Menolak dijodohkan, kata yang tepat untuk Azalea dan Jagat. Membuat keduanya memilih mengabdikan diri untuk profesi masing-masing. Tapi siapa sangka keduanya justru dipertemukan dan jatuh cinta satu sama lain di tempat mereka mengabdi.
"Tuhan sudah menakdirkan kisah keduanya bahkan jauh sebelum keduanya membingkai cerita manis di Kongo..."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. T. Utomo si rekan Jagat
Aza menatap kesibukan dapur dari gawang pintu, mbak Nitia sudah disana dan sibuk membantu beberapa prajurit yang didominasi oleh lelaki itu disana. Meskipun beberapanya asing, namun tak membuat mbak Nitia canggung.
Aza masuk disaat mereka tengah mengobrol asik. Sesekali seorang prajurit menjadi penerjemah antara mbak Nitia dan prajurit dari luar, sambil motongin sayuran.
"Mbak," sapa Aza ketika kepergok sedang memperhatikannya dari belakang sebelum keburu bergabung.
Ia berdecak usil, "ck. Kemana aja neng, baru nongol..." tegurnya hanya dibalas senyum lebar Aza, ia tak dapat menjawab apapun selain dari senyuman secerah mentari pagi, "aku mesti bantuin apa?"
Mbak Nitia langsung membebankan setumpuk baskom di tangannya, dimana baskom-baskom itu sudah terisi sayuran yang harus dicuci bersih.
"Dicuciin ya, sama nanti tolong kupasin onion."
Aza sedikit melengkungkan bibir keberatan, jika hanya mencuci sayur saja ia sih oke. Tapi jika ditambah mengupas onion...hem...
"Perih mbak, aku ngga kuat ah.." keluhnya sebelum benar-benar pergi.
"Katanya mau bantu. Cuma tinggal ini kerjaannya, yang datengnya telat ngga bisa milih..." tak ada lagi penawaran, mbak Nitia lantas kembali memilih rempah-rempah lain yang tersedia bersama si juru masak.
Aza menghela nafasnya, "om, ini cucinya dimana?" tanya Aza mencolek salah satu juru masak disana.
"Biar saya saja mbak." tawarnya baik, namun Aza menggeleng, "ngga apa-apa om, biar Aza aja...nanti kena omel lagi.."
"Di belakang, pompa air."
Sejauh itu? Tak ada wastafel terdekat kah? Mengingat ini dapur loh. Kembali ia mele nguh, ya Allah ikhlas...ikhlas...
Ia membawa setumpuk baskom berisi sayuran dan ingin mencucinya. Tidak bisa langsung byar byurr begitu saja rupanya, Aza masih harus memompa air dan menampungnya di ember. Derita hidup ck...ck...
"Arghhh!" ia misuh-misuh di depan pompaan air, terbiasa hidup serba enak di rumah ia jadi benar-benar menghargai hidupnya sekarang.
Gadis itu menaruh baskom-baskom yang tak jarang pula isinya terkadang tumpah, damnn! Ini tuh kepenuhan! Kesalnya tanpa berkata-kata hanya mampu misuh-misuh dalam hati.
"Segini tuh udah alhamdulillah Aza! Orang-orang disini bahkan sampe ngga punya air bersih!" omelnya pada diri sendiri sambil menekan tuas ke bawah dan ke atas. Pagi-pagi sudah harus menguras tenaga dalam begini, hooftt!
"Jadi kangen rumah!" cebiknya lagi.
"Perlu dibantu sus?" tawar seseorang, suaranya berasal dari arah koridor. Ia tersenyum melipat bibir atau mungkin sepertinya gerutuan Aza barusan terdengar sampai ke bilik kamar mandi, dimana tak jauh dari pompaan air itu kan kamar mandi?
Tadinya mau bilang engga usah, tapi Aza akui ia ogah capek sendirian. Melihat gelagat fresh dari prajurit itu Aza tebak ia baru saja mandi, terbukti dengan bau sabun yang menguar dan handuk yang tergantung di lehernya.
