Elina Raffaela Escobar, seorang gadis cantik dari keluarga broken home, terpaksa menanggung beban hidup yang berat. Setelah merasakan pengkhianatan dari orang-orang terdekatnya, ia menemukan dirinya terjebak dalam kekacauan emosi.
Dalam sebuah pertemuan tak terduga, Elina bertemu dengan Adrian Volkov Salvatrucha, seorang CEO tampan dan misterius yang hidup di dunia gelap mafia.
Saat cinta mereka tumbuh, Elina terseret dalam intrik dan rahasia yang mengancam keselamatannya. Kehidupan mereka semakin rumit dengan kedatangan tunangan Adrian, yang menambah ketegangan dalam hubungan mereka.
Dengan berbagai konflik yang muncul, Elina harus memilih antara cinta dan keselamatan, sambil berhadapan dengan bayang-bayang masa lalu yang terus menghantuinya.
Di tengah semua ketegangan ini, siapa sebenarnya Adrian, dan apakah Elina mampu bertahan dalam cinta yang penuh risiko, atau justru terjebak dalam permainan berbahaya yang lebih besar dari dirinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lmeilan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Saat matahari pagi mulai merangkak naik, sinarnya menembus tirai kamar yang tersingkap sedikit, menyinari wajah Elina yang masih tenggelam dalam tidur lelap. Tubuhnya terasa berat, bukan hanya karena lelah, tetapi juga akibat pergulatan panas tadi malam.
Ia menggeliat pelan, berusaha menyesuaikan diri dengan keadaannya yang hanya dibalut kan selimut.
Di sampingnya, Adrian sudah terjaga. Matanya menatap langit-langit kamar, tapi pikirannya terfokus pada peristiwa semalam.
Di bawah pengaruh obat, ia nyaris membuat kesalahan besar, namun di balik itu, ada sesuatu yang tidak bisa ia abaikan—perasaannya terhadap Elina.
Ia menyadari perasaan yang bukan lagi sekadar dorongan naluriah atau keinginan sesaat, tetapi sebuah keterikatan yang membuatnya ingin memiliki Elina sepenuhnya.
Adrian perlahan menoleh ke arah Elina. Rambutnya yang tergerai menyentuh bahu, dan wajahnya tampak damai dalam tidur.
Dia memikirkan banyak hal yang telah terjadi—Valeria, jebakan licik yang hampir membuat reputasinya hancur, dan yang paling penting, Elina, yang sekarang terikat lebih dalam dengan hidupnya. Adrian mengusap wajahnya sendiri, mencoba menenangkan pikiran yang berkecamuk.
Saat Elina mulai terbangun, matanya perlahan terbuka, dan ia merasakan kehadiran Adrian yang masih ada di sisinya.
Ada kekosongan dalam pandangannya sejenak, sebelum kenangan dari malam sebelumnya kembali menghantamnya dengan kekuatan penuh.
Ia menatap Adrian dengan campuran emosi yang sulit dijelaskan—rasa terkejut, malu, namun juga sesuatu yang lain, sesuatu yang dalam.
"T-tuan Adrian," Elina akhirnya memecah keheningan, suaranya terdengar pelan namun jelas.
Adrian menoleh, matanya bertemu dengan tatapan Elina yang penuh pertanyaan. "Aku... maaf," ucapnya dengan suara serak, berusaha meredam kegelisahannya.
"untuk apa?"
"Aku tahu kau tidak sepenuhnya sadar tadi malam." ucap Elina
Adrian mendekat sedikit, mengambil tangan Elina dalam genggamannya. "Elina, aku tidak bisa membiarkan apa yang terjadi semalam menjadi sesuatu yang tidak kita bicaraka."
Elina menarik napas dalam-dalam, merasakan berat di dadanya. "Aku juga tidak tahu harus berkata apa, Tuan Adrian. Kontrak ini... bukankah memang seperti ini seharusnya"
Adrian terdiam, perkataan Elina membuatnya merasa bersalah.
Sebelum percakapan mereka bisa berlanjut lebih jauh, ponsel Adrian berbunyi, memecah keheningan. Dengan ekspresi serius, ia mengambil ponselnya dari meja dan melihat layar. Nama yang muncul di layar membuat darahnya mendidih—Valeria.
Adrian menatap layar sejenak, berusaha menahan amarahnya. Tanpa ragu, dia menjawab panggilan itu.
“Kauu?” suaranya dingin, penuh ketegasan.
Valeria di seberang telepon tertawa kecil, suara yang membuat Adrian semakin kesal. “Jadi, bagaimana rasanya jebakanku, Adrian? Aku yakin malam tadi penuh gairah, bukan?”
"P*lac*r mana yang kamu pakai untuk memuaskan hasrat mu, Adrian" ucap Valeria mengejek
Adrian mengepalkan tangan, menahan diri agar tidak meledak. “Apa yang kau inginkan, Valeria?”
