(Tahap Revisi)
Hani tidak punya pilihan lain selain menerima tawaran pekerjaan dari sahabatnya, yakni menjadi pelayan di sebuah Villa mewah. Namun nasib naas malah menimpanya di villa mewah itu.
"Katakan, siapa yang sudah menghamilimu?" seorang wanita paruh baya langsung melabraknya.
"Laki-laki yang burungnya mati suri" Hani mengatakannya dengan judesnya di depan semua orang.
Yuk simak kisahnya hanya di cerita Dihamili Tuan Impoten!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alif Irma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
"Inilah cara ampuh menghangatkan tubuhmu" bisik Hans ditelinga Hani, membuat Hani membulatkan kedua matanya.
"Ap-apa maksudmu....Aaahh....Hanss..." Hani menggeliat sambil mendesah menyebut nama Hans. Bagaimana tidak, tangan Hans begitu nakal merremas dada sintalnya secara bergantian.
"Aku akan memberimu kenyamanan" bisik Hans ditelinga Hani lalu mencium leher jenjangnya, sedang tangannya begitu aktif memainkan buah dada Hani.
"Hans...ahh... jan-gan....Ha-Hans" ucapan Hani terputus-putus karena terus menggeliat persis kucing kepanasan yang minta kawin. Mulutnya berkata jangan, namun tubuhnya tidak bisa menolak sentuhan dari Hans.
Sedangkan Hans tersenyum puas melihat reaksi Hani. Menurutnya kucing pun kalau disuguhkan ikan segar langsung memakannya, apalagi ini hal lumrah yang sering dilakukan pasangan suami istri.
Tanpa basa-basi Hans langsung mencium bibir Hani dan mellumat nya dengan rakusnya. Hans tak ingin hilang kesempatan langka. Apalagi cuaca sangat mendukung mereka untuk melakukan hubungan suami istri.
Hans terus menikmati setiap inci bibir sensual Hani bahkan dia sampai menggigit bibir bawah Hani untuk memberikan aksen lidahnya mengeksplor mulut Hani. Dimana Hani sendiri belum pandai dalam hal berciuman.
"Emmppp...Hansss" panggil Hani disela-sela ciuman panas mereka. Hani sampai mencengkram kuat rambut Hans, birahinya semakin memuncak manakala Hans terus menyesap kuat bibirnya. Ditambah tangan Hans semakin aktif memainkan buah dadanya.
Derasnya hujan semakin menambah hasrat pasangan suami istri itu. Tangan Hans semakin nakal menjajal pinggang Hani hingga perlahan turun merremas bokong padat Hani yang tidak tertutupi benda berbentuk segitiga.
Hans menyeringai tipis sambil menepuk pelan bokong Hani, dia seperti mendapatkan barang langka yang siap pakai tanpa adanya pengaman.
"Hani, aku tidak bisa lagi menahan diri" bisik Hans ditelinga Hani lalu menggigit cuping Hani dengan gemesnya, membuat Hani menjerit kecil yang juga sudah dikuasai gairah.
"Jika kamu tidak percaya, maka pegang burungku" ucap Hans menyeringai lalu menuntun tangan Hani menyentuh burungnya yang sudah menegang.
"Aaaah" Hani terkejut menyentuh benda asing yang panjang dan besar. Karena cahaya kamar yang remang-remang sehingga membuatnya sulit melihat benda asing tersebut yang masih bersembunyi dalam boxer. Padahal benda tersebutlah yang sudah mengobrak-abrik mahkotanya.
"Ak-aku harus bagaimana?" tanya Hani dengan polosnya yang baru saja menyentuh aset berharga Hans. Dimana jantungnya terus berdebar-debar kencang.
"Mainkan burungku atau biarkan burungku yang memainkan area sensitif mu" ucap Hans sambil menyentuh area sensitif Hani.
"Tidak bisa!" tolak Hani cepat sambil menepis tangan Hans yang menyentuh selangkangannya. Padahal sejujurnya tubuhnya menginginkan sentuhan Hans, namun ucapannya tidak sejalan dengan tubuh, akal dan pikirannya.
Sontak saja Hans langsung menurunkan kaos oblong Hani yang sempat diangkatnya.
"Ya sudah, kalau begitu aku akan tidur di ruang tamu" ucap Hans pada akhirnya mengeluarkan jurus jitunya alias mengancam tipis-tipis.
Hani membelalakkan matanya mendengar ucapan Hans, padahal area sensitifnya sudah siap digempur oleh burung Hans. Sedangkan Hans sudah menggeser tubuhnya untuk turun dari ranjang.
Tiba-tiba terdengar suara petir menggelegar membuat Hani langsung memeluk lengan Hans. Dia sungguh takut tidur sendiri dengan suasana hujan lebat. Karena biasanya Hani sering tidur bersama Bibi nya di kala hujan.