"Oh, kalo ngga keberatan boleh deh...Aza udah capek mompa airnya, kecil ya alirannya....bikin frustasi!" keluh Aza hanya dikekehi Toni.
"Iya begitu sus, disini. Suster benar, jadi kangen rumah ya..." Toni mengambil alih tuas dari Aza, sementara Aza sudah berjongkok untuk bersiap mencuci sayuran.
Aza mengangguk, "kalo di rumah ngga akan kesusahan air gini, mau makan tinggal hap...mau mandi tinggal byurr..."
Namun Toni menggeleng, "ngga semua sus. Ada beberapa wilayah nusantara yang belum terjamah fasilitas dan sedikit kesulitan untuk mendapatkan sumber air bersih juga..." obrolan super duper receh itu mengingatkan Toni ketika tugas di salah satu tanah dalam negri dimana krisis air bersih masih jadi persoalan.
"Iya juga sih. Aza juga pernah nugas di daerah nusa tuh..." tembaknya langsung.
"Oh," Toni terkejut karena nama daerah yang disebutkan Aza hampir sama dengannya.
"Pernah dinas disitu, sus?"
"Charity om, aku sebenernya calon dokter...." Aza tersenyum meninggalkan bekas cekung di kedua sisi mulutnya.
Toni mengangguk paham, "maaf, saya kira perawat..." tapi Aza menggeleng, "ngga apa-apa. Ini rahasia loh om, cukup keep aja buat om..." ancamnya geli, iya rahasia umum, karena nyatanya hampir banyak orang yang sudah tau.
"Siap." kekeh Toni, "terus saya panggilnya apa? Suster atau dokter kah?"
"Aza. Just Aza..." balas Aza mengganti baskom satu dengan lainnya, mengingat satu persatu sudah ia cuci.
"Oke. Aza."
"Waktu itu saya tugas disana tahun 201X, masih ingat itu dinas luar pertama saya...bareng senior lettu Jagat sama lettu Dika...."
Aza sontak langsung menghentikan kegiatannya sejenak demi mendengar nama Jagat. Bahkan degupan jantung normalnya mendadak abnormal ketika mendengar nama Jagat. Seolah nama itu jadi keramat untuk Aza.
"Lett...Lettu siapa?" tanya nya meyakinkan seraya meneguk saliva sulit.
"Lettu Jagat dan lettu Dika. Senior saya yang sampai sekarang berkawan baik."
"Oh." ia kembali meneguk saliva, namun nihil...tenggorokannya serasa kering. Aza segera menyelesaikan kegiatannya mencuci sayuran, ia lebih tertarik dengan obrolannya bersama Toni. Dilihatnya name tag Toni.
T. Utomo
"Nama senior om itu Jagat Adyaksa?" tebak Aza yang langsung diangguki Toni, meskipun pria itu cukup terkejut, "kamu kenal ndan Jagat?"
"Ah, enggak juga...cuma kalo ngga salah pacarnya temenku namanya itu, sama dia tentara juga..." kilah Aza gelagapan, mencari-cari alasan, hingga akhirnya hanya alasan klise dan terdengar bodohlah yang ia lafalkan.
Toni tiba-tiba tertawa kecil, "oh berarti kayanya cuma sama saja namanya. Soalnya setau saya ndan Jagat tidak punya pacar...punya nya calon istri..."
Semakin lemas saja Aza mendengarnya, gue ya? gue bukan sih? Dunia sesempit ini...
"Oh." Aza tertawa garing, "iya kali...cuma tebakan aja..." kok gerah ya!
Aza segera menyelesaikan kegiatannya dan buru-buru pamit setelah sebelumnya mengucapkan terimakasih pada Toni untuk bantuan dan kabar mengejutkannya.
Hatinya mendadak risau tak karuan, bahkan Jagat sudah bercerita pada kawan-kawannya tentang dirinya. Aza hanya berharap, meskipun Jagat dan Toni berkawan dekat, tapi Jagat tidak disini. Yah! Berkawan tidak harus selalu bersama, right?!
Dug!
