Zeona Ancala berusaha membebaskan Kakaknya dari jeratan dunia hina. Sekuat tenaga dia melakukan segala cara, namun tidak semudah membalikan telapak tangan.
Karena si pemilik tempat bordir bukanlah wanita sembarangan. Dia punya bekingan yang kuat. Yang akhirnya membuat Zeona putus asa.
Di tengah rasa putus asanya, Zeona tak sengaja bertemu dengan CEO kaya raya dan punya kekuasaan yang tidak disangka.
"Saya bersedia membantumu membebaskan Kakakmu dari rumah bordir milik Miss Helena, tapi bantuan saya tidaklah gratis, Zeona Ancala. Ada harga yang harus kamu bayar," ujar Anjelo Raizel Holand seraya melemparkan smirk pada Zeona.
Zeona menelan ludah kasar, " M-maksud T-Tuan ... Saya harus membayarnya?"
"No!" Anjelo menggelengkan kepalanya. "Saya tidak butuh uang kamu!" Anjelo merunduk. Mensejajarkan kepalanya tepat di telinga Zeona.
Seketika tubuh Zeona menegang, mendengar apa yang dibisikan Anjelo kepadanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ama Apr, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18
Panas dingin seluruh tubuh Zeona mendengar Alden menyebut nama lelaki yang sama dengan nama suaminya. Apakah dia orang yang sama atau hanya namanya saja yang sama?
Ingin menoleh, tapi leher Zeona tiba-tiba terasa kaku. Apalagi ketika ketukan suara sepatu pantofel terdengar semakin mendekat ke arah meja mereka. Jantung Zeona berdetak tak karuan. Kedua telapak tangannya berkeringat.
"Kamu sedang berkencan ya?" Napas Zeona kembali tercekat. Bukan hanya namanya saja yang mirip, tapi suara pun mirip. Bahkan wangi parfum yang tercium pun sama persis dengan parfum Anjelo, lelaki yang telah menikahinya secara siri.
Dengan mengerahkan semua tenaga dan mengenyahkan rasa takut, Zeona mengangkat wajahnya untuk memastikan apakah itu Anjelo suaminya atau bukan?
Mata melebar disertai jantung yang serasa terjun bebas ke dasar perut. Nyawa Zeona seakan dicabut paksa dari dalam badan. "Tuan Anjelo." Zeona membatin tak percaya. Menatap pada lelaki berkemeja hitam yang berdiri di sebelah Alden.
"Gadis ini pacar kamu, Al?" Suara Anjelo memecah keterkejutan di wajah Zeona.
Semakin ketar-ketir gadis itu di tempatnya. "Punya hubungan apa Alden dan Tuan Anjelo?" batinnya bertanya-tanya.
"Bukan Mas. Zeona ini teman sekelasku yang waktu itu datang ke pesta ulang tahunku. Aku pernah ngenalin dia loh sama Mas Anjel dan Mbak Vivi, masa Mas lupa?"
Zeona kembali tercekat. Seketika ingatannya terlempar pada saat ulang tahun Alden. Semuanya berputar-putar di kepala.
"Zeona ... ini Mami, Papiku dan yang itu Mbak Vivi dan suaminya, Mas Anjel!"
Kini, Zeona benar-benar ingat siapa Anjelo sebenarnya. Pantas saja waktu di club malam kala itu, Anjelo mengajukan pertanyaan itu pada dirinya.
"Zeona, apakah kamu lupa pada saya?"
Semuanya terjawab sudah. "Tuan Anjelo adalah kakak iparnya Alden. Dan dengan gegabahnya, aku malah menyerahkan diri menjadi istri siri Tuan Anjelo. Oh Tuhan ... kenapa semuanya jadi rumit begini? Bagaimana kalau Alden tahu apa yang terjadi antara aku dan kakak iparnya? Dia pasti akan membenciku dan tak mungkin mau berteman lagi denganku. Padahal hanya dia satu-satunya teman yang kupunya." Zeona membatin lirih. Menyesal pun sudah tak ada artinya lagi. Jalan satu-satunya adalah menyimpan rapat hubungan rahasianya dengan Anjelo.
Kembali ke dunia nyata. Anjelo kini sudah ikut duduk bersama mereka. Tepatnya duduk di sebelah Alden.
"Mas ingat, Al. Zeona ini yang waktu itu pakai dress biru muda yang pulang duluan sebelum kamu tiup lilin 'kan?" Tentu saja Anjelo ingat. Karena sejak saat itu, ingatannya selalu tertuju pada Zeona yang kini telah menjadi istrinya.
"Seratus buat Mas Anjel!" Alden berseru lantang. Pandangan Alden kembali tertuju pada Zeona. "Kamu ingat Mas Anjel 'kan Zeo?"
Zeona mengangguk terpatah-patah. "I-ngat!" Sungguh dirinya tidak bisa menyembunyikan kegugupan.
"Pastilah kamu ingat! Kakak iparku ini 'kan gantengnya nggak ketulungan. Udah kayak aktor Hollywood!" kekeh Alden dengan bangga. "Tapi jangan naksir sama dia ya, Zeo! Mas Anjel ini cinta mati sama Mbakku!" sambung Alden membuat Zeona merasa tersentil.