"Tetaplah disini, ak-aku mengizinkanmu untuk menyentuhku" ucap Hani dengan entengnya sambil memejamkan matanya, membuat Hans tersenyum tipis mendengar ucapan Hani.
Asal kamu tahu, aku sudah menyukaimu Hani Handoko! Istriku sekaligus cinta pertamaku. Batin Hans mengulas senyuman tipis. Kata-katanya hanya mampu diucapkan dalam hati.
Jujur saja, sejak pertama kali bertemu, aku langsung tertarik kepadamu hingga lama kelamaan mulai timbul rasa suka dalam hatiku saat mengetahui kamu sedang mengandung anakku. Batin Hans menatap Hani dengan tatapan hangat dan penuh ketertarikan.
Walaupun suasana kamar remang-remang, namun dia masih mampu menatap wajah cantik sang istri yang terlihat menggemaskan dengan rambut acak-acakan karena ulahnya.
Sementara Hani terlihat melamun. Bagaimana tidak, Hani benar-benar menjilat ludahnya sendiri, karena rasa bencinya terhadap Hans masih mendarah daging dan begitu kekeh tidak akan membiarkan Hans menyentuh tubuhnya lagi. Tapi apa yang dilakukannya sekarang memang nyata atas kemauannya sendiri. Karena sentuhan Hans membuatnya mulai terbuai dan menginginkan hal lebih daripada permainan Hans barusan.
Tidak hanya itu, Hani terus teringat dengan kata-kata Bibi nya 'Nak, kamu berdosa jika tidak melayani suamimu'. Hal itu juga menjadi salah satu penyebabnya. Namun yang jadi permasalahannya, dia ingin bercerai dari Hans, pikirnya. Namun dia tidak ingin ambil pusing malam ini.
"Aku tidak ingin memaksa wanita untuk me...." Hans tidak melanjutkan ucapannya karena Hani langsung memotong ucapannya.
"Ini murni atas keinginanku sendiri" ucap Hani dengan jantung berdebar-debar lalu mengelus lengan Hans.
"Baiklah, jika itu keinginanmu" ujar Hans sambil menyentuh dagunya.
Perlahan Hans mendekatkan wajahnya ke wajah Hani hingga bibir keduanya menempel sempurna. Hans mencium bibir Hani dengan begitu lembutnya dan penuh perasaan. Hingga ciuman mereka semakin panas yang sudah diselimuti hasrat.
Di sela-sela ciumannya, Hans begitu aktif membuka baju Hani, lalu beralih membuka pakaiannya dan melemparnya ke sembarang arah hingga perut sixpack nya sangat menggoda iman. Sampai-sampai Hani tergoda untuk merabanya.
"Bersiaplah, burungku akan masuk mengunjungi dede bayi" ucap Hans dengan senyum menggoda sambil membelai lembut wajah Hani, membuat sang empunya mengangguk mantap.
Hans tersenyum tipis lalu memposisikan tubuhnya di atas tubuh Hani. Dia sudah siap membawa istrinya menjelajahi surga duniawi sampai ke langit ketujuh.
Terdengar suara derit ranjang memenuhi kamar Hani, dimana pasangan suami istri itu sedang bergulat hebat di atas ranjang. Hani hanya mampu mencengkram kuat punggung Hans, diiringi irama derit ranjang yang tiada henti mengalahkan suara hujan.
Setelah hampir tiga bulan lamanya, akhirnya Hans melakukan malam pertamanya sebagai sepasang suami istri. Dia hanya melakukannya sampai dua ronde, mengingat istrinya sedang mengandung.
Hans menyesap kuat bibir Hani setelah mengakhiri aktivitas bercintanya. Dengan bangganya burung Hans begitu puas keluar dari sarang Hani, dimana Hani sudah terkulai lemas yang kelelahan habis melayani Hans.
Apalagi burung Hans yang besar dan kokoh membuat sarang Hani langsung lecet, karena begitu brutalnya memasuki sarangnya yang masih sempit, walau bukan lagi perawan ting ting.
"Terima kasih, Hani. Terima kasih" bisik Hans dengan raut wajah bahagia lalu mendaratkan ciuman di kening Hani.
Dengan penuh kasih sayang, Hans menarik tubuh Hani masuk ke dalam pelukannya. Tak henti-hentinya dia tersenyum memandangi wajah cantik Hani yang sudah terbuai mimpi. Dia seolah-olah ingin terus memandangi wajah istrinya sampai pagi saking bahagianya dapat jatah dari istrinya akibat insiden mati lampu. Setidaknya dia berterima kasih juga pada Tuhan karena sudah menurunkan hujannya.
Bagaimanapun caranya, aku harus membuatmu jatuh cinta kepadaku. Batin Hans menyeringai.
Bersambung.....