Rena Agnesia merasa sial saat tertimpa musibah, namun takdir itu mengantarkannya bertemu Jojo Ariando, pangeran tampan yang membuat hatinya meleleh.
Rena menjalin cinta jarak jauh dengan Jojo, seorang pria tampan nan dingin yang dikelilingi banyak wanita karena talentanya dalam pengobatan herbal.
Akankah mereka bersatu setelah konflik yang terus menghalangi cinta mereka? Mampukah Jojo memantapkan pilihan hati ke sosok Rena Agnesia di saat seorang rival berat hadir membayangi?
Saksikan romansa mereka hingga puncak manis yang didamba setiap insan di dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardi Raharjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28. Salsa Qanita
Bu Sri yang mendengar nama Abdul pun berinisiatif menggoda putrinya.
"Halah! Bikin kesel apa bikin kangen?", goda bu Sri.
"Idih amit-amit buk. Cakepan juga mas Jojo", elak Rena.
"Tapi lebih kaya Abdul", sanggah bu Sri.
"Kaya? Kaya hutang? Cicilannya saja di mana-mana", ungkap Rena yang tahu keuangan salon berasal dari hutang kepada pihak bank.
"Ah, nanti kan lunas juga. Perhatian, punya salon, mobil, dan rumah. Menantu ideal loh itu", ucap bu Sri sembari meninggalkan Rena. Ia memang tidak menentang hubungan Rena dengan Jojo, namun sebenarnya ia lebih suka jika Abdul yang telah mapan sebagai calon menantu ideal.
"Itu sih ibuk yang mau, bukan aku", protes Rena, berjalan mengikuti bu Sri.
"Loh, kan enak. Tinggal nikah, sudah jadi bos salon. Suruh-suruh pegawai, terima setoran", ujar bu Sri yang tak pernah mengelola manajemen usaha beromset puluhan hingga ratusan juta setahun.
"Apanya yang enak? Pusing buk, yang ada mikirin hutang terus. Apalagi pas salon sepi saat liburan semester. Yang ada, pegawai terus dipaksa kerja ekstra", beber Rena.
"Ya memang begitu kan risiko jadi pegawai. Makanya, jadi istri bos saja", ucapan bu Sri seolah sangat ringan menjadi pengusaha startup. Mereka pun beradu argumen dengan santai sembari saling bercanda.
Selepas maghrib, ponsel Rena berdering. Gadis itu memastikan itu panggilan dari orang tersayang.
"Dear, kangen!", pekik Rena setelah mengangkat telepon.
"Ay, kamu sudah bisa masak sup iga dan coto makassar?", bukannya membalas ungkapan rindu, pria itu justru menanyakan progres Rena dalam memasak.
"Eh, itu, kan masih ada waktu. Masih lama kan?", ujar Rena yang baru bisa membuat sop ayam dan sayur asam.
"Kurang dari tiga pekan Ay. Terus lah belajar tapi tetap jaga kesehatan. Aku tutup telepon dulu ya, sedang menyusun materi seminar ini", ujar Jojo, nada bicaranya terasa begitu dingin.
"Kamu jahat!", dengus Rena sembari menutup panggilan. Gadis itu merasa bahwa Jojo tidak serius menjalani hubungan dengannya. Tidak ada kehangatan kecuali di saat tertentu saja.
"Dasar egois!", batin Rena. Namun matanya jelas melirik ke arah ponselnya, berharap Jojo kembali menghubungi dan menjelaskan panjang lebar, kenapa sepulang dari Liman Selatan tidak memberi kabar sama sekali.
Sepuluh menit, dua puluh menit, bahkan tiga puluh menit, tak ada notifikasi apapun dari Jojo. Sekedar pesan pun tak muncul di layar ponselnya.
"Dasar jelek! Paijo jelek! Iiih bikin kesel!", umpat Rena dalam benaknya. Ia hanya berulang kali menjambak bed cover dan menggigit guling.
"Kamu ngapain Na? Kumat? Ayo ke psikiater", ujar Rafael yang baru pulang kerja dan melihat adiknya bertingkah seperti anak kucing.
"Iih, kakak ngeselin!", pekik Rena seraya melempar gulingnya ke arah Rafel. Reflek, lelaki itu menghindar dan lari ke kamarnya.
"Kesel!", pekik Rena yang menghentakkan kaki sembari memungut kembali gulingnya dan menutup pintu kamar.
Tak lama berselang, terdengar notifikasi di ponsel Rena.
"Sebentar lagi aku sampai. Kubawakan sup iga dan coto makassar kesukaan ayah", tulis Jojo.
"Apaan sih, dasar Paijo jelek!", umpat Rena. Namun, di menit berikutnya, Rena baru sadar kalau Jojo akan datang bertamu.
"Eh Jojo mau ke sini berarti. Yee", Rena kegirangan di dalam kamarnya.
Rafael yang mendengar suara adiknya pun mengetuk pintu kamar Rena.
"Berisik woi! Maghrib maghrib!", ujar Rafael meneriaki Rena.
"Biarin, biarin, kepo, sirik, Rafa jones", ujar Rena sembari bersenandung menanggapi suara kakaknya dan menata penampilannya di depan cermin.