"Eh sorry--sorry...ngga sengaja..." ucap Aza, terlalu keras melamunkan tentang Jagat, ia sampai tak melihat arah jalannya hingga harus menabrak seseorang dimana pandangannya pun sedikit terhalangi baskom-baskom yang dibawanya.
"Ngga apa-apa,"
"Aza?" sapa Jagat, matanya membeliak dengan lidah kelu. Khayalan kamvreett, terlalu sibuk memikirkan jadinya ia harus bertemu dengan orang yang sejak semalam ia hindari.
"Saya bantu.." tidak menunggu persetujuan Aza, Jagat bahkan sudah merebut sebagian baskom dari tangan Aza, sementara Aza masih sibuk mengontrol suasana hatinya, "ah iya. Makasih..." keduanya masuk dengan Aza yang mengekori Jagat ke dapur.
"Nah ini, ditunggu-tunggu dari tadi lama amat...nyuci sayur apa nyuci camp sih, kamu?" omel mbak Nitia dikekehi beberapa orang disana.
"Sekalian nyuci tembok camp mbak.." balas Aza memancing tawa tak bersuara Jagat yang masih berada disana.
"Airnya kecil, mana harus dipompa dulu...itu juga aku dibantuin sama om-om prajurit." keuhnya.
Bermaksud menghindari pekerjaan selanjutnya, berharap mbak Nitia pikun dadakan, Aza so terburu-buru saat itu juga, "udah kan ya mbak, aku pergi ya! Assalamu'alaikum orang baik..." geraknya cepat, namun rupanya gerakan tangan mbak Nitia lebih cepat dari kaburnya Aza, disambarnya hoodie belakang Aza hingga membuat gadis itu tertahan, "mau kemana, itu onion udah nunggu kamu buat dikupasin loh, Za..."
"Mbak Aza, nih..." dengan sengaja letda Anggar si koki menyerahkan keranjang berisi bawang sebesar-besar kepalannya.
Bibirnya langsung melengkung gemas, "mbak...mbak boleh deh suruh aku buat nyuci piring sekompi...tapi jangan yang ini...aku ngga mau," tawarnya menolak.
"Oalah dalah...kamu gimana sih, di rumah ngga pernah di dapur to, bantuin ibu?"
Aza menggeleng, "aku taunya makan aja mbak."
Dan perdebatan itu memancing kehangatan dapur selain dari hawa kompor, "aku taunya dikasih duit terus jajan..."
"Cah gendheng...iki calon dokter jenis opo..." omel mbak Nitia.
"Kamu itu perempuan, nanti jadi ibu dan istri...masa ngga bisa ngupas bawang." omelnya lagi.
"Biar nanti ngupas bawang bagiannya suami aku kalo gitu." Balas Aza lagi membuat mbak Nitia frustasi, bahkan saat ini rasa tumisannya berasa kurang garam sedari tadi gara-gara Aza yang memancing emosinya terus.
"Rugi kalo gitu, Za, yang jadi calonmu nanti....kasian kalo tiap hari suruh ngupasin bawang." kritik mbak Nitia.
"Kalo gitu aku mau cari suami berkedok koki aja, kaya om Anggar.. Ya om?!" Anggar tertawa sementara Jagat sudah memicingkan matanya.
"Bisa saja mbak Aza." Anggar menggeleng sambil tangan yang sibuk menumis.
"Om Anggar udah punya istri, Za. Jangan ngarep..." sahut mbak Nitia menyerahkan bumbu pada Anggar.
"Yahhh, patah hati sedunia deh..." goda Aza membuat gestur kecewa dan frustasi.
"Ih bocah iki, bisa-bisanya curi-curi nggombal..." gemas mbak Nitia melayangkan kepalan kosong yang tak sampai mengenai Aza.
"Cie bang Anggar, pagi-pagi digombalin cewek cantik!" seru beberapa yang ada di dapur.
"Sini saya bantu, saya ajarin..." ajak Jagat tiba-tiba menarik tangan Aza dan sekeranjang onion.
"Eh..."
.
.
.
.
kalau ada aza mesti rameeee🤣...
semangat up terus ya mak sin 💪😅🙏