Seorang remaja benama Freis Greeya hari memikul takdirnya sebagai penerus dari WIND. Untuk menghentikan pertumpahan saran dan pemberontakan yang dilakukan Para Harimau.
Ini adalah kisah cerita perjalanan Freis Greeya dalam memenuhi takdirnya sebagai seorang WIND, Sang Pengendali Angin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MataKatra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Murkanya Sang Pemimpin Harimau
Bulan ke 5, Tahun 1248
Gelsia Greg sekarang telah pulih sepenuhnya dari luka-luka yang dialaminya saat bertempur melawan Sang Iblis WIND. Kekalahannya saat itu memaksa seluruh pasukannya untuk mundur dari mendan pertempuran. Ia pun dengan terpaksa harus menerima semua hal memalukan ini. Ini pertama kalinya dirinya dipermalukan dan menerima kekalahan yang telak. Seperti seekor kucing yang menghadapi serigala yang dingin. Seperti itulah caranya menggambarkan pertempurannya dengan Sang Iblis WIND kala itu.
Terasa darah di tubuhnya mendidih setiap ia mengingat akan kekalahan itu. Ia pun melampiaskan segalanya amarahnya dengan berlatih bersama dengan beberapa prajuritnya. Ia menggunakan mereka sebagai pelampiasan kemarahannya. Lima orang, enam orang, delapan orang, sepuluh orang prajutrinya yang menyerangnya bersamaan tak dapat mengimbangi kemampuannya. Tapi saat ia bertarung melawan iblis itu, ia terlihat begitu tak berdaya. Sebegitu jauhkah jarak antara dirinya dengan Iblis WIND itu. Kenyataan pahit itu begitu mengusik hatinya.
Ia melompat dengan cepat dan mengayunkan tombaknya dengan sangat kuat ke arah salah satu prajuritnya. Ayunan itu menimbulkan desiran suara angin yang mengerikan. Dan seketika prajurit itu terhempas jauh lalu mengerang kesakitan. Mungkin tiga atau empat rusuknya telah hancur oleh tombaknya, tapi ia tidak peduli.
Api amarah yang membakar hatinya kali ini, benar-benar membuat seluruh tubuhnya mendidih. Gelsia dengan murkanya membanting tombaknya kelantai dan menghancurkannya.
“Argh…!” ia berteriak dengan begitu lantang melampiaskan seluruh kemarahannya.
Kemudian dirinya mencoba duduk sejenak di bangku di aula pelatihan itu untuk menenangkan diri. Saat ini seluruh saraf serta otot tubuhnya terasa begitu tegang. Wajah lelaki itu, Sang Iblis WIND, tidak dapat hilang dari dalam kepalanya. Cara lelaki itu mempermalukannya dengan cara memandang rendah dirinya, kemampuannya. Itu adalah sebuah penghinaan yang menyakitkan baginya.
Dirinya adalah salah satu dari panglima perang The Tiger Kingdom. Pemimpin dari pasukan pembunuh paling mengerikan Ras Harimau yang dikenal dengan nama The Shadow. Bagaimana pria itu dapat mencemoohnya dengan pandangan seperti itu? Dan kenapa kemampuannya begitu jauh dari pria itu? Apa gunanya segala latihan keras yang ia lakukan selama ini.
Kemudian ia menengok kearah para prajurit yang menemaninya berlatih saat ini. Terlihat olehnya raut ketakutan tersirat di wajah mereka. Gelsia pun mencoba menarik nafasnya dalam-dalam untuk menenangkan diri, dan berkata kepada para prajuritnya,
“Pergilah dan tinggalkan aku sendiri!”
“Baik, Tuan Putri,” jawab mereka.
Setelahnya satu persatu dari mereka berjalan meninggalkan aula latihan. Dan tinggallah dirinya sendiri di dalam aula besar ini. Dirinya yang telah tenggelam dalam kemarahan. Yang pikirannya saat ini disibukkan oleh mencari cara menbalas perlakuan memalukan yang telah diterimanya. Oleh seorang pria yang telah membunuh gurunya Harse Greg, Sang Iblis WIND.
