NovelToon NovelToon
Menjadi Tuan Muda DiNovel Terburuk

Menjadi Tuan Muda DiNovel Terburuk

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Transmigrasi ke Dalam Novel / Epik Petualangan / Harem / Masuk ke dalam novel / Fantasi Isekai
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Merena

Bertransmigrasi kedalam tubuh Tuan Muda di dalam novel.

Sebuah Novel Fantasy terbaik yang pernah ada di dalam sejarah.

Namun kasus terbaik disini hanyalah jika menjadi pembaca, akan menjadi sebaliknya jika harus terjebak di dalam novel tersebut.

Ini adalah kisah tentang seseorang yang terjebak di dalam novel terbaik, tetapi terburuk bagi dirinya karena harus terjebak di dalam novel tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Merena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Nyonya Kedua.

Di dalam kastil mewah Kekaisaran Deluna, di salah satu dari ribuan kamar yang terletak di lantai atas, seorang wanita berdiri menghadap jendela besar yang dihiasi tirai sutra. Dia menatap kota Kekaisaran dengan tatapan sombong, seolah seluruh dunia berada dalam genggamannya.

Dia adalah Helena Darius Deluna, nyonya kedua dari Kekaisaran Deluna. Dengan rambut emas berkilau yang mengalir indah hingga ke punggungnya dan mata hijau yang tajam, sosoknya tidak hanya anggun tetapi juga mengintimidasi. Seolah untuk menekankan statusnya, gaun mewahnya yang berwarna biru laut berkilau dalam cahaya matahari, menambah kesan berkuasa.

Di belakangnya, seorang anak laki-laki yang masih muda duduk di sofa empuk yang terbuat dari kulit halus. Perutnya yang buncit dan wajahnya yang penuh, tampak seolah selalu tersenyum, meskipun saat ini mulutnya penuh makanan. Tangannya terus mengambil makanan yang ada di atas meja dengan rakus, seakan tidak pernah puas.

Dia adalah Bram Darius Deluna, putra Helena dan pangeran kedua saat ini. Rambutnya yang berwarna emas dan mata hijau yang sama dengan ibunya memberi kesan bahwa dia adalah anak yang manis, tetapi perilakunya terlihat bodoh dan naif, seperti seseorang yang tidak mengerti bagaimana dunia bekerja.

"Ibu, kenapa kau terlihat begitu tegang?" tanya Bram dengan mulut yang masih penuh, mengangkat salah satu potongan buah manis yang menggiurkan, tampak seperti orang yang tidak menyadari bahaya di sekitarnya.

"Diamlah!" jawab Helena tegas, tanpa mengalihkan pandangannya dari jendela, seolah dunia di luar sana lebih menarik daripada anaknya.

Suara ketukan keras terdengar dari pintu, dan Helena memberi isyarat agar orang yang mengetuk masuk.

Dari pintu muncul kepala kesatria yang sebelumnya Ronan temui di gerbang Kekaisaran. Dengan sigap dan gerakan terlatih, kesatria itu berlutut, menghormati nyonya yang terhormat dengan sikap yang menunjukkan loyalitas dan disiplin.

"Nyonya, saya punya laporan," Kepala kesatria itu berkata dengan nada hormat, suaranya tegas namun penuh rasa khawatir.

"Katakan," perintah Helena dengan suara yang menuntut, mengusik perhatian Bram yang tertegun, dan membuatnya menghentikan sejenak aktivitas makannya.

"Seperti yang Anda katakan sebelumnya, saya menunggu di gerbang dan akhirnya bertemu dengan pelayan Lucian," Kepala kesatria itu melanjutkan, terlihat agak ragu.

"Jadi dia tidak mati," Helena mengerutkan kening, menyentuh pelipisnya yang terasa berdenyut, seolah berusaha menahan sakit kepala yang mengintai. "Lalu apa?" Helena berkata lagi, suaranya semakin bertekanan.

"Saat dia datang, dia berpakaian sangat lusuh bagaikan pengemis. Awalnya, saya pikir dengan begitu saya dapat membunuhnya dengan alibi membunuh pengemis," Kepala kesatria itu berhenti, menunggu reaksi dari Helena yang tampak tidak sabar.

