugup. Ia menggigit bibir bawahnya, mencoba menemukan keberanian untuk menjawab. Nico, yang tidak menyadari ketegangan di antara mereka, bermain dengan mainannya sambil sesekali tertawa kecil. Kehadiran Nico justru membuat hati Amara semakin berat.
Amara menghela napas, "Dante... ini bukan waktu yang tepat. Aku sedang mengurus Nico."
Dante melangkah lebih dekat, menundukkan tubuhnya agar sejajar dengan Amara yang duduk di lantai bersama Nico. Tatapannya intens, penuh dengan rasa ingin tahu dan keinginan untuk menyelesaikan segalanya.
"Aku tahu kau selalu mencari alasan untuk menghindariku, Amara. Tapi sekarang, tidak ada Nico, tidak ada nenek, atau alasan lainnya. Hanya kita. Bicara lah padaku."
Amara berdiri dengan cepat, ingin menjauh dari tatapan Dante. Ia memanggil salah satu pengasuh untuk membawa Nico keluar dari ruangan. Setelah Nico pergi, ia berbalik menghadapi Dante dengan ekspresi penuh ketakutan dan frustrasi.
"Apa yang kamu inginkan dariku? Bukankah aku sudah jelas mengatakan bahwa aku tidak mencintaimu? Apa lagi yang perlu dijelaskan?"
Dante mendekat, begitu dekat hingga Amara merasa sulit untuk bernapas. "Apa yang aku inginkan? Aku ingin tahu kenapa kamu berbohong, Amara. Aku ingin tahu kenapa kamu menahan dirimu dari sesuatu yang jelas-jelas kamu rasakan. Aku ingin tahu apa yang nenekku katakan padamu."
Amara tersentak. Dante telah menyebutkan Nyonya Lauren dengan terang-terangan. Semua pertahanan yang ia bangun mulai retak.
Amara menggelengkan kepala. "Ini tidak ada hubungannya dengan Nyonya Lauren. Aku hanya... aku hanya ... kita tidak cocok Dante. Bersama mu akan membuatku bertambah sulit"
Dante mendekat lebih lagi, menggenggam kedua tangan Amara. Sentuhannya membuat tubuh Amara gemetar. Dante: "Itu kebohongan lain, dan kita berdua tahu itu. Amara, aku mencintaimu. Aku mencintaimu dengan segala hal yang kamu bawa ke dalam hidupku, termasuk kekuranganmu. Apa pun yang kamu sembunyikan, aku akan menerimanya. Jadi berhentilah menyiksaku dengan kebohongan ini."
Amara mencoba menarik tangannya, tetapi Dante tidak membiarkannya pergi. Air mata mulai mengalir dari matanya, dan ia merasa hatinya terpecah menjadi dua.
Amara terisak, "Aku tidak punya pilihan, Dante! Aku melakukannya untukmu, untuk ku, untuk keluargaku. Aku tidak bisa menghancurkan semuanya hanya karena aku. bisakah kau berhenti? Aku lelah"
Dante mengerutkan kening, "Hancur? Apa maksudmu? Amara, apa yang nenekku lakukan padamu?"
Amara memalingkan wajahnya, tetapi Dante tidak menyerah. Ia menggenggam wajah Amara dengan lembut, memaksa matanya untuk bertemu dengan tatapannya.
Dante dengan nada penuh keputusasaan bertutur pelan, "Katakan padaku, Amara. Aku butuh tahu. Aku akan melindungimu, apa pun itu."
Akhirnya, pertahanan terakhir Amara runtuh. Ia jatuh terduduk, tak tega ia melihat Dante dalam kesusahan yang begitu gelap. Amara menutupi wajahnya dengan kedua tangan.
"Nyonya Laurent memaksaku menjauh darimu. Dia mengancam akan menghancurkan hidupku, hidup semua orang yang aku sayangi, jika aku tidak meninggalkanmu. Dia bilang... dia bilang aku hanya sementara di sini sampai Nico bisa mandiri. Dan jika aku tidak pergi, dia akan memaksamu menceraikanku."
Dante terdiam. Wajahnya berubah dari kaget menjadi marah. Ia mengepalkan tangannya, mencoba menahan emosinya.
"Dia melakukannya lagi. Dia mencoba mengendalikan hidupku, seperti yang selalu dia lakukan."
Amara mendongak, menatap Dante dengan tatapan penuh rasa bersalah. "Aku hanya tidak ingin mengorbankan semuanya, Dante. Aku tahu betapa pentingnya keluargamu bagimu. Aku tidak ingin menjadi alasan semuanya hancur."
Dante duduk di sebelah Amara, memeluknya erat. "Amara, dengarkan aku. Kau tidak perlu melindungiku dari nenekku. Aku sudah cukup lama membiarkan dia mendikte hidupku, tapi tidak lagi saat ini. Aku tidak peduli apa yang dia ancamkan. Aku hanya peduli tentang kita."
Amara berbisik, "Tapi, Dante..."
"Ssssttt … Tidak ada 'tapi'. Aku tidak akan membiarkan siapa pun, bahkan nenekku sendiri, merampas kebahagiaan kita,” kata Dante sambil mengecup puncak kepala wanita dipelukkannya tersebut.
----
Setelah perbincangan penuh emosi itu, Dante memutuskan untuk menghadapi neneknya secara langsung. Ia tahu ini tidak akan mudah, tetapi ia tidak akan membiarkan Nyonya Lauren mengontrol hidupnya lagi.
Dante berbicara pada Amara, "Aku akan membereskannya, Amara. Aku akan memastikan dia tidak bisa menyentuh kita lagi. Dan sementara itu, aku ingin kau tetap di sini, bersamaku."
Amara merasa lega, tetapi juga takut. Ia tahu bahwa ini baru permulaan dari perjuangan mereka melawan Nyonya Lauren. Namun, untuk pertama kalinya, ia merasa tidak sendirian lagi.
Di ruangan lain, Nyonya Lauren sedang merencanakan langkah berikutnya, tidak menyadari bahwa Dante dan Amara telah bersatu melawannya. Perang ini baru saja dimulai.
bersambung....