"Dasar kucing labil!", balas Rafael sembari meninggalkan pintu kamar Rena. Namun gadis itu tidak merespon ucapan Rafael yang berumur setahun lebih tua daripada Jojo. Rafael memiliki pacar, namun sampai sekarang belum ingin menikahinya.
Tak lama, terdengar salam dan ketukan dari arah pintu rumah Rena.
"Dear!", sambut Rena setelah membuka pintu. Nampak Jojo tengah menenteng dua tas plastik berisi kotak bening food grade, masing-masing berisi coto makassar dan sup iga sapi.
"Masuk dulu dear!", Rena menerima kedua makanan itu dan berlari ke dapur, memindahkannya ke mangkuk besar setelah mempersilahkan Jojo untuk duduk di ruang tamu.
Rena pun membawa dua mangkuk berisi kedua masakan itu ke ruang tamu.
"Nah, coba kamu cicipi rasanya. Lalu buat yang semirip mungkin dengan ini. Kamu pasti bisa", ujar Jojo.
Mendengar ucapan pria itu, hati Rena menghangat. Ia mengira, Jojo benar-benar jahat karena terus memaksanya untuk bisa memasak tanpa memberi dukungan, setidaknya dengan kata-kata untuk menyemangatinya.
Faktanya, pria ini cukup peka, membelikan contoh makanan yang akan menjadi tolak ukur penilaian masakan Rena nanti. Namun Rena merasa takut setelah mencicipi kedua masakan yang nyatanya begitu nikmat dan paling parah, dia tak tahu bumbu apa saja yang diperlukan dan bagaimana mengolahnya.
"Dear, memangnya kalau aku gagal, kita ngga jadi nikah ya?", ujar Rena setelah mencicipi kedua masakan dan hanya bisa mengakui kalau makanan itu enak. Ia tak mengerti sama sekali dan malah insecure.
"Pelajari saja dan berusaha lah. Hasil akhirnya, kita lihat saja nanti. Aku juga tak tahu keputusan ayah nantinya", terang Jojo, mencoba menyemangati Rena dan fokus memperbaiki skil memasaknya. Namun di benak Rena, itu adalah sikap pasif yang berarti tidak ada upaya untuk mempertahankan dan memperjuangkan hubungan ini sampai ke jenjang pernikahan.
"Ih, jahat tahu! Masak terserah nanti? Kalau aku gagal bagaimana dear?", Rena merasa pesimis dengan kemampuannya dan tenggat waktu kurang dari 3 pekan.
"Tak usah fokus ke sana. Fokus lah memasak. Kamu pasti bisa. Aku tahu Rena ku punya kemampuan dan tekad yang kuat", Jojo masih terus mencoba menyemangatinya, meski ia sendiri ragu apakah gadis ini mampu memenuhi kriteria yang ayahnya ajukan.
"Kalau gagal, kamu mau menikahi gadis bercadar itu? Siapa dia? Apa aku kenal?", cecar Rena, tiba-tiba membahas kejadian waktu itu.
"Gadis bercadar? Siapa maksudmu Ay?", heran Jojo yang sudah melupakan Salsa.
"Itu, yang pagi-pagi di depan warung soto. Katanya mau seminar, nyatanya selingkuh dengan gadis bercadar!", tuduh Rena, memasang wajah cemberut dan melipat kedua tangan di depan dada.
"Seminar? Gadis bercadar? Oh itu kah", tanggap Jojo yang mengernyit, mencoba mengingat-ingat dan menganggukkan kepalanya. Jojo tersenyum melihat kecemburuan Rena.
"Nah, itu tuh biang keroknya! Jangan senyum-senyum! Tebar-tebar pesona kepada banyak perempuan! Itu khusus untukku!", cecar Rena. Sudah lama ia menyarankan agar Jojo tidak terlalu ramah, terutama kepada lawan jenis. Namun, sepertinya itu mustahil hilang dari kebiasaan Jojo sejak kecil.
"Yah, mau bagaimana lagi Ay. Sudah begini adanya", ujar Jojo yang sadar bahwa Rena sedang mengungkapkan kecemburuannya saja.
"Siapa dia? Ayo ngaku!", Rena yakin, pasti Jojo tahu siapa namanya.
"Dia cuma salah satu fans ku saja Ay, ngga penting juga kok", jawab Jojo jujur.
"Ngga penting kok sampai begitu senyumnya?", telisik Rena.
"Begitu gimana? Kayaknya waktu itu aku senyum biasa saja", jelas Jojo yang memang tidak menaruh hati kepada Salsa.
"Biasa? Biasanya cuma senyum simpul. Itu senyum lebar. Pasti kamu ada rasa kan sama dia", tuduh Rena.
"Kalau ada, bagaimana dong", goda Jojo, mencandai Rena agar tidak terlalu dalam berprasangka.
"Iih, aku ngga sedang bercanda dear", kesal Rena sembari memalingkan wajah.
"Hufh, namanya Salsa Qanita. Dia salah satu fans yang rajin mengikuti seminarku. Bahkan ke tempat yang jauh sekalipun, dia hadir. Itu saja", jelas Jojo, tak ingin menyembunyikan banyak hal dari Rena.
"Tuh kan. Sampai nama lengkapnya saja tahu", kesal Rena. Namun setelah nama itu dipikir ulang, Rena pun terkejut.
"Eh, tunggu! Siapa namanya? Salsa, Salsa Qanita?", Rena mengulangi ucapan Jojo.