"Reinhard, kenapa kau berhenti? Lanjutkan!" Helena berkata dengan nada kejam, mendesak kepala kesatria untuk menyelesaikan laporannya.

Kepala kesatria yang bernama Reinhard itu melanjutkan, "Pangeran pertama, Lysander, ada di sana dan membuat semuanya kacau." Dengan penuh hormat, Reinhard melaporkan, matanya tidak berani menatap wajah Helena, tahu betapa berbahayanya situasi ini.

Helena menggertakan giginya dengan kesal. "Dasar sialan, kenapa dia harus muncul di saat yang tepat seperti itu!" Helena meraung marah, suaranya bergema dalam ruangan yang tenang dan sepi, membuat Bram terkejut dan menghentikan makannya. Reinhard hanya berlutut diam di sana, tidak berani mengucapkan sepatah kata pun, merasakan tekanan yang luar biasa.

"Ibu, tenanglah," Bram mencoba untuk berbicara dengan nada lembut, berusaha meredakan ketegangan di antara mereka meskipun suaranya terasa kurang meyakinkan.

Namun, daripada membuat Helena tenang, ucapan Bram malah semakin memancing amarahnya. "Diamlah! Jika kau tidak bisa berpikir, maka cukup diam!" Helena berteriak, wajahnya sudah jelek karena kemarahan yang meluap, membuat Bram terkejut dan menunduk, merasakan kepedihan di hatinya.

"Kenapa kau harus mewarisi sifat bodoh dan tidak berguna dari ayahmu itu?" Helena berpikir keras, sakit kepala semakin menyiksa pikirannya, menciptakan bayangan kelam dalam pikirannya.

Bram tidak berani berkata apa-apa, hanya bisa merasakan kepedihan di hatinya. "Kau bisa pergi, Reinhard," Helena akhirnya menghela nafas, suaranya lebih tenang meski masih terlihat kesal. Reinhard membungkuk hormat sebelum pergi, meninggalkan mereka berdua dalam keheningan yang canggung.

Helena berjalan menghampiri Bram, menyentuh wajahnya dengan lembut menggunakan kedua tangannya, berusaha menunjukkan kasih sayangnya meskipun amarahnya masih menghangat. "Bram, maafkan ibu. Ibu sedikit lelah akhir-akhir ini. Maaf sudah membentakmu," Helena berkata dengan wajah sedih, menginginkan agar anaknya merasa dicintai.

Bram yang sudah tidak dapat menahan air mata, menangis seketika, namun ia tetap tersenyum melihat bahwa ibunya masih peduli padanya. "Tidak masalah, Ibu. Aku juga seharusnya tidak memotong Ibu saat berbicara," Bram tersenyum, mencoba menenangkan ibunya sambil menyentuh tangan lembut yang menyentuh wajahnya.

"Bram, ingat ini baik-baik," Helena memasang wajah serius, suaranya menurun dalam nada penuh arti. "Besok adalah hari pelantikan untuk putra mahkota. Pastikan kamu membuat kesan yang baik di hadapan kakekmu. Dengan begitu, kamu bisa melakukan apa yang kamu mau dan dapat membanggakan ibu." Helena menatap mata Bram dengan intensitas yang mendalam, berharap dia bisa memahami pentingnya momen ini.

"Tentu saja, Ibu! Aku akan membuat Ibu bahagia. Aku akan berusaha dengan keras," Bram mengangguk dengan serius, berusaha untuk tidak mengecewakan harapan ibunya.

"Anak baik," Helena memeluk Bram erat, mengelus kepala Bram dengan kasih sayang, seolah berusaha menghapus semua ketegangan yang ada di antara mereka.

Bram tersenyum, menikmati pelukan hangat dari ibunya. Namun di dalam pikirannya, Helena tengah merencanakan sesuatu yang lebih besar. Jika Bram bisa menjadi putra mahkota, maka semua rintangan yang mengganggu mereka akan lebih mudah disingkirkan. Dia tersenyum sinis, merasakan kekuasaan dan harapan yang mulai terbangun dalam hatinya, membayangkan masa depan yang gemilang bagi dirinya sendiri.

1
YT FiksiChannel
perasaan tersenyum terus, aku sampai ngeri membayangkannya
Dewi Sartika
bagus banget
Merena: Makasih/Smirk/
total 1 replies
Merena
Sepi Amat/Frown/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!