***
Avram saat ini sedang menunggu para tabib yang tengah merawat luka adiknya di dalam kemah miliknya. Ignatius mengalami beberapa luka yang cukup serius saat menjalankan rencana pernyerbuan miliknya ke benteng pertahanan perbatasan wilayah Nos’aetos. Adik yang ia cintai itu sekarang sedang terbaring lemah selama lebih dari satu minggu di atas ranjangnya.
Segala rencana yang telah ia susun dengan hati-hati telah dikalahkan dengan telak oleh Rivian Aaron. Sepertinya segala rencana yang dimilikinya tidak dapat menyamai pengalaman berperang dari Rivian Aaron. Rivian telah melewati lebih dari lima puluh tahun hidupnya dalam sebuah pertempuran. Dibandingkan dengan dirinya yang baru menginjak tiga puluh, tentu pria itu memiliki pengalaman berperang jauh diatasnya.
Kesalahannya terbesarnya adalah ia terlalu meremehkan lelaki tua itu. Usia Rivian memang telah menua, tapi ketajaman mata serta anak panahnya belum surut ditelan oleh waktu. Ia masih mampu menembakan anak panahnya dari jarak ribuan meter dengan sempurna. Dan melubangi dada milik adik yang dicintainya.
Tidak beberapa lama kemudian tabib yang merawat adiknya berjalan keluar, seketika itu juga ia berjalan mendekati sang tabib lalu berkata,
“Bagaima keadaan adikku sekarang? Masih terancamkah nyawanya?”
“Tenanglah, Tuanku. Saat ini keadaan Tuan Ignatius telah membaik. Tuanku hanya perlu menunggu beberapa hari lagi hingga Tuan Ignatius kembali tersadar.”
“Baiklah, pergilah! Dan terima kasih.”
“Ya, Tuan.”
Kemudian ia memasuki ruangan tempat adiknya dirawat dan membelai kepalanya dengan lembut.
“Maafkan kakakmu ini, Wahai adikku,” gumamnya saat itu. Lalu ia pun melanjutkannya, “Jika saja aku lebih mengenal Rivian Aaron. Jika saja kakakmu ini tidak terlalu merendahkannya. Tentu dirimu tidak harus mengalami kejadian ini.”
Kemudian ia duduk disamping ranjang adiknya, dan menggenggam telapak tangan adiknya dengan erat.
“Ayah telah mengirim kita surat tadi pagi,” gumamnya kembali. “Sepertinya ia telah mengetahui keadaanmu saat ini. Dan ia memberi perintah untuk menarik seluruh pasukan kembali ke istana untuk sementara waktu...
“Wahai adikku, aku tidak sehebat yang engkau pikirkan. Akalku tidak setajam seperti yang kau duga. Dan pengalamanku tidak sematang seperti yang mereka miliiki. Jadi bangunlah, bantulah kakakmu ini. Jangan kau tinggalkan kakakmu ini seorang diri.”
Kemudian ia menutup matanya sambil memejamkan kedua matanya, berdoa untuk keselamatan adik yang dicintainya.
***
Kematian pengikut sekaligus seorang sahabat yang telah menemaninya sepanjang hidupnya, Harse Greg. Kemudian kepulangan Gelsia putrinya yang membawa kekalahan dengan beberapa luka sayatan menyakitkan di sekujur tubuhnya. Dan kali ini nyawa salah satu putra tercintanya yang berada di ujung tanduk akibat sebuah anak panah yang melesat dan menembus dadanya. Tidak ada suatu kejadian pun dalam hidupnya yang lebih berat dari apa yang ia alami di saat-saat ini.
Amarah, kekecewaan, dan rasa sesal yang begitu dalam telah menyelimuti serta menenggelamkan hati dan jiwanya begitu dalam. Dadanya terasa sesak, darahnya terasa mendidih, serta kepalanya terasa terbakar oleh semua ini.