"K-kamu ini bicara apa sih, Al! Ya nggak mungkinlah!" Zeona menimpali perkataan Alden dengan suara sedikit bergetar. Dia benci berada di situasi seperti ini. Akhirnya, dia memutuskan untuk menenangkan keadaan hati dan jantungnya yang berdegup tak beraturan. "Al, M-Mas Anjel ... Ak-aku permisi mau ke toilet dulu?" Tanpa menunggu tanggapan dari dua lelaki itu, Zeona segera menarik diri dan berjalan cepat menuju toilet yang ada di Cafe tersebut.
Di dalam toilet, Zeona langsung mendudukkan tubuhnya di atas closet yang tertutup. Menarik napas dalam-dalam dan membuangnya secara perlahan. Fakta mengejutkan yang baru saja ia ketahui hampir saja membuatnya pingsan.
"Ya Tuhan ..." Zeona mendesah panjang. Bergegas keluar dari toilet, namun saat membuka pintu toilet, dia dikagetkan dengan kehadiran Anjelo yang tengah bersandar di tembok sebelah kiri toilet.
Zeona meneguk saliva susah payah. Tak sanggup mengangkat wajah karena ngeri melihat tatapan tajam Anjelo pada dirinya. "T-tuan ..." lirih Zeona meremat jemari.
"Sepulang dari sini, temui saya di apartemen!" Usai mengatakan hal itu, Anjelo beranjak dari hadapan Zeona. Meninggalkan gadis itu yang masih mematung di tempatnya.
"Loh, Al, kakak ipar kamu ke mana?" Zeona pura-pura tidak tahu. Faktanya, dia sangat tahu kalau Anjelo pulang duluan.
"Mas Anjel sudah pulang Zeo, katanya ada urusan mendadak. Kamu lama banget di toiletnya, BAB ya?" Alden terkekeh di akhir ucapannya.
Zeona memajukan bibir bawahnya, "Sotoy! Aku nggak BAB," sanggah Zeona.
Alden terkekeh.
"Oh ya, Al, katanya kamu mau ngomong sesuatu sama aku? Ayolah bicara sekarang!"
"Ah ya, itu ... Aku mau bicarain tentang hu--eh kuliah!" Inginnya sih jujur tentang perasaan cintanya pada Zeona. Tapi Alden belum punya keberanian yang cukup.
"Oh, tentang kuliah."
"Iya." Alden menyahut cepat. "Bagaimana persiapan buat jadi MABA nanti?"
"Ah, aku mah nggak terlalu mempersiapkan Al. Lagian masih lama juga." Zeona terkekeh di akhir ucapannya. "Aku lagi sibuk ngumpulin uang buat ongkos sama jajan di kampus nanti!" Kejujuran itu dibalut dengan candaan oleh Zeona.
"Huh dasar!" Alden mencibir. "Memangnya sekarang kamu kerja di mana Zeo, masih di restoran yang dulu atau udah pindah?"
Kebingungan langsung menyerang. Antara berkata jujur atau berbohong?
Jika jujur tentang pekerjaan barunya, pasti Alden akan mengomelinya habis-habisan. Zeona tak mau banyak pikiran. "Justru itu, Al, sekarang aku lagi bingung, kalau tetap kerja di restoran, aku agak pusing membagi waktu untuk kuliah dan kerja. Sedangkan kamu tahu sendiri kalau jam kerjaku di resto itu dimulai dari jam dua siang. Kalau nanti udah masuk kuliah 'kan jadi ribet. Masa aku harus bolos kelas terakhir demi masuk kerja. Tapi kalau nggak kerja, aku nggak bakal punya uang. Haduuhh!" Kebohongan tersebut dilontarkan Zeona dengan ekspresi meyakinkan.
"Iya juga ya? Hm, aku punya ide, Zeo. Supaya kamu nggak perlu bingung membagi waktu, kamu jadi pacarku saja. Dengan senang hati aku akan menanggung semua biaya hidupmu, mau nggak?" Itu terlihat seperti candaan. Namun pada kenyataannya adalah sebuah kejujuran tentang perasaan Alden yang sebenarnya.
"Hihihi ..." Zeona terkikik. "Kamu ada-ada saja, Al. Jangan bercandalah!"
Alden tersenyum kecut. "Aku nggak bercanda, Zeo. Aku benar-benar ingin kamu menjadi pacarku. Tapi aku tak cukup berani untuk mengatakannya karena aku takut kamu menolakku!" Kejujuran itu hanya terucap di dalam hati Alden saja.
Ponsel Zeona berdenting dan gadis itu meminta izin pada Alden untuk melihat siapa yang menghubunginya. "Aku balas pesan dulu ya, Al!"
"Ok!"
"Tuan Anjelo?" Zeona meneguk saliva kasar.
Satu pesan masuk berasal dari Anjelo.
Mr.A: Ke apartemen sekarang juga, Zeona! Ingat, kau adalah milikku!
Makasih udah baca😊