“Aku ingin dirimu, Adrian,” jawab Valeria tanpa basa-basi.
“Kita bisa melupakan semua yang terjadi, asalkan kau meninggalkan gadis itu dan kembali ke perjanjian keluarga kita"
"Aku tunanganmu." ucap Valeria tegas
"Jika tidak, aku akan menyebarkan semua yang terjadi semalam ke media. Dunia akan melihatmu sebagai pria yang tidak bermoral, terjebak dalam skandal memalukan.” sambungnya
Adrian terdiam, tatapannya berubah tajam. “Kau tidak akan bisa, Valeria. Aku tidak takut pada ancamanmu.”
"Bagaimana dengan ayahku." ucap Valeria dengan senyuman licik diwajahnya
"Kauuu" Ucap Adrian merasa geram
“Oh, kau pasti akan berubah pikiran. Kita lihat saja,” Valeria menutup telepon dengan nada puas.
Elina yang mendengar percakapan tersebut hanya bisa menatap Adrian penuh tanya.
Adrian menghela napas panjang.
“Kau tidak perlu bertanya apapun, pergilah bersiap siap, hari ini kau boleh mengunjungi nenekmu, besok kau akan kembali berkuliah”
Elina terdiam sejenak. memikirkan bagaimana bisa pikiran pria ini dapat berubah dalam seperkian detik.
"Baiklah" ucap Elina sedikit bersemangat.
Elina merasa terkejut dengan perkataan Adrian.
Ia tidak menyangka Adrian berubah pikiran secepat itu. tapi mengapa?
Elina tidak ingin berlarut dalam pikirannya. Ia beranjak dari tempat tidur dengan membalut kan diri menggunakan selimutnya.
"T-Tuan Adrian lepaskan selimutnya, aku ingin membawanya" ucap Elina merasa sedikit malu
"untuk apa malu, aku sudah melihat semuanya, bahkan tanda lahir di gunung mu aku sudah melihatnya" ucap Adrian datar
Elina merasa malu mendengarnya dan bergegas menuruni ranjang tanpa menghiraukan perkataan Adrian.
Saat Elina ingin berjalan dia merasakan sakit yang teramat di miliknya, ia lalu terduduk merintih kesakitan.
Aww... sakit sekalii
Adrian yang mendengar Elina merintih kesakitan segera terbangun dan menghampirinya.
"Kau kenapa" tanya Adrian sedikit panik
"sakitt... Tuan" ucap Elina menahan sakit
"apa yang sakit" ucap Adrian semakin panik
"milikku... " ucap Elina sambil menahan malu, pipinya seketika memerah bak kepiting rebus
"kauuu" ucap Adrian merasa geram dan langsung mengangkat Elina dan menggendong nya menuju kamar mandi dan meninggalkan selimut di lantai yang menutupi tubuhnya.
Elina merasa jantungnya seketika berdebar kencang, kupu kupu di perutnya mulai beterbangan seperti tadi malam.
Saat dikamar mandi Adrian meletakkan Elina di bath up yang sangat mewah.
Elina memejamkan matanya sejenak ketika badannya menyentuh air yang sangat hangat dan membuat miliknya terasa perih.
ishhh.. Elina sedikit merintih
Ketika perlahan Elina membuka mata iya melihat sesuatu bergelantungan seperti sebuah timun keriput sangat panjang, oh itu kah yang menyiksaku tadi malam lamun Elina.
"ehmm... apa yang kau lihat" ucap Adrian memecahkan lamunan Elina
"eh itu anuu Tuan,, saya tidak melihat apa apa" ucap Elina kembali merasa malu ketika tertangkap basah memandang timun itu.
Adrian tiba tiba perlahan ikut masuk kedalam Bath up.
"Tu-tuan kau mau kemana" ucap Elina yang masih menahan malu
"Kau tidak punya mata.. aku ingin mandi"
"t-tapi Tuan" ucap Elina tidak menyangka Adrian akan mandi bersamanya
"ayo membelakangiku" ucap Adrian datar
Elina dengan ragu menuruti apa kata Adrian
Saat Elina sudah membelakangi Adrian, tiba tiba Ia merasakan tangan Adrian menggenggam kedua gunung kembarnya dan meremas perlahan seolah sedang meremas squishy.
"ahh
Satu desahan lolos dari mulut Elina
"Kau jangan mendesah" ucap Adrian yang juga mulai terbawa suasana
Adrian lalu memainkan bola kecil yang ada di gunung Elina, membuat Elina semakin tak bisa menahan desahannya.
ahhhh.. Tuan
Adrian seketika membalikkan badan Elina dan mengangkat badannya sehingga ia mendudukkan Elina di atas pangkuannya.
"a-apa yang kau lakukan Tuan... ughh apa itu keras sekali" ucap Elina sambil menahan desahan nya.