Kemudian Lord Lott Greg bertanya pada salah satu prajurit yang mendampinginya saat itu,
“Apakah engkau telah mengirimkan surat perintahku kepada Avram?”
“Ya, Rajaku. Surat perintah paduka yang berisi perintah untuk menarik kembali seluruh pasukan yang berada di perbatasan Kokki’al dan Nos’aetos telah hamba kirimkan. Seharusnya sekarang telah sampai kepada Tuan Avram.”
“Baiklah.”
Ia pun melanjutkan perjalanannya menuju ke ruangan miliknya.
Sesampainya disana ia memerintah seluruh prajurit yang menemaninya untuk meninggalkannya seorang diri. Karena ia ingin memberikan waktu bagi dirinya sendiri untuk memenangkan diri dan berpikir sejenak.
Sekarang mungkin adalah saat baginya untuk maju dan memimpin sendiri seluruh prajuritnya. Untuk menghancurkan bebatuan kerikil dan karang yang tengah menghalangi mimpi-mimpinya. Sang Iblis WIND, Rivian Aaron, Raja Lorrias Eleor, dan mungkin kali ini ia akan mengulang kembali pertarungannya dengan Thaos Greg, sahabat sekaligus seorang rival masa kecilnya.
Seharusnya sahabat kecilnya itu berada di sampingnya, melangkah bersamanya. Jika saja Thaos berjalan bersamanya, tentulah ia akan menyerahkah kursi Raja ini kepadanya. Karena baginya sabahat tercintanya itu lebih layak untuk duduk menempatinya dibandingkan dirinya.
Tapi kenyataan berkata lain, impiannya tidak sejalan dengan keinginan sahabatnya. Sahabatnya lebih memilih untuk berlutut di bawah kaki seorang Ras Manusia. Sungguh bodoh!
Kemudian ia duduk sembari menghembuskan nafas panjang. Mungkin saat ini Gelsia putri yang ia cintai itu sedang melampiaskan segala kekesalan hatinya di dalam aula pelatihan. Mungkin saat ini putrinya sedang menenggelamkan dirinya dalam ayunan-ayunan tombaknya.
Dan putra tertuanya Avram, yang ia beri tugas bersama dengan adiknya Ignatius, mungkin saat ini sedang menyalahkan dirinya sendiri atas kemalangan yang terjadi kepada adik yang ia cintai. Mungkin saat ini putranya itu sedang menyesali serta menyalahkan segala kekurangan dirinya hingga membuat adik tercintanya harus terbaring tak berdaya.
Sekarang dirinya tidak bisa hanya duduk terdiam melihat semua itu. Melihat segala kesusahan serta kegundahan yang menyelimuti anak-anak yang dicintainya. Membayangkan wajah puas dari mereka yang telah menjatuhkannya, Raja Lorrias Eleor, Sang Iblis WIND, serta Rivian Aaron.
Sekarang ia sendirilah yang akan mengangkat tombaknya. Seperti dahulu saat pertama kalinya ia memutuskan untuk mengejar impiannya untuk menjadikan Ras Harimau menjadi penguasa seluruh Prosdimos. Saat-saat dimana ia berhasil merebut Kerajaan Lef’tigris dan Kerajaan Kokki’po. Inilah waktu bagi dirinya untuk maju dan memimpin sendiri para prajuritnya. Untuk melenyapkan seluruh musuh yang menghalanginya untuk meraih cita-cita serta impiannya. Untuk menjadikan Ras Harimau menjadi penguasa atas seluruh dataran Prosdimos.
****
“Telah habis masa ku untuk duduk dan berdiam,
Dan telah tiba waktu ku untuk bangkit dan berteriak,
Berteriak menyuarakan suaraku hingga kelangit,
Bangkit serta melangkahkan kakiku ke puncak gunung,
Membimbing serta merangkul segala masa dan waktu di pelukanku,
Untuk mereka, para putra dan putri yang kucintai,
Dan untuk mereka, kaum ku yang berharga.”
😂
😂