Bintang, CEO muda dan sukses, mengajukan kontrak nikah, pada gadis yang dijodohkan padanya. Gadis yang masih berstatus mahasiswa dengan sifat penurut, lembut dan anggun, dimata kedua orang tuanya.
Namun, siapa sangka, kelinci penurut yang selalu menggunakan pakaian feminim, ternyata seorang pemberontak kecil, yang membuat Bintang pusing tujuh keliling.
Bagaimana Bintang menanganinya? Dengan pernikahan, yang ternyata jauh dari ekspektasi yang ia bayangan.
Penuh komedi dan keromantisan, ikuti kisah mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Egha sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9.
Pagi yang sempurna untuk mengawali hari. Cuaca cerah dan dengan suasana hati yang bagus. Sesuai rencana, Sera akan melakukan fitting gaun pengantin bersama Bintang. Ia begitu bersemangat, tidak seperti biasanya. Sebab, seribu rencana, telah tersusun rapi dalam pikiran.
"Hah, suamiku. Hari ini, Istri mu akan mengajakmu ke dunia lain. Hahahaha...." Tawa Sera, tampak terdengar jahat.
Karena suasana hatinya sedang baik, Sera tampak senyum-senyum dimeja makan. Senyuman, yang membuat kedua orang tuanya salah paham. Mereka mungkin akan berpikir, sang putri sedang kasmaran. Padahal, rencana jahatnya sangat indah dalam pikiran Sera.
"Ma, aku mungkin telat pulang."
"Kamu bersama Bintang, kan?"
"Iya, Ma. Emangnya, mau sama siapa lagi."
Setelah sarapan, Sera bersiap-siap dibantu sang asisten. Make up paripurna, yang dimulai dari ujung rambut hingga telapak kaki. Untuk bertarung, butuh penampilan yang elegan.
"Rambutnya di keriting, Non?"
"Iya. Tapi, jangan semua. Dari bahu aja, sampe bawah."
"Tumben, Non."
"Jangan protes, Wit. Gue lagi senang hari ini."
"Jatuh cinta ya, Non."
"Sembarangan. Lu pikir, hati gue dari kerupuk."
"Hahaha, maaf Non."
Tepat pukul sembilan pagi, Bintang datang untuk menjemput. Tapi, Sera memilih untuk berlama-lama dalam kamar. Membiarkan sang calon suami, berbasa-basi dengan orang tuanya.
"Wit, Sera ma.na?" tanya Bella, saat Wita melewati ruang tengah.
"Kamar, Bu. Masih siap-siap."
"Kok, lama?"
"Katanya, Non Sera, ini hari spesial."
Bella hanya tersenyum sekilas, lalu kembali mengajak sang calon menantu berbincang. Ia tidak tahu, saat ini diatas kepala Bintang, sedang mengepul asap hitam. Pria itu, hanya menjawab seadanya ketika ditanya, selebihnya didalam hati.
Hampir satu jam, Bintang menunggu. Saat Sera, menemuinya. Wanita itu, tersenyum tanpa rasa bersalah dan seolah tidak terjadi apa-apa. Ia melangkah dengan anggun dan merangkul tangan sang calon suami.
"Maaf, Kak. Lama, ya?" senyum Sera.
"Nggak kok," jawab Bintang, tapi menekan penuh kalimatnya.
"Ma, kami pergi dulu," pamit Sera.
Baru juga mereka masuk dalam mobil. Bintang langsung menyudutkan Sera. Mengurung dalam tubuh kekarnya. Supir dan asisten Bintang yang duduk didepan, langsung menatap lurus, berpura-pura tidak mengetahui apa yang terjadi dikursi penumpang. Sang supir, langsung menyalakan mesin dan melaju, meninggalkan halaman.
"Kau sengaja, kan?"
"Maksud Kakak, apa?" Sera menahan napas. Jarak mereka terlalu dekat. Bila diukur, mungkin hanya beberapa centimeter saja, bibir mereka bertemu.
Oh, Tuhan. Berikan aku kewarasan. OMG, bibirnya sangat seksi.
Sera, rasanya ingin menampar wajahnya sendiri. Agar, tetap sadar dan berada pada jalur yang benar.
"Apa kau tidak membaca kertas yang aku berikan istriku?"
"Ba... baca, Kak."
"Lalu, kenapa kau membuatku menunggu lama?"
"Maaf, Kak. Sebenarnya, aku kesiangan tadi."
Tanpa aba-aba, Bintang langsung mendaratkan bibirnya, cukup lama. Sera melotot, bingung, dan membeku di tempat. Sepertinya, ada pelangi yang muncul, ah bukan, sepertinya ada petir.
"Itu hukumanmu, sayang. Sering-seringlah, membuatku kesal."
Detik itu juga, Sera sadar. Bajingan itu, barusan mengambil keuntungan. Ciuman pertama yang sia-sia, karena direbut oleh orang yang salah.
Tunggu! Tapi, kenapa gue diam saja?