Adrian tanpa menjawab perkataan Elina langsung melahap habis gunung kembar milik Elina.
"kau ternyata secandu ini.. ahh" ucap Adrian sambil memainkan bola kecil itu dengan lidahnya.
lama Adrian bermain dengan gunung kembar milik Elina..
Ia lalu mencoba memasukkan miliknya ke dalam goa sempit itu.
Ughhh.. sempit sekali
Dan terjadilah apa yang seharusnya terjadi di dalam kamar mandi itu kembali mereka bersama sama terbang ke nirwana.
Di sisi lain
Valeria berada dalam kamarnya. Ia merasa geram, satu langkah lagi tadi malam seharusnya dia sudah berhasil menaklukkan Adrian. Meskipun Ia berhasil membuat Elina malu tapi tidak dengan Adrian, dia tahu siapa Adrian.
Valeria lalu meraih Handphone nya dan segera mencari nomor seseorang.
Panggilan kemudian tersambung..
Suara seorang pria paruh baya terdengar dari seberang telepon.
"Hallo honeyyy, how are u?" tanya Pria di dalam telepon
"Dad, u know, Adrian" ucap Valeria sambil bersandiwara seolah-olah olah menangis terisak isak
"Daddy tau, Daddy sudah disini." ucap Pria di seberang telepon yang tak lain adalah ayah dari Valeria yaitu Jhon Ivanova.
"Disini? " tanya Valeria penasaran
Panggilan mereka berlangsung cukup lama, saat telpon berakhir terlihat senyuman licik di wajah Valeria.
Sore itu, Daniel menemui Adrian di kantornya. "Tuan, saya punya sesuatu yang harus Anda lihat," katanya dengan nada serius.
Adrian mengangkat alis, merasa penasaran. "Apa itu, Daniel?"
Daniel mengambil ponselnya dan memutar rekaman yang berisi suara Valeria saat dia berbicara dengan seseorang di telepon, merencanakan jebakan untuk Adrian. “Ini semua adalah bukti bahwa Valeria sudah merencanakan semuanya. Dia ingin menghancurkan Anda.”
Adrian mendengarkan dengan seksama, wajahnya perlahan berubah menjadi dingin. "Dia benar-benar sudah gila."
"Ya, dengan bukti ini, kita bisa menjatuhkannya Tuan ditambah, kita punya bukti bahwa dia sering menjajakan dirinya kepada pelopor model Internasional, bagaimana perasaan ayahnya jika mengetahui kebenaran dari putri kesayangannya" tambah Daniel.
Adrian mengangguk, merasa lega memiliki asisten yang sekaligus sahabat seperti Daniel. "Terimakasih Daniel, Kita akan memastikan Valeria tidak bisa menyakiti siapa pun lagi." ucap Adrian tulus
Dengan bukti yang sudah ada di tangan, Adrian tahu bahwa ini adalah akhir dari permainan kotor Valeria. Dia siap untuk melawan balik, dan kali ini, dia tidak akan membiarkan Valeria lolos begitu saja.
Malam itu, Adrian duduk di samping Elina yang sedang membaca di ruang tamu apartemen mereka. Ia menatap gadis itu dengan perasaan yang semakin tak karuan. Elina, meski lelah dan penuh kebingungan, tetap setia di sisinya, dan itu membuat Adrian semakin menghargai keberadaan gadis itu dalam hidupnya.
“Elina,” panggil Adrian lembut.
"kau sudah mengunjungi nenekmu?" tanya Adrian
"belumm Tuan" ucap Elina singkat
"kenapa"
"aku merasa kelelahan dann ituu" ucap Elina sambil mengarahkan pandangannya ke bawah.
Adrian mengerti maksud Elina,
"Yasudah besok saja" ucap Adriantulus.
"Elina"
Elina menoleh, tersenyum kecil. “Ada apa?”
“Aku hanya ingin kau tahu,” Adrian menggenggam tangan Elina,
“bahwa aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakiti mu"
Elina menatap Adrian dalam-dalam, merasakan kehangatan yang berbeda dari pria itu. Meski dunia mereka penuh dengan kontrak, jebakan, dan masalah, ada sesuatu yang tulus yang Elina lihat dalam diri Adrian
Di tengah malam yang semakin larut, dengan hujan mulai turun di luar jendela kamar hotel, Elina dan Adrian terbaring kelelahan, namun perasaan mereka tidak tenang. Di saat Elina hampir tertidur, sebuah bayangan melintas di benaknya—bayangan pria misterius yang dilihatnya di taman tadi malam. Tatapan pria itu dingin, penuh teka-teki, seolah mengawasinya dari kejauhan.
"Siapa dia?" pikir Elina sambil mencoba mengingat wajahnya, namun detilnya kabur. Ada sesuatu yang aneh tentang pria itu—seakan ia tahu sesuatu yang penting tentang Adrian atau bahkan tentang dirinya.