Sera menatap kesal, didalam lubuk hatinya yang sedalam lautan. Ia mengeluarkan makian yang jika dibukukan, sudah mencapai bab sepuluh. Ia juga menyebut, nama-nama hewan yang tidak bersalah. Padahal, jika dipikir mereka yang berada didalam hutan, kenapa disangkut pautkan dengan kemarahannya.
Sekitar dua puluh menit, mereka tiba di sebuah butik. Bintang turun lebih dulu, membiarkan Sera berada dalam mobil. Seperti biasa, Sera menarik napas dan menghembuskannya perlahan.
Sabaaaarrrr.....
"Selamat siang, Pak."
"Berikan gaun yang aku pesan untuk istri ku."
"Baik, Pak. Silakan duduk."
Sera mengumpat, ternyata jauh-jauh hari, Bintang telah memesan beberapa gaun pengantin. Rencana untuk berlama-lama dengan bergonta-ganti gaun, gagal total.
Sera mengikuti langkah salah satu karyawan butik. Di sana sudah ada sekitar empat gaun yang harus ia coba. Jika saja, ia disini bersama dengan orang yang ia cintai. Mungkin, suasana dan perasaannya akan berbeda. Saat ini, ia hanya pasrah saat gaun itu melekat di tubuhnya.
Didepan cermin, ia hanya diam dan menatap tanpa ekspresi. Saat ditanya, apakah ia suka atau tidak. Sera hanya tersenyum sekilas, tanpa memberikan jawaban.
"Bagaimana, Pak?" tanya sang karyawan pada Bintang.
Pria itu, menatap Sera tanpa berkedip. Ia mematung cukup lama dan akhirnya tersadar, setelah wanita tersebut menanyakan hal yang sama.
Gaun putih dengan panjang jatuh hingga ke lantai, dada sedikit terbuka dan tanpa lengan. Di sana Sera, seperti patung hidup dengan tatapan kosongnya.
"Bagus," ujar Bintang, dengan singkat.
"Ukurannya sudah pas. Istri Anda, memiliki tubuh yang proporsional, hingga tidak perlu ada perbaikan."
"Dadanya sedikit terbuka. Aku mau yang agak tertutup dan lengannya, kalau perlu sampe siku."
Layar kembali ditutup. Sera mencoba gaun kedua. Saat ini, rencananya tidak berjalan lancar. Perasaan Sera mendadak kalut dan bercampur aduk. Bibirnya, terkunci rapat dan memilih untuk berbicara dalam hati. Ia tidak ingin menikah, tapi ia juga tidak bisa menolak. Meski, Bintang memberikan mereka solusi, sebagai pernikahan kontrak. Sera, belum juga bisa berdamai dengan takdir.
Layar kembali dibuka. Lagi-lagi Sera, memperlihatkan ekspresi wajah yang sama. Berbeda dengan Bintang, yang terus menatapnya tanpa berkedip. Bohong, jika ia tidak mengakui kecantikan sang calon istri. Meski, bibirnya berkilah. Sorot matanya, tidak bisa berbohong.
Gaun yang dipakai Sera, sesuai dengan keinginan Bintang. Warna putih gemerlap, menjuntai panjang, dada tertutup dan panjang lengan sampai siku. Bintang menghampiri Sera, memperhatikan gaun yang digunakan dan calon istri.
"Aku suka ini. Bagaimana denganmu?"
Sera hanya menganggukkan kepala, sebagai jawaban.
"Baiklah, kami ambil yang ini."
Sera kembali berganti pakaian. Ia mengikuti langkah Bintang, keluar dari butik. Hari ini, mereka juga akan mengunjungi toko perhiasan, untuk memesan cincin pernikahan.
"Kenapa kau diam?" tanya Bintang, saat keduanya berada dalam mobil.
"Tidak ada, Kak."
"Tadi pagi, kau membuatku kesal. Sekarang, kau diam seperti orang bisu. Sebenarnya, kamu kenapa?" bentak Bintang, yang memiliki kesabaran setipis tissu.
"Aku ingin mati dan terlahir kembali, dari keluarga yang berbeda," jawab Sera, dengan nada rendah dan lirih.
"Ap... apa?" Bintang tercengang. Ia tidak menyangka Sera akan memberikan jawaban, yang terdengar seperti orang yang putus asa.
Sera tidak menjawab. Ia menghapus wajahnya dan menatap keluar.
Bodoh! Kenapa gue harus nangis, hari ini?
"Kau punya masalah?" tanya Bintang lagi, dengan nada yang lembut.
Sera menggeleng.
Bintang tidak bertanya lagi. Ia memilih diam dan sesekali melirik Sera. Entah kenapa, ia merasa bersalah, karena sudah membentak gadis itu. Padahal ia tahu, Sera juga terpaksa menerima perjodohan ini. Tapi, malah melampiaskan kekecewaannya.
🍓🍓🍓
ceritanya bagus, jadi ga sabar nunggu up